Nasib 200 Pekerja PLTU Panau yang Kena PHK Usai Gempa-Tsunami Palu

Konten Media Partner
1 Juli 2019 17:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Manajer Pengorganisasian Yayasan Tanah Merdeka, Richard Labiro. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Manajer Pengorganisasian Yayasan Tanah Merdeka, Richard Labiro. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Sekitar 200 buruh PLTU Panau, Kota Palu, Sulawesi Tengah, mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak bencana gempa-tsunami pada 28 September 2018. Kondisi mereka butuh bantuan dan perlindungan sosial dari pemerintah karena sejak PHK hingga hari ini, mereka masih sulit untuk menyambung hidup. Sebab, mereka sulit mencari lapangan pekerjaan di Kota Palu.
ADVERTISEMENT
PHK tersebut disebabkan karena PLTU Panau tempat mereka bekerja sudah tidak mampu lagi membayar upah buruh setelah alat-alat produksi PLTU Panau diterjang tsunami. Kerusakan yang diderita PLTU Panau sangat parah dan butuh waktu lama untuk perbaikan.
Yayasan Tanah Merdeka (YTM) sebagai lembaga swadaya masyarakat yang mengadvokasi ratusan buruh PLTU Panau tersebut memperoleh laporan dari para buruh yang mendapat pemutusan hubungan kerja. Pada prinsipnya, mereka sudah menerima pesangon namun itu belum mencukupi kebutuhan mereka pascabencana.
Manajer Pengorganisasian Yayasan Tanah Merdeka, Richard Labiro, mengatakan saat ini salah seorang buruh yang di-PHK membuka usaha rental PS di kediaman keluarganya. Buruh tersebut sekaligus menumpang sementara sambil menunggu pembangunan rumah mereka yang rusak diterjang tsunami.
ADVERTISEMENT
Walaupun sudah mendapatkan pesangon dan sudah memiliki usaha sementara, buruh tersebut tetap saja mengalami kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Alasannya, saat ini, buruh yang dimaksud sedang mengurus anaknya yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Sementara perlindungan sosial bagi dirinya yang sudah di-PHK tidak ada sama sekali.
Menyikapi pengakuan buruh tersebut, Richard berharap agar pemerintah memberikan perlindungan sosial berupa jaminan hidup bagi mereka yang menjadi korban bencana dan juga korban PHK. “Apalagi rentang waktu untuk menunggu PLTU Panau aktif kembali cukup lama, kurang lebih dua tahun,” ujarnya saat berbincang dengan PaluPoso, Senin (1/7).
Menurut Richard, perlindungan sosial adalah hak buruh, apalagi mereka sudah diberhentikan dengan alasan bencana. “Saat ini, buruh kesulitan mencari pekerjaan dan penghasilan mereka tidak menentu. Ditambah lagi, mereka punya tanggungan hidup untuk keluarga mereka,” katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, diperlukan perhatian pemerintah terhadap buruh yang juga merupakan korban bencana. Keterlibatan para buruh korban PHK sekaligus korban bencana, sangat diperlukan untuk program pemulihan pascabencana.
Bencana gempa bumi dan tsunami yang menimpa Palu, Sigi, dan Donggala (8/5/2018). Foto: Antara/Muhammad Adimaja