Melihat Benteng Tsunami di Donggala, Sulawesi Tengah

Konten Media Partner
14 Maret 2019 19:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para Kelompok Tani Hutan (KTH) Gonenggati saat berswafoto di lokasi Mangrove di Kelurahan Kabonga Besar, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Para Kelompok Tani Hutan (KTH) Gonenggati saat berswafoto di lokasi Mangrove di Kelurahan Kabonga Besar, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Tanaman pohon Mangrove penting dilestarikan untuk membentengi kawasan permukiman penduduk di pesisir pantai dari terjangan gelombang tsunami.
ADVERTISEMENT
Menjadikan mangrove sebagai benteng tsunami, belajar dari peristiwa tsunami 28 September 2018 lalu. Sebagaimana diketahui, satu-satunya wilayah di kawasan pesisir pantai Teluk Palu yang selamat dari terjangan tsunami adalah Kelurahan Kabonga Besar yang terletak di Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.
“Bekerja sama untuk menjadikan mangrove tanaman mitigasi bencana yang sudah terbukti membendung tsunami,” kata Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Gonenggati, Yuryanto ditemui di kawasan Mangrove, Kelurahan Kabonga Besar, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Kamis (14/3).
Suasana Kegiatan Kelompok Tani Hutan (KTH) Gonenggati, di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Foto: Istimewa
Keadaan hutan mangrove yang ada di Kelurahan Kabonga Besar itu juga menjadi objek wisata bagi sejumlah warga Donggala dan sekitarnya, sehingga perlu dilestarikan selain menjadi benteng tsunami.
Yuryanto mengatakan, ke depan, benteng tsunami dari pelestarian mangrove di Donggala ini akan menjadi contoh di Indonesia dan juga diharapkan bisa menjadi pusat penelitian mangrove sebagai benteng tsunami.
ADVERTISEMENT
“Dalam rangka pengembangan kawasan mangrove Kabonga Besar, kedepan bisa jadi pusat penelitian. Yang nantinya ilmuwan dan peneliti akan datang ke wisata mangrove meneliti bagaimana sampai mangrove di Kabonga Besar bisa menjadi benteng,” ujarnya.
Ia berharap Pemda beserta jajarannya bisa mendukung gagasan tersebut.
“Ini beda dengan beton alias tembok yang hancur lebur dihantam tsunami,” ujarnya.
Penulis: Situr Wijaya (Kontributor)
Editor: Abidin