Kisah Ruwaidah, Putranya Terkubur Likuefaksi, Suaminya Kabur

Konten Media Partner
20 April 2019 11:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ruwaidah (50), korban selamat bencana likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Foto: Dok. PaluPoso/Firman
Ruwaidah (50) merupakan warga Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah, yang berjuang dari ganasnya bencana alam pada 28 September silam, namun putranya bernama Hariyanto (16) tewas ditelan likuefaksi.
ADVERTISEMENT
Sekelumit penggalan kisah perjuangan wanita paruh baya ini bisa lolos dari likuefaksi diungkapkannya kepada wartawan PaluPoso.
Ditemui di tendanya di shelter Sport Center Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Sabtu (20/4), Ruwaidah menuturkan kisahnya. Sore menjelang senja itu, ia masih membersihkan diri dalam kamar mandi rumahnya, Jalan Kenanga Perunmas Balaroa. Sementara putera sulungnya, Hariyanto, yang duduk dibangku kelas I pada salah satu sekolah menengah atas kota Palu, berada di masjid di seputaran kompleks Perumnas Balaroa. Sementara dua putri kembarnya, Fitria dan Fatria (14) siswi Madrasah Tsanawiyah kelas I, berada di dalam kios yang berada di depan rumahnya. Suaminya Muhtar (47) sedang di ruang beranda.
Pada guncangan pertama gempa bumi, ia masih sempat keluar dari kamar mandi menyambar handuk dan segera mengenakannya. Namun saat guncangan kedua yang begitu keras, ia merasakan rumahnya seakan terperosok ke dalam tanah.
ADVERTISEMENT
"Saat guncangan pertama, saya masih sempat keluar dari kamar mandi dan mengenakan handuk. Begitu gempa yang kedua, saya merasakan rumah amblas ke dalam tanah, " ujarnya mengenang.
Melihat hal itu, ia berusaha keluar dari rumahnya yang mulai dimasuki material lumpur. Namun karena kepanikan yang melandanya, dia hanya berputar-putar saja di dalam dapur rumahnya.
Beruntung saat itu suaminya yang berada di beranda rumah dengan sigap menenangkannya. Sementara saat itu, material lumpur bercampu air semakin banyak menggenangi rumahnya.
Dengan menggunakan besi dan peralatan seadanya, Ruwaidah dan suaminya berusaha menjebol plafon dan atap rumahnya agar bisa segera keluar dari lumpur yang semakin deras menggenangi kediamannya.
Setelah berhasil menjebol atap rumahnya, dia beserta suaminya melompat turun ke tanah. Tapi apa yang terjadi, sungguh diluar dugaannya. Tanah yang dipijaknya bergerak dan membelah menelan Ruwaidah.
ADVERTISEMENT
"Waktu saya dan suami berusaha mencari jalan untuk menyelamatkan diri, dari atas atap yang mulai bergerak, saya menyuruh suamiku untuk pergi menyelamatkan anak kami. Ketika kami berpisah saat turun dari atap, tanah yang saya injak itu bergerak dan terbelah. Saya terperosok ke dalamnya. Untunglah suamiku kembali menarik tubuhku dan membawaku kembali naik ke atas atap rumah," katanya.
Suasana di shelter Sport Center Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, tempat Ruwaidah mengungsi. Foto: Dok.PaluPoso/Firman
Setelah beberapa saat berpindah dari atap ke atap rumah yang bergerak, Ruwaidah kembali berpikiran untuk mengajak kembali suaminya segera mencari ketiga orang anaknya. Namun karena kondisi tanah yang bergerak, dengan sendirinya membuat niatnya diurungkan.
Belum lagi kobaran sang jago merah yang melalap beberapa rumah di sekitar tempat ia menghindar dari tanah bergerak, semakin menciutkan nyalinya untuk turun ke tanah.
ADVERTISEMENT
Dengan cahaya api yang berasal dari kebakaran di lokasi tersebut, Ruwaidah dan suaminya kembali berusaha mencari jalan untuk selamat dari bencana alam di senja itu.
Kurang lebih dua jam kemudian, dia beserta suaminya berhasil selamat dengan melompat dari atap ke atap lainnya, lalu berkumpul bersama masyarakat Kelurahan Balaroa yang berhasil selamat.
Bersama masyarakat yang berhasil selamat, suami Ruwaidah berbekal penerangan seadanya kembali mencari ketiga anaknya. Namun setelah beberapa jam dalam pencarian, belum juga ditemukan ketiga anaknya itu.
Disaat ia merasa putus asa karena ketiga anaknya itu belum juga ditemukan, Ruwaidah dikejutkan oleh pengakuan tetangganya bahwa dua orang putri kembarnya berhasil selamat. Kini berada di lokasi mereka berkumpul.
Bagai diguyur air kehidupan, Ruwaidah menuturkan badannya saat itu yang seolah-olah sudah tidak bertenaga lagi akibat kelelahan dan trauma, kembali bangkit dan besemangat. Tanpa menunggu lama, dia berjalan sambil berteriak memanggil anaknya. Alhasil, tidak beberapa lama teriakannya didengar oleh kedua putrinya itu.
ADVERTISEMENT
Sambi memeluk kedua putri kembarnya, Ruwaidah mengatakan sangat terharu dan mengucap syukur kepada sang pencipta atas keselamatan yang telah diberikan kepada kedua buah hatinya itu. Namun putera sulungnya, hingga saat ini tidak pernah ditemukan jasadnya. "Sampai hari ini jasad Hariyanto tidak ditemukan, likuefaksi telah menelan anak saya," ujarnya sedih.
Ruwaidah kembali menuturkan dirinya bersama dua orang putri kembarnya, kini harus tinggal di tenda pengungsian serta hanya berharap kepada bantuan pemerintah maupun pihak swasta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena suami tercintanya telah meninggalkan mereka beberapa bulan lalu tanpa ada kabar beritanya hingga saat ini.
"Usia suami saya itu masih berada dibawah umurku, saya hanya pasrah saja, semoga suatu saat dia kembali kepada kami," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Penulis: Firman (Kontributor)