Cerita Korban Tsunami Palu Berjualan Bunga Makam di Tengah Pandemi COVID-19

Konten Media Partner
23 April 2020 16:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siti Tini Haris (55) berjualan bunga ziarah di TPU Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulure, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (23/4). Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Sri Tini Haris memulai kesibukannya sejak pukul 05.00 WITA. Ia mulai dengan menggunting-gunting daun pandan yang akan dicampurkan dengan bunga tabur sebelum dikemas dalam beberapa bal plastik.
ADVERTISEMENT
Setelah rampung, Sri mengaturnya dan menjajakan bunga tabur itu dengan satu botol air berisi 1,5 liter. Belasan air botol dengan dua bal plastik mulai ia susun rapi di lapak jualan miliknya yang berukuran 2x1 meter.
Aktivitas ini sudah ia lakoni hampir satu pekan belakangan ini, dan pada Kamis (23/4) ini, kemungkinan adalah hari terakhirnya menjual bunga Makam di area Kompleks Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulure, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Perempuan paruh baya berusia 55 tahun ini merupakan salah satu korban bencana gempa dan tsunami 28 September 2018 lalu di Kota Palu. Beruntung ia dan empat orang anaknya selamat.
“Rumah saya habis tersapu gelombang tsunami. Alhamdulillah saya dan anakku semuanya selamat meskipun kami sempat dibawa arus dan luka-luka,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Di tengah kesibukannya melayani pembeli, Siti begitu sapaan akrabnya ini menceritakan bagaimana nasibnya pascabencana hingga saat ini.
Jelang Ramadhan ia manfaatkan untuk mencari rezeki. Menjual bunga makam termasuk salah satu pekerjaan yang ia lakoni untuk tetap bertahan hidup. Apalagi di tengah pandemi COVID-19.
“Kalau tidak pintar-pintar kita cari uang di saat sekarang ini bisa susah kita,” kata Siti.
Cerita Siti tentang pendapatan berdagang bunga makam tahun sebelumnya dengan tahun ini sangat memprihatinkan. Jika pada tahun sebelumnya penghasilan Siti bisa mencapai jutaan dalam sehari, maka tidak untuk kali ini.
Kata Siti, peziarah saat ini tidaklah seramai tahun sebelumnya, penghasilan dari jual bunga ziarah sangat menurun.
Bunga makam yang dijual Siti Tini Haris (55), korban tsunami Palu, di TPU Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulure, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (23/4). Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
“Hari ini saja saya jualan dari pagi sampai sore baru dapat Rp 120.000, satu botol air dengan bunga saya jual Rp 10.000 yah berarti yang laku baru 12 botol air dengan bunga,” rinci Siti.
ADVERTISEMENT
Ditanya soal kekhawatiran Siti akan virus Corona. Ia akui punya perasaan takut sama dengan masyarakat yang lainnya. Namun apalah daya, Siti harus tetap berada di luar rumah dan mencari rupiah untuk kelangsungan hidupnya.
Berdiam diri di tenda pengungsian yang berlokasi di wilayah Hutan Kota tidak akan memberikan penghasilan baginya dan anaknya.
Bahkan, ia harus menanggung rugi, karena bunga-bunganya tak laku yang kemudian menjadi layu karena sepi pembeli.
“Apa pun pekerjaan itu kalau bisa dilakukan, saya lakukan untuk menambah penghasilan keluarga,” ujarnya.
Selain berjualan bunga makam, Siti juga mengandalkan keahliannya menjahit untuk menambah penghasilan sehari-hari.
Sejak diterpa bencana, Siti bergantung penuh pada hasil jahitan. Sayangnya, ia tidak bisa lagi terlalu mengandalkan pekerjaan itu mengingat ia tak punya lagi mesin jahit.
ADVERTISEMENT
“Sekarang saya pinjam mesin jahit teman dan saya jahit masker kain. Kalau jahit yang lebih, itu tidak ada karena Corona begini orang takut jahit baju,” kata Siti.
Sembari menghembuskan napasnya, Siti mengaku ikhlas dengan kondisi yang ia dan keluarganya alami saat ini. Ia mengaku tidak bisa berharap banyak dari pemerintah lagi. Ia hanya menginginkan agar kondisi mulai membaik dan Pandemi COVID-19 segera berakhir.
“Mau diapa lagi ikhlas saja, pikirku kalau memang saya akan meninggal karena Corona yah, sudah jalannya, tapi buktinya waktu tsunami saya sudah terbawa arus dan masih hidup. Yah tanda Allah masih beri kesempatan untuk hidup. Motivasi diri saja supaya tidak takut dengan Corona, tapi saya takut kalau saya dan anakku lapar,” ujarnya.
Dereta bunga makam yang dijual Siti Tini Haris (55), korban tsunami Palu, di TPU Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulure, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (23/4). Foto: Kristina Natalia/PaluPoso