Kisah Buruh Bangunan Merawat Paramita yang Lumpuh di Palu

Konten Media Partner
30 Juni 2020 8:31 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paramita (tengah), salah seorang ibu rumah tangga di Palu yang lumpuh setelah kedua kaki dan tangan kirinya ditimpa bangunan pada peristiwa gempa 28 September 2018 lalu. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Paramita (tengah), salah seorang ibu rumah tangga di Palu yang lumpuh setelah kedua kaki dan tangan kirinya ditimpa bangunan pada peristiwa gempa 28 September 2018 lalu. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wajahnya pucat, tampak lesu dan tak bersemangat, duduk diam di kursi roda depan kediamannya. Nampak ditemani seorang pria bertopi mengenakan kaos hitam berdiri di sebelah wanita itu sambil mengatur-atur sarung yang menutupi kaki wanita itu.
ADVERTISEMENT
Sesekali laki-laki itu menengok perempuan tersebut dan mengusap-usap kakinya yang sepertinya sulit digerakkan.
Sore itu tampak laki-laki itu menunjukkan perhatiannya kepada wanita yang adalah istrinya.
Ketika kaki dan tangan tak bisa lagi diandalkan, hidup pun rasanya tidak lagi berguna. Diam dan tidak bisa berbuat apa-apa, gerak pun sangat terbatas. Itulah yang dirasakan Paramita (29), salah seorang ibu rumah tangga yang menjadi korban gempa pada 28 September 2018 lalu.
Ibu dua anak ini harus menerima nasibnya yang kini hanya bisa duduk di kursi roda tanpa melakukan aktivitas lebih banyak lagi.
Sudah hampir dua tahun Paramita tidak lagi menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Pasalnya, ia dinyatakan lumpuh setelah kedua kaki dan tangan kirinya ditimpa bangunan pada peristiwa gempa lalu.
ADVERTISEMENT
Paramita sempat menjalani operasi di Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa hari setelah kejadian 28 September 2018.
“Ada tentara datang liat saya mengungsi di gunung dan saya dibawa berobat ke Makassar,” cerita Paramita.
Setelah 6 bulan berada di Makassar, Paramita akhirnya pulang ke Palu bersama keluarganya. Sayangnya keadaan memang berubah drastis, tak ada lagi rumah dan barang-barang yang bisa diandalkan. Rumah yang ia dan keluarganya tinggali di BTN Puskud, Kelurahan Palupi, Kecamatan Tatanga, Kota Palu, kini sudah tidak bisa ditinggali lagi.
Setelah tiba di Palu, Paramita dan sang suami Abdul Gafur (32) dan dua anaknya harus mencari kontrakan.
“Hidup waktu itu benar-benar mulai dari nol karena tidak ada tempat tinggal lagi,” ucapnya.
Paramita (tengah), salah seorang ibu rumah tangga di Palu yang lumpuh setelah kedua kaki dan tangan kirinya ditimpa bangunan pada peristiwa gempa 28 September 2018 lalu. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Hingga kini, Paramita bersama suaminya dan kedua anaknya tinggal di indekost Jalan Sungai Manonda, Lorong Syukur yang disewakan Rp500 ribu perbulan.
ADVERTISEMENT
Nyatanya pekerjaan suami yang hanya buruh bangunan itu tidak mampu menyangga kehidupannya yang sedang sakit. Apalagi ada dua orang buah hatinya yang masih mengharapkan asupan gizi yang cukup.
“Anak saya umur 7 tahun yang kakak dan umur 6 tahun yang adik, di rumah saya ditemani mereka kalau suami saya pergi kerja. Soal makan, adik saya yang antar makanan,” kata Paramita.
Hidup seakan terseret-seret, antara mau melanjutkan kehidupan dengan menatap kondisi yang tak lagi bisa diandalkan untuk membantu pendapatan rumah tangga.
Namun Paramita bersyukur punya pendamping hidup yang sabar dan setia mengurusnya hingga sekarang.
