Jalan Trans Sulawesi Diblokir Warga, Polisi Ancam Bubarkan Paksa

Konten Media Partner
28 Juni 2021 16:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ratusan warga dari Desa Toaya, Marana dan Kavaya melakukan unjuk rasa disertai pemblokiran jalan Trans Palu-Pantai Barat, Kabupaten Donggala, Sulteng, Senin (28/6). Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ratusan warga dari Desa Toaya, Marana dan Kavaya melakukan unjuk rasa disertai pemblokiran jalan Trans Palu-Pantai Barat, Kabupaten Donggala, Sulteng, Senin (28/6). Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Ratusan warga dari Desa Toaya, Marana dan Kavaya melakukan unjuk rasa disertai pemblokiran jalan Trans Palu-Pantai Barat di Desa Marana, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), Senin (28/6), sekitar pukul 8.00 WITA.
ADVERTISEMENT
Aksi dari sekelompok masyarakat dari tiga desa itu dipimpin oleh Lutfin, yang merupakan mantan Kepala Desa Marana dengan koordinator lapangan Taufik.
Aksi mereka dipicu ketidakpuasan atas kebijakan Bupati Donggala Kasman Lassa yang dinilai tidak memihak kepada masyarakat.
Koordinator lapangan Taufik dalam orasinya menyebutkan warga yang berasal dari tiga desa yang menggelar aksi unjuk rasa hari ini pada intinya menolak intervensi Bupati Donggala Kasman Lassa terhadap kucuran anggaran di desa tersebut, yang mengakibatkan tersendatnya realisasi program-program desa. Di antaranya, gaji aparat desa tidak pernah disalurkan sehingga mereka tidak pernah menerima gaji selama 11 bulan.
Sehingga, massa aksi meminta Pemerintah Daerah segera menurunkan Kasman Lassa dari jabatannya sebagai Bupati Donggala.
“Kami mengutuk Bupati Donggala Kasman Lassa untuk tidak menginjakkan kakinya di Desa Marana karena telah melakukan kezaliman yang sangat besar kepada masyarakat Desa Marana,” kata Taufik dalam orasinya.
Ratusan warga dari Desa Toaya, Marana dan Kavaya melakukan unjuk rasa disertai pemblokiran jalan Trans Palu-Pantai Barat, Kabupaten Donggala, Sulteng, Senin (28/6). Foto: Istimewa
Aksi unjuk rasa disertai pemblokiran jalan trans tersebut terus berlangsung beberapa jam, menyebabkan arus lalu lintas macet.
ADVERTISEMENT
Sehingga, pada pukul 12.00 WITA, personel Kodim 1306-12 dibawa pimpinan Peltu Tumiran bersama anggota Koramil 12 Sindue dan Polsek Sindue mencoba membubarkan massa aksi.
Upaya aparat untuk menghentikan pemblokiran jalan, menyebabkan konsentrasi massa karena mereka tidak mau dibubarkan.
Pada pukul 12.40 WITA, personel BKO Polda Sulteng tiba di tempat aksi untuk melakukan pengamanan, dilanjutkan pengarahan dan imbauan dari Wakapolres Donggala kepada massa aksi agar mereka membubarkan diri.
“Kegiatan yang bapak lakukan ini tempatnya tidak tepat karena menggunakan jalan umum sehingga mengganggu pengguna jalan atau orang banyak,” kata Wakapolres Donggala Kompol I Gede Suara.
Bahkan, Wakapolres Donggala sempat mengeluarkan deadline waktu jika dalam waktu 30 menit massa aksi tidak membubarkan diri, maka aparat kepolisian akan membubarkan secara paksa.
ADVERTISEMENT
Mendengar instruksi Wakapolres Donggala tersebut, maka Lutfin, selaku pimpinan aksi unjuk rasa meminta kepada massa aksi untuk membubarkan diri.
“Hari ini aksi kita hentikan untuk sementara waktu, apabila pejabat sementara Desa Marana tidak ditangkap, tidak menuntut kemungkinan kami akan melakukan aksi lagi,” kata Lutfin.
Usai mendengar pernyataan Lutfin, massa aksi kemudian membubarkan diri sekitar pukul 13. 00 WITA, lantas mereka pulang ke desa masing-masing.
Bupati Donggala Kasman Lassa yang dikonfirmasi, teleponnya terdengar nada aktif tapi tidak menjawab panggilan media ini. Begitu juga pesan singkat yang dikirim, hingga berita ini ditayangkan belum memberi jawaban.
Ratusan warga dari Desa Toaya, Marana dan Kavaya melakukan unjuk rasa disertai pemblokiran jalan Trans Palu-Pantai Barat, Kabupaten Donggala, Sulteng, Senin (28/6). Foto: Istimewa