news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Donggala, Pengekspor Tuna Terbanyak

Konten Media Partner
9 September 2020 18:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tuna yang dihasilkan dari perairan wilayah laut di Kabupaten Donggala, Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Tuna yang dihasilkan dari perairan wilayah laut di Kabupaten Donggala, Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
ADVERTISEMENT
Launching perdana ekspor tuna telah dilaksanakan pada awal Juni 2020 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo bersama Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola, di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya menjadi kabar baik bagi sektor perikanan untuk Pemerintah Sulawesi Tengah sekaligus bagi nelayan di Kabupaten Donggala.
Berdasarkan data produksi Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PPIP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), hasil ikan di Pelabuan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala jarang mengecewakan.
Dari target yang diberikan pun PPI Donggala termasuk daerah dengan hasil perikanan yang selalu saja melebihi target yang diberikan. Itu artinya produksi ikan di wilayah perairan Kabupaten Donggala terbilang melimpah.
Data nilai produksi pada Bulan Februari 2020 saja mencapai Rp 4,149 miliar, sedangkan bulan berikutnya yakni Bulan Maret 2020 mencapai Rp 5,525 miliar.
Menurut Kepala UPT Pelabuhan Perikanan Wilayah I DKP Sulteng, Abdul Rasyid, nilai produksi ini membuktikan bahwa hasil tangkap nelayan di PPI Donggala cukup bagus dan didominasi ikan kualitas ekspor jenis tuna spesies Yellowfin Tuna.
ADVERTISEMENT
Kabupaten Donggala sebagai pusat pendaratan tuna ini sudah tiga kali mengekspor tuna ke Jepang.
Menurutnya, ada dua jenis nelayan di Kabupaten Donggala, yakni nelayan dengan menggunakan jaring atau alat tangkap dan nelayan yang menggunakan pancing tangan atau handline.
Sebanyak 3.000 lebih nelayan di Kabupaten Donggala sudah terdaftar di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulawesi Tengah. Jumlah tersebut yakni 70 kapal untuk nelayan yang menggunakan jaring atau alat tangkap dan 150 kapal untuk nelayan yang menggunakan pancing tangan.
“Satu kapal kurang lebih 18 orang untuk kapal nelayan menggunakan jaring dan alat tangkap, sedangkan kalau pancing tangan kurang lebih 8 nelayan untuk satu kapal,” ujarnya.
Tuna yang dihasilkan dari perairan wilayah laut di Kabupaten Donggala, Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Dijelaskannya, tuna yang dihasilkan di Kabupaten Donggala adalah tuna dari hasil pancing tangan. Rata-rata setiap bulan, tuna yang didaratkan di PPI Donggala mencapai 40 ton.
ADVERTISEMENT
“Rata-rata yang didaratkan di PPI Donggala adalah jenis ikan Tuna Tongkol Cakalang. 40 ton setiap bulan tapi kadang juga di bawah 40 ton,” kata Rasyid.
Selain ekspor ke Jepang, tuna dari Kabupaten Donggala juga dipasarkan ke luar pulau, antarprovinsi maupun lokal di Kota Palu.
Pasaran tuna ke Jepang dengan luar pulau atau antarprovinsi tentunya tidak sama. Jepang membutuhkan tuna dengan grade A dengan kebutuhan sashini atau makan mentah.
Untuk memenuhi pasar Jepang memang tidak mudah, permintaan Jepang inilah yang menjadi tantangan bagi DKP Sulteng untuk mempertahankan mutu tuna dan kualitas ekspor dari kapal pascatangkap hingga didaratkan di PPI Donggala.
“Kalau untuk antar provinsi, yah Sulawesi Barat, Makassar, Gorontalo, Bitung,” ujar Rasyid.
ADVERTISEMENT
Untuk memenuhi grade A plus dan grade A, DKP membuat sistem agar nelayan dapat menyesuaikan dengan permintaan pasar dari Jepang.
“Kalau sekarang tuna ada tapi kurang, yang mendominasi adalah cakalang. Makanya nelayan konsentrasi di cakalang,” ujarnya.
Selain memulai ekspor ke Jepang, DKP juga mendapat kuota untuk ekpor tuna ke negara Singapura dan Korea. Tuna yang diekspor adalah tuna dengan kualitas grade di bawah A.
Rasyid menuturkan, dokumen kepengurusan ekspor ke dua negara ini telah diusahakan selesai dalam waktu dekat ini.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulteng, Moh Arif Latjuba (kemeja batik) saat melihat langsung proses pengiriman ikan tuna segar Sulteng yang akan dikirim ke Jepang melalui Bandara Mutiara Sis Aljufri Palu, Sabtu (27/6). Foto: Istimewa
Grade A plus tetap ke Jepang, grade di bawah A pun akan tetap bisa diekspor untuk dua negara,” kata Rasyid.
Sebelum ekspor ke Jepang, tuna yang diperoleh nelayan dan didaratkan di PPI Donggala hanya bisa dipasarkan ke Makassar. Makassarlah yang meneruskan ekspor ke negara lain dalam hal ini Eropa.
ADVERTISEMENT
“Kalau sudah dari Makassar, yah namanya bukan Sulteng lagi tapi tuna dari Makassar,” ujarnya.
Untuk memaksimalkan ekspor, harus ada kapal yang disediakan untuk menampung tuna. Kapal itu berfungsi untuk membeli ikan nelayan langsung dari laut pascatangkap. Itu artinya nelayan tidak perlu lagi membawa hasil tangkap ke pelabuhan.
“Nelayan tangkap, kita beli dan langsung tangani selanjutnya disiapkan untuk ekspor langsung. Jadi cepat dan memenuhi pasar Jepang. Karena kalau menunggu nelayan lama, nelayan akan menunggu full kapan baru mendaratkan ikan ke PPI,” katanya.
Untuk harga ikan Tuna sendiri, Rasyid mengatakan satu kilogramnya dijual Rp 40 ribu untuk harga tertinggi atau grade A.
“Kalau turun yah paling harganya hanya Rp 20.000 sampai dengan Rp 25.000 per kilogram,” katanya.
ADVERTISEMENT
Kepala DKP Sulteng, Arif Latjuba mengatakan, ada beberapa hal yang harus diperbaiki untuk meningkatkan ekspor ke Jepang. Salah satunya adalah kesegaran ikan agar grade A tetap bisa dipertahankan.
Jepang saat ini masih menginginkan Sulawesi Tengah mengekspor tuna mengingat pasar Jepang untuk tuna masih kosong.
“Dari Palu grade A sampai ke Jepang grade B, kalau turun grade yah harga juga turun. Kita upayakan untuk tetap mempertahankan kualitas tuna yang diekspor,” ujar Arif.
PPI Donggala tempat pendaratan ikan tuna hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Donggala, Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso