Hasanuddin Atjo: 3 Tantangan Utama Menuju Negara Berpendapatan Tinggi

Konten Media Partner
4 November 2019 7:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Bappeda Sulteng, DR. Ir. H. Hasanuddin Atjo, MP. Foto: Amar Burase/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Bappeda Sulteng, DR. Ir. H. Hasanuddin Atjo, MP. Foto: Amar Burase/PaluPoso
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia di tahun 2045 diprediksi menjadi negara dengan pendapatan tertinggi peringkat 5 dunia bila mampu memanfaatkan potensi sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya di 2050 diprediksi akan naik ke peringkat 4 dengan nilai produk domestik bruto (PDB) dua kali lipat tahun 2045, yaitu menjadi $ 10 triliun US.
"Sebagai pembanding di tahun 2017 PDB Indonesia tembus di angka $ 1 triliun US untuk pertama kali," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulawesi Tengah, Dr. Ir. H. Hasanuddin Atjo, MP, Senin (4/11).
Hanya saja kata Atjo, saat ini ada tiga tantangan utama yang sedang dihadapi Indonesia untuk mencapai negara dengan pendapatan tertinggi peringkat 4 dunia. Tantangan tersebut adalah persoalan tingkat kemiskinan, tingginya angka pengangguran, dan persoalan stabilitas harga.
"Masalah ini harus segera diselesaikan, karena akan menjadi salah satu modal dasar dalam rangka mewujudkan Indonesia hebat," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Atjo, dari ketiga persoalan tersebut setidaknya ada 4 sektor yang dapat menjadi eleminator yaitu, pengembangan industri agro, maritim, pariwisata dan vokasi yang semuanya berbasis industrialisasi. Sektor- sektor ini memerlukan investasi termasuk investor luar negeri untuk pengembangannya.
Hanya saja kata Atjo, investor saat ini belum banyak yang tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Penyebabnya, antara lain nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia termasuk tinggi di antara Negara ASEAN. Sebagaimana diketahui ICOR adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output.
Sebagai contoh nilai ICOR Indonesia pada poin 6,6 sedangkan Vietnam poin 4,4.
"Makna nilai ICOR adalah nilai rasio antara Investasi dan nilai tambah. Makin besar nilai ICOR maka nilai tambahnya makin kecil," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Atjo menjelaskan beberapa penyebab nilai ICOR Indonesia tergolong tinggi antara lain, karena harga lahan mahal, upah tenaga kerja relatif tinggi, produktifitas tenaga kerja rendah, perizinan panjang, lama dan mahal, serta bunga bank tinggi.
Tak heran kata Atjo, kalau Indonesia bukan tujuan utama investasi, bahkan sejumlah investor telah merelokasi pabriknya ke negara lain.
Karenanya Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-Mar’uf melahirkan 5 agenda prioritas, yaitu pengembangan SDM, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyerderhanaan birokrasi dan transformasi ekonomi.
Atjo menambahkan Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi di kawasan timur yang dipandang oleh sejumlah pengamat memiliki potensi lengkap untuk keluar dari isu utama nasional, yaitu kemiskinan, stabilitas harga dan ketersediaan lapangan kerja. Bahkan dinilai daerah ini mampu berkontribusi secara signifikan terhadap pencapaian target nasional itu bila terkelola dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Daerah ini memiliki potensi untuk pengembangan industri agro, maritim, pariwisata dan industri kreatif dan digitalisasi," kata Atjo.
Apalagi katanya, pindahnya Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur membuat Sulawesi Tengah semakin diuntungkan karena posisinya berhadapan langsung dengan Ibu Kota Negara dan hanya dipisah oleh Selat Makassar.
Kepala Bappeda Sulteng, DR. Ir. H. Hasanuddin Atjo, MP. Foto: Amar Burase/PaluPoso
Indonesia Hebat, Sulteng Hebat dan Skenarionya
Presiden-Wakil Presiden Terpilih Joko Widodo-Mar'ruf Amin memiliki visi panjang Mewujudkan Indonesia Hebat dengan Pendapatan Tinggi di tahun 2045.
Sebagaimana diketahui saat ini pendapatan perkapita masyarakat Indonesia baru sekitar Rp 57 juta per tahun dan Sulteng sekitar Rp 35 juta. Di tahun 2045 ditargetkan pendapatan akan mencapai Rp 285 juta rupiah per kapita per tahun.
"Tentunya kita semua berharap masyarakat Sulteng juga berada pada nilai seputaran itu," kata Hasanuddin Atjo.
ADVERTISEMENT
Saat ini kata mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng itu, kepala daerah hanya memiliki program kerja untuk 5 tahunan yang mengacu kepada visi panjang dan visi 5 tahunan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dalam hal ini pengembangan SDM, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi serta transformasi ekonomi.
Menurut Atjo, upaya meningkatkan pendapatan masyarakat sesuai harapan sangat ditentukan oleh figur kepala daerah yang terpilih. Kriteria kepala daerah itu harus adaptif, inovatif dan update dengan tuntutan perubahan era industri 4.0 dan Society 5.0.
Pilkada di tahun 2020 termasuk di Sulawesi Tengah tambahnya, merupakan kereta terakhir untuk menghasilkan figur yang adaptif, inovatif dan update sesuai harapan.
Kekeliruan dalam menentukan figur akan berpengaruh terhadap pencapaian pendapatan tinggi itu. Dan kesempatan itu tidak datang dua kali. Pemilik hak suara, partai pengusung dan lembaga penyelenggara menjadi pilar yang menentukan.
ADVERTISEMENT
"Saatnya jatuhkan pilihan kepada yang ada konteks dan kontent. Bacalah artikel yang ada judul dan isi agar bisa selaras dengan pusat," ujarnya.