Kisah Syawaludin yang Gugur Usai Mengabdi demi Pesta Demokrasi

Konten Media Partner
23 April 2019 17:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Syawaludin Umar (almarhum), anggota KPPS  Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Syawaludin Umar (almarhum), anggota KPPS Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Syawaludin Umar (55), salah seorang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 41 Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah, meninggal dunia akibat kelelahan usai menjalani tugasnya. Ia hanya satu dari sekian banyak korban meninggal dalam perhelatan pesta demokrasi 17 April 2019.
ADVERTISEMENT
Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), semasa hidupnya, almarhum mengajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Palu. Suami dari perempuan bernama Melati (50) itu juga dikenal sebagai seorang guru Bahasa Inggris yang low profile dan ramah terhadap anak muridnya.
PaluPoso bertandang ke rumah duka almarhum di Jalan Asam 2 Lorong 3 Nomor 37 G, Kelurahaan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Selasa (23/4). Di mata keluarganya, Syawaludin dikenal sebagai sosok pekerja keras dan berdedikasi penuh tanggung jawab kepada keluarganya. Putra sulung almarhum yang telah berkeluarga, Fadil (27), membenarkan hal itu.
"Almarhum ayah saya itu orangnya kuat kerja, beliau tidak pernah mengeluh dengan penyakitnya. Dia punya riwayat penyakit jantung. Sudah empat kali pernah kena serangan jantung. Terakhir hasil diagnosa dari dokter, ada pembengkakan pada jantungnya," ujarnya kepada PaluPoso.
ADVERTISEMENT
Ia menceritakan, pada hari pencoblosan, almarhum berangkat dari rumah menuju ke lokasi TPS sebagai anggota KPPS sejak Rabu pagi (17/4). Kamis dini hari (18/4), tepatnya pukul 02.30, penghitungan suara di tingkat KPPS baru selesai dilaksanakan. Paginya, almarhum lanjut berangkat kerja seperti biasa, guna melaksanakan tanggung jawabnya mengajar di sekolah.
Pada Minggu pagi (21/4), Fadil mengatakan, ia dan adiknya sedang melakukan pengecoran lantai halaman rumah mereka. Saat itu, almarhum sedang melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, yaitu membuat kandang ayam.
"Kami sudah menyarankan agar ayah istirahat saja. Namun beliau tidak suka menunda-nunda pekerjaannya," katanya.
Saat Minggu malam, kata Fadil, ayahnya masih sempat bercanda bersama keluarganya sambil menonton siaran televisi.
"Sebelumnya saya melihat ayah menekan ulu hatinya dan meringis sembari memegang tenggorokanya, tapi dia tidak mengutarakanya kepada kami semua," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pada Senin (22/4), lanjut Fadil, ia dibangunkan oleh ibunya sekitar pukul 02.15, yang mengabarkan kalau ayahnya dalam keadaan sakit. Beberapa jam sebelumnya, sang ayah telah beberapa kali mengalami diare, sakit maag, serta sakit tenggorokan.
Dengan perasaan yang tak menentu, Fadil menghampiri ayahnya yang terbaring lemas di kamarnya.
"Saya sangat syok melihat keadaan ayah yang tak berdaya. Dia masih sempat mengucapkan permohonan maafnya kepada kami bila ada perbuatannya yang salah semasa hidupnya," ujarnya.
Melihat kondisi ayahnya yang semakin kritis, Fadil mengaku melakukan upaya emergency seperti pada seseorang yang terkena stroke. Ia menusukkan jarum di jari kaki ayahnya untuk mengeluarkan darah. Namun tidak setetes pun darah keluar dari luka tusukan jarum tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami berusaha untuk membawanya ke rumah sakit (RS). Tapi almarhum meminta untuk tetap di rumah. Setelah tarikan nafas terakhir ayah saya, kami membawanya ke RS. Namun dokter memastikan bahwa ayah saya telah meninggal dunia. Hari Senin ba'da asar Almarhum telah disemayamkan di pekuburan umum Pogego,"ujarnya.
Di tempat yang sama, salah seorang keponakan almarhum, Rahman (48), mengaku bahwa almarhum pada masa hidupnya adalah sosok pekerja keras dan ramah kepada siapa pun.
"Paman saya itu orangnya tertutup dengan penyakitnya. Dia jarang mengeluh bila merasa kurang sehat. Namun pribadinya ramah kepada siapa saja. Akibat kelelahan dalam masa Pemilu, ditambah lagi kegiatan mengajarnya, sehingga penyakit jantungnya kambuh. Allah telah memanggilnya. Keluarga telah kehilangan sosok pekerja keras dan santun, " katanya.
ADVERTISEMENT
Penulis: Firman (Kontributor)
Ilustrasi Pemilu. Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan