Kisah Tahir, Komisioner KPU Parigi Moutong yang Diberhentikan

Konten Media Partner
25 Juni 2020 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tahir, anggota Komisioner KPU Parimo saat mengikuti sidang pemeriksaan KEPP di Kantor Bawaslu Sulawesi Tengah, Selasa, (11/2). Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Tahir, anggota Komisioner KPU Parimo saat mengikuti sidang pemeriksaan KEPP di Kantor Bawaslu Sulawesi Tengah, Selasa, (11/2). Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
ADVERTISEMENT
Dalam ruangan yang penuh suara bising anak-anak, Tahir, Komisioner Pemilihan Umum (KPU), Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), tengah serius berbincang-bincang dengan kami usai menghadiri pelantikan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Parmout di bulan Februari 2020.
ADVERTISEMENT
Suara anak-anak nampak mengganggu, membuat percakapan kami sedikit terganggu. Tiba-tiba saya mengambil inisiatif untuk menyuruh anakku berhenti teriak.
"Maaf kanda, maklum anak-anak," ucapku padanya dengan wajah sedikit mengeluh.
"Tidak apa-apa dek. Nanti kalau mereka besar. Kamu akan rindu masa anak-anak mereka," ujar Tahir.
Awalnya saya tidak mengerti ucapannya itu. Pikirku hanyalah basa-basi biasa. Lalu tanpa disangka, ia segera menceritakan pengalaman pahitnya yang siapa pun mungkin tidak sanggup mengalami cobaan itu.
"Saya sampai sekarang rindu dengan anakku. Tapi mereka sekarang sudah tidak ada," kata Tahir memulai suatu pembicaraan yang cukup emosional.
"Dua anak-anakku. Meninggal dibawa air. Tsunami dek di Palu," cerita Tahir dengan seluruh ketegarannya.
Segera saya terperanjat mendengar ceritanya barusan. Bukan main, dua sekaligus. Rupanya pria sukses di hadapanku ini pernah mendapat cobaan yang cukup berat.
ADVERTISEMENT
Dengan mata yang sebentar-sebentar menatap langit-langit ruang tamu dan sedikit melamun itu, ia pun kembali mengenang kejadian 28 September 2018.
"Saya ini korban Tsunami Palu juga dek. Waktu kejadian kebetulan saya lewat di pantai dengan dua anakku. Saya dengar ada acara (Palu Nomoni)," kenangnya.
Saat kejadian, ia belum menjadi Komisioner seperti sekarang ini. Tahir saat itu tak lain masih sebagai rakyat biasa. Tidak ada pekerjaan tetap. Untuk menghidupi keluarganya, ia menjadi penyalur bahan-bahan pokok dari kios ke kios berbekal mobil pick up yang dibelinya dengan susah payah.
"Nah saat mobil saya masuk ke pantai itu, tiba-tiba gempa. Dan saya tidak lihat ada air menuju kami," kenangnya kembali.
Maka, terhempaslah Tahir walau bersama anak-anaknya. Nanti setelah kejadian, ia akhirnya mendapati kedua anaknya sudah tidak bernyawa.
ADVERTISEMENT
Selama itu, mendengar ceritanya saya terus terdiam. Ikut larut dalam ceritanya. Sedih dan terharu. Tidak bisa membayangkan jika dalam posisinya.
"Makannya saya bilang sama kau. Jangan mengeluh kalau anakmu ribut. Suatu saat kamu akan rindu dengan keributan ini. Dan syukurilah hari ini," tuturnya kembali.
Tahir, Komisioner KPU Parigi Moutong yang diberhentikan dari jabatannya. Foto: Istimewa
Ia mengakui di masa-masa saat kedua anaknya sudah pergi mendahuluinya, ia terus teringat akan masa kecil kedua anak-anaknya. Tidak ada yang paling berkesan dari masa itu. Bila rindu datang, ia hanya bisa terkenang-kenang masa-masa kecil anak-anaknya yang sulit diatur itu.
Rupanya, setelah mendapat cobaan berat, cobaan datang lagi. Kini seluruh mata pencaharian Tahir terbawa oleh Tsunami. Bagaimanapun sebagai kepala keluarga ia merasa perlu tetap bangkit dan menafkahi keluarganya yang masih tersisa.
ADVERTISEMENT
"Saya lalu dengar ada seleksi KPU Parimo. Saya beranikan diri untuk mendaftar, meskipun saya sadar peluang lolos sangat kecil. Tapi hari itu saya tidak punya pilihan. Saya pikir, kalau saya mendaftar kemungkinan besar lolosnya sangat sedikit, tetapi kalau saya tidak mendaftar, peluang lolos itu hilang begitu saja," tukas Tahir.
Kini Tahir tidak akan lagi menjabat sebagai Komisioner KPU Parimo seperti dulu. Hal tersebut berdasarkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), pada Rabu, 24 Juni 2020, pukul 13:30 WIB, sebagaimana dikutip dari laman resmi Humas DKPP.
Dalam perkara aduan 09-P/L-DKPP/I/2020 yang diadukan Abdul Majid dan dari hasil pemeriksaan perkara, Tahir terbukti telah melanggar prinsip mandiri karena terlibat dalam kepengurusan partai politik sebagai Wakil Ketua V DPC Partai Demokrat Parigi Moutong periode 2016-2021.
ADVERTISEMENT
Hal itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf i yang menyebutkan bahwa seorang yang mendaftar sebagai penyelenggara pemilu harus mundur dari partai politik sekurang-kurangnya lima tahun.
Teradu juga diduga bersikap tidak jujur pada tahapan seleksi Anggota KPU Kabupaten Parigi Moutong 2019-2020, dengan memberi keterangan tidak benar terkait persyaratan mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik sekurang-kurangnya lima tahun pada saat mendaftar sebagai calon penyelenggara Pemilu.
Mendengar kabar diberhentikannya Tahir, rasanya menjadi terkenang kembali dengan ceritanya yang dulu dan dilanjutkan dengan nasibnya hari ini.
Sementara itu, saat dihubungi Tahir sedang dalam perjalanan menuju rumah. Ia mengaku lega dengan hasil putusan tersebut sekalipun masih ada pihak-pihak yang masih meragukannya.
ADVERTISEMENT
"Saya menerima hasil putusan itu. Dan tadi malam saya ada di kantor sudah beres-beres ambil barang-barang pribadi juga bersalam-salaman dengan pegawai yang hadir," katanya, Kamis (25/6).
Dengan segala cobaan yang menimpanya terdahulu, Tahir merasa yakin, ia cukup kuat menerima cobaan yang barusan lagi diterimanya ini.
"Saya sudah melalui cobaan yang lebih dari sebelumnya. Sehingga saya cukup kuat menerima semua ini. Saya anggap ini harus dijadikan pelajaran buat saya dan kita semua ke depan," ucapnya.
Tahir juga merasa berterimakasih bahwa akhirnya persoalannya tersebut sudah mencapai putusan, sebab dengan begitu tidak ada lagi oknum-oknum yang bisa memanfaatkan persoalan tersebut.
"Sisi lain dari putusan ini saya bisa berkumpul dengan keluarga karena selama di penyelenggara saya jarang ketemu keluarga," ujar Tahir.
ADVERTISEMENT