Cerita Komisioner Bawaslu Pernah Diberhentikan sebagai Dosen

Konten Media Partner
28 November 2019 10:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mohammad Iskandar Mardani. Foto: Intan/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Mohammad Iskandar Mardani. Foto: Intan/PaluPoso
ADVERTISEMENT
Dalam ruangan yang tak lebih seukuran 4x3 meter, Mohammad Iskandar Mardani (35) duduk di kursinya. Mejanya nampak biasa saja. Tidak ada buku-buku di atasnya. Hanya ada tempat tisu dan minuman mineral kosong.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, ia jarang memakai ruangan itu. Tamunya lebih banyak diajaknya bicara di luar ruangan.
Mohammad Iskandar Mardani adalah salah satu anggota Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Parigi Moutong. Ia sudah terpilih dua kali dan masa jabatannya saat ini akan berakhir tahun 2023.
Sebelum menjadi seperti sekarang, Iskandar dahulunya dosen di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Karirnya sebagai pengajar dimulai di tahun 2010 saat baru selesai menempuh pendidikan Pascasarjana di Universitas Gajah Madha (UGM) Yogyakarta, Jurusan Ilmu Administrasi publik.
Ia pernah tiga tahun menjadi dosen di Universitas Tadulako (Untad), lalu memilih keluar karena tidak terpilih menjadi Dosen Tetap Non PNS di tempat itu yang hanya menyediakan kuota lima orang saja. Lalu, ia beralih menjadi dosen di PTS dan mulai mengajar dari satu kampus ke kampus lainnya.
ADVERTISEMENT
"Dari situ akhirnya saya berhasil dapat Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Saya bersyukur akhirnya punya legalitas sebagai dosen. Hal yang tidak saya dapatkan sebelumnya," ujarnya.
Legalitas sebagai dosen itu ia peroleh dengan mudah di salah satu PTS di Kota Palu. Maka, Iskandar merasa perlu mengabdi di kampus tersebut. Namun, dalam masa-masa pengabdiannya, ia menerima cobaan. Kampus tersebut sarat dengan persoalan internal, sehingga tidak jarang menjadikan dosen lain sebagai korbannya. Termasuk Iskandar.
Karena perbedaan pandangan, jabatannya sebagai Sekretaris Bidang Penelitian tiba-tiba saja dicopot. Tanpa ada kesalahan apapun. Demi kelancaran mengajarnya ia bersabar. Tetapi setahun kemudian, ia kaget, tiba-tiba namanya sudah tidak mendapat jadwal mengajar. Itu berarti posisinya tidak lagi memiliki hak mengajar di tempat itu.
ADVERTISEMENT
"Persoalan ini sempat saya cari tahu. Terakhir saya hanya malah diusir oleh sekretaris jurusan dari rumahnya. Tidak ada yang membantu saya kala itu," kenang Iskandar.
Mohammad Iskandar Mardani. Foto: Intan/PaluPoso
Akhirnya, ia mengalah. Keadaan yang memaksanya demikian. Ia tidak punya pengalaman melawan tindakan semena-mena itu. Lagi pula, ia sadar jika ingin melawan, waktu dan energinya akan habis hanya untuk mempersoalkan hal tersebut, sementara di hadapannya banyak tugas-tugas yang harus ia laksanakan sebagai kepala keluarga.
Dalam masa-masa itu ia mengalami titik terendah dalam hidupnya. Ia sempat frustasi karena kehilangan arah sebab ia tidak bisa lagi menyalurkan kecintaannya untuk mengajar. Tetapi dalam kondisi demikian, ia merasa terbantukan karena bisa mengajar lagi sekalipun hanya dimintai berbagi ilmu dengan menjadi pemateri dalam sebuah pelatihan dan pengkaderan organisasi.
ADVERTISEMENT
"Saya putuskan untuk diam tidak melawan. Meski orang-orang sekitarku marah dengan pilihan saya. Dua tahun saya tidak punya pekerjaan tetap. Saya kerja serabutan untuk mempertahankan hidup. Terakhir saya buka jasa konsultasi pembuatan skripsi dan penelitian untuk mahasiswa-mahasiswa saya dulu di kampus tempat mengajar saya," ujar Iskandar.
Dalam masa-masa itu, tahun 2015, ia ditawari sesama alumni untuk mengikuti seleksi Bawaslu Parigi Moutong yang saat itu masih bernama Panwaslu Kabupaten. Ia tertarik dan ingin mencoba. Selama setahun ia mempersiapkan diri untuk menghadapi seleksi tersebut. Sebab ia sadar, tidak punya pengalaman soal kepemiluan.
Gayung bersambut, tidak ada usaha yang menghianati hasil. Ia terpilih masuk menjadi salah satu anggota Komisioner Bawaslu di tahun 2017. Dengan begitu, ia kini senang punya pekerjaan tetap meski hanya bersifat sementara. Setidaknya memberikan dia banyak manfaat. Memberikan nafkah bagi keluarga sekaligus mengaplikasikan keilmuannya meski kali ini bukan di lingkungan kampus, tetapi terjun langsung di lapangan.
ADVERTISEMENT
"Saya tetap rindu mengajar. Dan bila tugas saya selesai di sini, saya tetap akan menjadi dosen. Saya juga berencana ingin melanjutkan kuliah,"ujar ayah dua anak ini.
Iskandar akan tetap kembali ke kampus yang pernah memberhentikannya secara sepihak. Tapi, kali ini beda. Ia tidak akan tinggal diam bila aktivitas mengajarnya kembali dicekal. Sebab ia akan melawan. Pengalaman yang ia peroleh selama di Bawaslu cukup memberikan ia kekuatan. Menurutnya, banyak cara untuk menghentikan tindakan yang sudah merugikannya itu.
"Secara resmi saya akan menggunakan saluran yang ada. Saya akan laporkan mereka ke Dikti, ke kopertis, ke Ombudsman. Ini tidak bisa dibiarkan lagi," kata Iskandar.