Mengenang 52 Tahun Tsunami Donggala, Sulteng

Konten Media Partner
14 Agustus 2020 21:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pameran arsip kebencanaan memperingati 52 tahun tsunami di Desa Labean, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala yang akan dilangsungkan besok. Foto: Historia Sulteng
zoom-in-whitePerbesar
Pameran arsip kebencanaan memperingati 52 tahun tsunami di Desa Labean, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala yang akan dilangsungkan besok. Foto: Historia Sulteng
ADVERTISEMENT
Tiga hari lagi hari Kemerdekaan Republik Indonesia akan diperingati seluruh warga negara Indonesia. Jelang peringatan HUT Kemerdekaan itu, tepatnya 15 Agustus 2020, warga di Desa Labean, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, akan memperingati 52 tahun gempa dan tsunami di Teluk Tambu di Desa Labean.
ADVERTISEMENT
Setiap memasuki bulan Agustus, ingatan warga di Desa Labean akan selalu terkenang akan kengerian peristiwa gempa dan tsunami yang terjadi pada 15 Agustus 1968 silam.
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sejarah Peradaban Islam (SPI) IAIN Palu mencoba membuka lembar memori itu dengan menampilkan potret 52 tahun silam lengkap dengan lembar arsip berita surat kabar.
Melalui pameran arsip kebencanaan, semua tentang gempa dan tsunami di Desa Labean disajikan. Kegiatan tersebut dilangsungkan tepat di Dusun Mapaga yang merupakan daerah terdampak paling parah.
Peristiwa itu kemudian diperkuat dengan keterangan Pengamat Kebencanaan Sulawesi Tengah, Abdullah. Ia mengatakan gempa tersebut terjadi pukul 06:14:15 WITA, Epicenter: 119,8 BT, 0,7 LU di Teluk Tambu, Kedalaman 23 kilometer.
ADVERTISEMENT
Kala itu, gempa berkekuatan 7,2 SR tersebut menyebabkan tsunami dengan ketinggian air laut mencapai 9 hingga 10 meter.
“Wilayah terparah akibat gempa dan tsunami tersebut adalah Kecamatan Balaesang dan Dampelas Sojol, Pantai Barat Kabupaten Donggala,” sebutnya.
Pameran arsip kebencanaan memperingati 52 tahun tsunami di Desa Labean, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala yang akan dilangsungkan besok. Foto: Historia Sulteng
Data kemudian diperoleh dari Komunitas Historia Sulawesi Tengah tentang gempa dan tsunami itu.
Koordinator Komunikasi Historia Sulteng, Moh Herianto menuturkan bencana tersebut menyebabkan sekitar 200 orang korban jiwa, dengan rincian 160 orang ditemukan meninggal dunia dan 40 orang hilang.
Selain itu, sebanyak 158 orang mengalami luka-luka dan 790 rumah penduduk musnah tersapu tsunami. Hitungan kasarnya kerugian harta benda ditaksir mencapai Rp571 juta.
Selain pameran, HMJ SPI IAIN Palu juga melaksanakan diskusi dengan warga di Dusun Mapaga untuk menggali memori peristiwa itu. Korban dan saksi yang hingga sekarang masih hidup pun dikumpulkan.
ADVERTISEMENT
Kegiatan pameran arsip kebencanaan dengan tema 52 Tahun Tsunami Mapaga 1968 ini dibuat sesantai mungkin oleh HMJ SPI IAIN Palu dalam bentuk diskusi.
HMJ SPI IAIN Palu kemudian mewawancarai salah seorang pria paruh baya bernama Rustam (67). Pria kelahiran 1953 ini jadi saksi saat air memporak porandakan kampungnya.
Potret peristiwa tsunami yang terjadi di Desa Labean, Donggala pada 1968. Foto: Historia Sulteng
Dalam diskusi santai itu, Rustam menceritakan gempa yang terjadi waktu ia berusia 15 tahun. Alam sepertinya sudah memberikan tanda-tandanya. “Malam sebelum gempa itu sepi, tidak ada suara burung. Hening,” cerita Rustam.
Pagi hari pun sebelum gempa, orangtua Rustam sudah mengungkapkan firasatnya akan terjadinya bencana.
“Bapa saya bilang, eh nak firasat seperti ada tanda-tanda mau datang bencana ini,” kata Rustam mengulang kalimat sang ayah kala itu.
ADVERTISEMENT
Tempat tinggal Rustam sangat dekat dengan pantai, daerahnya menjadi kampung dengan jumlah warga terbanyak meninggal dunia.
Turunan saksi tsunami itu mengatakan gempa terjadi pagi hari. Gempa yang mereka rasakan kala itu cukup kuat. Sekitar lima menit terdengar letusan di bagian laut.
Dalam waktu yang singkat, air laut kemudian surut sepanjang kurang lebih 50 meter dari bibir pantai. “Habis itu gelombang air dari laut datang, kami langsung lari,” cerita Rustam.
Ingatan Rustam ini cukup menambah informasi untuk HMJ SPI IAIN Palu yang menyimpan lengkap arsip gempa dan tsunami di Desa Labean.
otret peristiwa tsunami yang terjadi di Desa Labean, Donggala pada 1968. Foto: Historia Sulteng
Kejadian itu sangat membekas bagi Rustam, ditambah lagi saat menatap foto-foto korban jiwa, korban selamat hingga puing-puing rumah di perkampungan yang habis dihantam tsunami.
ADVERTISEMENT
Ketua HMJ SPI IAIN Palu, Iin Dzulfaizah mengatakan inisiasi diadakannya pameran arsip kebencanaan ini sebagai upaya mitigasi bencana.
"Kami sengaja melaksanakan pameran di momen 52 tahun bencana tsunami 1968 tersebut. Mapaga sendiri adalah salah satu wilayah yang paling terdampak parah bencana tersebut," ujarnya.
Pameran yang berlangsung pada 14 hingga 16 Agustus 2020 ini, dilaksanakan di Kompleks Tempat Pelelangan Ikan, Dusun Mapaga, Desa Labean, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala.
"Selain itu, kami akan melaksanakan bakti sosial, yakni membersihkan pantai di sepanjang Teluk Mapaga," ujarnya.
Kepala Desa Labean, Moh. Djamil, mengapresiasi pelaksanaan kegiatan ini. Menurutnya, kegiatan seperti ini penting sebagai upaya untuk mengingat sekaligus memitigasi masyarakat, agar selalu waspada terhadap potensi bencana yang ada.
ADVERTISEMENT
“Kami harapkan kegiatan seperti ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan dapat dimanfaatkan oleh warga sebagai sarana untuk menambah pengetahuan soal kebencanaan," ujarnya.