Tak pernah ada kata mengeluh yang diucapkan sang suami meskipun dalam keadaan sekarat. “Suamiku yang urus saya setiap hari,” kata Paramita.
ADVERTISEMENT
Sebelum berangkat kerja, Gafur sapaan akrab suaminya itu akan memandikan istrinya, kemudian dilanjutkan dengan memberi makan. Jam istrahat pun, Gafur akan kembali ke rumah untuk memberi makan istrinya dan ke dua anaknya.
“Setiap hari begitu, suami saya pasti pulang pas makan siang. Kami makan bersama baru dia berangkat kerja lagi,” ucap Paramita.
Lagi-lagi Paramita bersyukur karena kedua buah hatinya bisa mengerti keadaanya dan justeru lebih mandiri. Selama pandemi COVID-19 ini anaknya pun menemainya di rumah sambil menunggu sang ayah pulang.
Kesetiaan suami membuat semangat bagi Paramita yang sering dilanda sedih jika melihat kondisi kesehatannya.
“Dari pinggang sampai ke kaki sudah mati rasa makanya hanya bisa mengandalkan suami untuk baring, kalau buang air sampai sekarang saya pakai popok,” cerita Paramita soal keadaannya.
Paramita (tengah), salah seorang ibu rumah tangga di Palu yang lumpuh setelah kedua kaki dan tangan kirinya ditimpa bangunan pada peristiwa gempa 28 September 2018 lalu. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Menjadi keluh bagi Gafur jika ingin membawa sang istri untuk berobat ke rumah sakit. Pasalnya sampai ke rumah sakit, Gafur akan dimintai berbagai kelengkapan surat pendukung, namun untuk mengurusinya Gafur mengaku tidak tau dan kesulitan karena tidak punya kendaraan pribadi.
ADVERTISEMENT
“Ke rumah sakit naik grab karena istri tidak bisa kalau motor, nah kalau mau urus surat lainnya yang diminta rumah sakit saya harus sewa grab lagi sementara uang pas-pasan. Makanya saya sekarang belum bisa bawa istri lagi karena kesulitan tidak ada kendaraan pribadi,” ujar Gafur.
Selain mengurus istri, pikiran Gafur pun terbagi ketika harus membayar uang kost setiap bulan.
Sampai sekarang keluarganya tidak pernah tersentuh bantuan dari pemerintah. Gafur pun pernah mengurus bantuan, namun sayang, hingga sekarang bantuan yang diharapkan tak kunjung datang.
Pandemi COVID-19 ini memang menambah pendapatan Gafur menjadi tipis. Hampir dua bulan Gafur tidak bekerja dan dua bulan juga Gafur menunggak pembayaran kost karena tidak punya uang.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada panggilan kerja, untung saja waktu itu ada yang panggil bantu cat rumah jadi dikasih Rp100 ribu, yah buat makanlah,” cerita Gafur.
Berdomisili sebagai warga Kota Palu dan tercatat sebagai korban bencana gempa pada 28 September 2018 lalu, lantas tidak menjadi jaminan untuk menerima bantuan. Jangankan sembako, hunian sementara pun tak diberikan kepada keluarga Gafur.
“Ini tunggu bantuan huntapnya kakak di Duyu, katanya nanti dipinjamkan kalau memang sudah jadi. Kan kalau sudah ada rumah yah meringankanlah sedikit beban pengeluaran kami,” kata Gafur.
Gafur tak mau berharap lebih, baginya cukuplah lelahnya mengurus prosedur untuk menerima bantuan yang kini tak nampak dan tak dirasakan keluarganya.
Gafur pun berharap istrinya bisa sembuh agar bisa membantunya membesarkan kedua buah hatinya yang sebentar lagi akan duduk dibangku sekolah dasar.
ADVERTISEMENT
“Kalau ada syukur, kalaupun tidak ada yah syukur juga. Mau diapakan lagi, kami menunggu informasi tempat tinggal dari kakak saja dulu,” ucap Gafur.