Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Morowali Meningkat saat Pandemi

Konten Media Partner
11 Maret 2021 16:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Terhitung sejak tahun 2020, angka tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
“Yang pasti di masa pandemi ini, angka kekerasan perempuan dan anak meningkat dari tahun sebelumnya yang pernah kami tangani,” kata Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P3A) Dinas Pemberdayaan Peremuan dan Anak Kabupaten Morowali, Samsidar, Kamis (11/3).
Di tahun 2019 saja, sebelum masa pandemi, kekerasan terhadap perempuan dan anak hanya terjadi 4 kasus. Hal itu hampir sama terjadi dengan tahun-tahun sebelumnya.
“Namun mungkin karena di masa pandemi ini, intensitas pertemuan suami istri lebih sering di rumah. Yang tadinya bekerja di kantor sekarang lebih banyak di rumah. Mungkin semua itu mempengaruhi,” ujar dia.
Sementara itu, Staf P3A Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Morowali, Saras menambahkan sebagai pihak yang terlibat langsung menangani kekerasan perempuan dan anak, rata-rata kekerasan yang dialami berupa psikis, fisik dan seksual.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau kekerasan yang dialami perempuan yang saya tangani tidak hanya fisik tapi juga psikis,” ujarnya.
Ilustrasi kekerasan pada anak. Foto: Shutterstock
Kekerasan psikis yang banyak terjadi seperti kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga. Menurut Saras, perempuan yang datang ke dia pada umumnya merasakan sakit hati karena pasangannya punya wanita lain.
“Dan itu sebenarnya juga kekerasan. Hal itu tidak bisa dibiarkan karena efeknya akan berakibat buruk pada si perempuan ini. Sehingga kami harus turun menanganinya” jelas dia.
Sedangkan kasus kekerasan terhadap anak lebih banyak menyangkut kekerasan seksual. Rata-rata kekerasan seksual tersebut dialami anak remaja setara usia siswa Sekolah Menengah Pertama. Dan yang paling muda umur empat tahun.
“Ini yang paling miris kekerasan seksual dialami anak empat tahun. Pelaku adalah om korban sendiri dan saat ini sudah dipenjara,” katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk tahun 2021 terhitung hingga bulan Maret, sudah ada tiga kasus yang mereka tangani.
”Ini saja masih bulan Maret sudah 3 kasus. Mungkin ini bisa jadi akan bertambah,” tutup Saras.