Komnas HAM Nilai Kriminalisasi Pers di Sulawesi Tengah Memprihatinkan

Konten Media Partner
18 Juli 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Perwakilan Sulteng, Dedy Askari. Foto: Dok.PaluPoso
Maraknya kasus kriminalisasi terhadap Pers belakangan ini menjadi sesuatu hal yang sangat memprihatinkan dan sudah tentu menghambat kehidupan demokrasi di negeri ini, termasuk di Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Perwakilan Sulteng, Dedy Askari, menyikapi dua kasus sengketa Pers yang menjerat dua media dan wartawan di wilayah Sulawesi Tengah, Kamis (18/7).
Menurut Dedy Askari, terkait hal tersebut sesungguhnya dapat dikategorikan sebuah pelanggaran terhadap hak atas penyampaian informasi yang baik dan benar terhadap satu peristiwa ke khalayak luas oleh Pers dan pekerja Pers itu sendiri. Apalagi jika kasus-kasus kriminalisasi itu kemudian diikuti dengan kekerasan fisik, maka itu bukan lagi sekadar masalah hukum.
"Kekerasan terhadap Pers, bukan hanya masalah hukum tapi juga merupakan sebuah pelanggaran HAM serius, mengingat dalam menjalankan profesinya, Pers mendapat jaminan keamanan dan keselamatan," ujarnya.
Dedy menegaskan, kriminalisasi Pers terjadi lantaran kurang dipahaminya penggunaan hukum terhadap pers. "Sengketa atau keberatan terhadap karya jurnalistik seharusnya diselesaikan menggunakan mekanisme hak jawab, hak koreksi, dan pengaduan kepada organisasi jurnalis atau Dewan Pers," katanya.
ADVERTISEMENT
Namun lanjut Dedy, dalam banyak peristiwa yang terjadi, termasuk kriminalisasi terhadap Pers di Sulteng, hal tersebut tidak dilakukan. Pihak bersengketa justru melakukan pelaporan ke Polisi dengan menggunakan pasal pencemaran nama baik atau fitnah yang ada dalam KUHP, yang pada akhirnya berujung pada pemenjaraan atau hukuman badan terhadap Jurnalis.
"Padahal dengan UU Pers, kasus-kasus ini bukan kasus kriminal. Jika jurnalis bersalah, hukumannya paling berat adalah denda kepada jurnalis atau institusinya," ucapnya.
Berikut beberapa kasus kriminalisasi terhadap Junalis:
1). Kriminalisasi The Jakarta Post; Pada 3 Juli 2014, Koran harian The Jakarta Post menampilkan karikatur mengenai ISIS.
2). Kriminalisasi Kontributor Metro TV; Kontributor Metro TV Makassar Upi Asmaradhana, dilaporkan ke Polisi oleh Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) Sisno Adiwinoto. Upi dijadikan tersangka dengan tuduhan pencemaran nama baik dan digugat sebesar Rp 10 miliar.
ADVERTISEMENT
3). Kriminalisasi Tujuh Media; Raymond Teddy, seorang tersangka kasus perjudian, menggugat secara perdata pemberitaan tujuh media, yaitu harian Seputar Indonesia, RCTI, Suara Pembaruan, Kompas, Detik.com, Republika, dan Warta Kota.
4). Kriminalisasi Radar Yogyakarta; Pada 9 Desember 2007, mantan Pemimpin Umum Radar Yogyakarta Risang Bima Wijaya, ditangkap paksa oleh aparat kepolisian.
5). Kriminalisasi Tempo; Pada 16 September 2004, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Bambang Harymurti, dengan hukuman satu tahun penjara.
6). Kriminalisasi Playboy Indonesia; Pada 29 Juni 2006, Polisi menetapkan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy IndonesiaErwin Arnada, sebagai tersangka terkait kasus pornografi.
Sementara di Sulteng Kriminalisasi Pers:
1). Di Kota Palu, Redaktur harian Nuansa Pos dilaporkan pencemaran nama baik di Polda Sulteng.
ADVERTISEMENT
2). Di Kabupaten Buol, ada jurnalis yang diancam seorang Sekcam terkait pemberitaan.
3). Di Kabupaten Parigi Moutong, Pimpinan Redaksi Media Online Koran Indigo, jadi tersangka karena pemberitaan terkait kinerja rumah sakit.
4). Di Kota Palu, Koran harian Nuansa Pos dilaporkan ke Polda Sulteng oleh Bupati Poso terkait pemberitaan.