Cerita Saksi Mata Penyerangan Kelompok MIT di Sigi, Sulteng

Konten Media Partner
30 November 2020 14:20 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Astri Kandi (25) adalah salah satu saksi mata aksi penyerangan dan pembunuhan yang dilakukan kelompok MIT di Desa Lembontongoa, Kabupaten Sigi, Sulteng. Foto: Tim PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Astri Kandi (25) adalah salah satu saksi mata aksi penyerangan dan pembunuhan yang dilakukan kelompok MIT di Desa Lembontongoa, Kabupaten Sigi, Sulteng. Foto: Tim PaluPoso
ADVERTISEMENT
Duka masih menyelimuti Desa Lembantongoa pascapenyerangan dan pembunuhan yang diduga dilakukan Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso.
ADVERTISEMENT
Desa yang terletak di pegunungan Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah itu saat ini masih dalam penjagaan dan pengamanan ketat pascapenyerangan di Dusun Lewono, Jumat (27/11) pagi.
Astri Kandi (25), adalah salah satu saksi mata yang melihat langsung aksi penyerangan dan pembunuhan yang dilakukan kelompok MIT Poso di rumahnya.
Secara terbuka Kandi bersaksi melihat kelompok yang terdiri beberapa orang dengan menenteng senjata mendatangi rumahnya melalui pintu dapur.
Saksi mata yang ditemui di rumah duka di Desa Lembantongoa Induk itu bercerita sekitar Pukul 08.00 WITA, rumah di sekitar Dusun Lewonu didatangi sekelompok bersenjata berpakaian seperti petugas pengamanan.
“Kami kira petugas,” kata Kandi.
Sebelum melakukan penganiayaan, kelompok yang diduga berjumlah 10 orang itu masuk melalui pintu dapur rumah Kandi dan bertemu ayahnya, kemudian keluar menuju depan rumah.
ADVERTISEMENT
“Pas keluar ketemu suami saya lagi dan dipanggil eh sini. Langsung saya bilang sama suamiku hati-hati, kalau bicara dengan mereka hati-hati. Oh iya suamiku bilang,” cerita Kandi.
Tanpa melakukan obrolan, salah seorang dari kelompok tersebut langsung melakukan penganiayaan terhadap ayah Kandi.
“Saya lihat papaku, dari situ kami lari sudah, saya tarik mamaku lari ke dapur, saya lihat lagi adikku yang kecil mau pergi mengambil papaku, saya ambil adikku, mamaku terlepas dan pergi mengambil papaku. Eh, mamaku di sana sudah ditangkap dan tangannya sudah diikat,” cerita Kandi.
Setelah melihat kejadian itu, Kandi dan tiga anaknya yang masih berusia balita lari melalui pintu dapur menuju hutan Dusun Lewonu, tembus di Dusun Tokelemo.
ADVERTISEMENT
“Kami minta tolong sama orang, memberitahukan kalau bapak dan mama saya, serta suami saya sudah dibunuh teroris,” ujar Kandi.
Dari cerita Kandi, ibunya sempat disandra sebanyak dua kali. Penyanderaan pertama, ibu Kandi sempat melepas ikatan dan lari menuju perbukitan. Namun dilihat beberapa orang dari kelompok penyerangan dan kemudian mengikat kembali tangan dan kaki ibu Kandi.
“Kalau ibu lari, saya mau tembak. Jadi mamaku bilang ini saya, tidak mau lari,” ujarnya meniru ucapan ibunya.
Tak hanya melakukan penganiayaan, kelompok bersenjata diduga DPO MIT Poso itu juga membakar beberapa rumah. Mereka juga tampak mencari tuan rumah dan beberapa pangan yang disimpan warga di dalam rumah.
“Mereka cari beras, pas mereka mau pergi, mamaku cerita minta dilepas ikatannya, karena mamaku tak akan lari ke mana. Makanya ada yang melepas dan bilang awas ibu pergi kemana-mana, kalau ibu pergi awas ibu hati-hati,” sebut Kandi menceritakan ancaman kelompok MIT yang sempat dia dengar.
ADVERTISEMENT
Kesaksian Kandi pun dibenarkan Kapolda Sulteng, Irjen Pol Abdul Rakhman Baso. Ia mengatakan, setelah mendengar keterangan saksi-saksi, terindikasi bahwa pelaku penyerangan dan penganiayaan adalah kelompok MIT Poso.
“Selain melakukan pengejaran, kita juga memberikan pengamanan ketat, bantuan dan trauma healing ke warga di Desa Lembantongoa,” katanya.
Sementara itu, pascapenyerangan dan penganiayaan di Dusun Lewono, sebanyak 13 KK yang tinggal berdekatan di daerah TKP mengungsi ke Desa Lembantongoa Induk dan Dusun Tokelemo.
“Jaraknya dari Dusun Lewono ke Dusun Tokelemo 4 Kilometer, dari Dusun Tokelemo ke Desa Lembantongoa Induk 4 Kilometer juga,” kata Kepala Desa Lembantongoa, Deki Basalulu.
Ia mengatakan, saat ini bantuan yang diberikan dari berbagai pihak sudah diserahkan kepada keluarga korban dan warga yang mengungsi.
ADVERTISEMENT
“Cuman yang penting dan dibutuhkan keluarga korban dan beberapa keluarga pengungsi adalah pakaian. Rumah mereka hangus terbakar dengan barang-barangnya, makanya tidak ada pakaian mereka,” ujarnya.