Dugaan Penyerobotan Lahan, DPRD Morowali Upayakan Mediasi

Konten Media Partner
2 Maret 2021 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana rapat di ruang rapat Komisi III DPRD Kabupaten Morowali, dihadiri warga Desa One Pute Jaya, Bungku Timur dan pihak perusahaan, Senin (1/3). Foto: Intan/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Suasana rapat di ruang rapat Komisi III DPRD Kabupaten Morowali, dihadiri warga Desa One Pute Jaya, Bungku Timur dan pihak perusahaan, Senin (1/3). Foto: Intan/PaluPoso
ADVERTISEMENT
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, tetap mengupayakan agar dugaan tindakan penyerobotan lahan yang dilakukan salah satu perusahaan di wilayah itu, agar sebisanya diselesaikan melalui jalur mediasi.
ADVERTISEMENT
“Harapannya agar masalah ini selesai di mediasi. Karena kami lihat ada niat baik antara kedua belah pihak,” kata Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Morowali, Herdianto, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (2/3).
Niat baik maksudnya, antara perusahaan dan warga yang merasa lahannya diserobot, masing-masing sudah saling mengikhlaskan. Masyarakat sudah mengikhlaskan lahan mereka tetap dipakai, namun memberikan beberapa ketentuan.
“Sedangkan pihak perusahaan mungkin akan meminta agar harganya tidak senilai itu karena mereka sudah habis ratusan juta rupiah untuk membebaskan lahan sebelumnya,” ujar dia.
Herdianto juga berharap, hasil dari kompensasi yang disepakati tidak lagi merugikan pemilik lahan. Dalam arti kompensasi yang diberikan betul-betul jatuh kepada pemilik lahan.
“Mau dimana pun kesepakatannya apakah di sini atau di pengadilan tergantung kedua belah pihak. Lembaga ini cuma tempat mediasi dan investasi tetap jalan,” kata Herdianto.
ADVERTISEMENT
Dijelaskannya, saat mediasi, pihak perusahaan tidak terima disebut sebagai penyerobot lahan karena sebelum membuat lahan tersebut menjadi holling (jalan perusahaan), pihak perusahaan sudah menginformasikannya dengan pihak Pemerintah Desa. Sementara Pemdes saat pertemuan, membantah sudah menunjukkan lahan seperti yang pihak perusahaan klaim.
“Menurut Pemdes bukan lahan itu yang mereka sebut ke perusahaan. Sementara pihak perusahaan sudah membuat holling menuju jeti. Dan mereka sudah memberikan kompensasi kepada pemilik lahan,” jelasnya.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Morowali, Herdianto. Foto: Intan/PaluPoso
Namun, setelah jalan sudah selesai dan sudah digunakan perusahaan. Tiba-tiba masyarakat menuntut bahkan ke DPRD seperti yang dilakukan saat itu. Dengan alasan, lahan yang dijadikan holling tersebut bukan lahan masyarakat yang sudah diberikan kompensasi sebab lahan yang sudah diberikan kompensasi milik orang lain.
ADVERTISEMENT
“Masyarakat juga punya hak legalitas di situ. Saat pertemuan, salah satu warga memperlihatkan bukti sertifikat lahannya,” kata Herdianto.
Oleh karena itu, pihaknya mengambil langkah tahap selanjutnya meminta Pemerintah Daerah, yakni Kecamatan, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Morowali serta Transmigrasi, untuk mengecek holling yang dimaksud. Apakah lahannya sudah sesuai dengan titik koordinat dengan legalitas milik masyarakat.
“Supaya saat dalam rapat nanti dan terjadi kesepakatan, tidak lagi salah alamat,”kata dia.
Sementara itu ketika hal ini dikonfirmasi kembali ke warga Desa One Pute Jaya, Kecamatan Bungku Timur, Sigit, membeberkan kronologi bagaimana awalnya pemilik lahan mulai memprotes aktivitas pengerjaan holling di lahan mereka.
“Pemilik lahan yang sekarang, saat itu cuek karena merasa bukan lahannya yang dibayar oleh perusahaan,” kata Sigit.
ADVERTISEMENT
Setelah diketahui salah timbun, ternyata lahan milik mereka yang ditimbun, bukan lahan yang dibayar sebelumnya, maka warga melakukan tuntutan.
“Dulu sudah ditegur, tapi tetap dilanjutkan pengerjaannya,” katanya lagi.
Karena pemilik lahan melihat perusahaan tidak menggubris teguran warga, dan lahan tersebut sudah ditimbun bahkan sekarang sudah dipakai memuat ore oleh perusahaan, maka mau tidak mau warga harus menuntut.
“Intinya, ini penyerobotan lahan karena tanpa menyelesaikan terlebih dahulu. Dan lain yang dibayar, lain yang ditimbun. Itu masalahnya,” tandas Sigit. ** (Intan)