Pascabencana Sulteng, Banyak Anak Putus Sekolah karena Biaya

Konten Media Partner
24 Juli 2019 11:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Anak-anak korban bencana Sulteng saat mengikuti malam puncak kegiatan HAN yang dilaksanakan oleh JMK-Oxfam di Desa Langaleso, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Selasa malam (23/7) Foto: JMK-Oxfam.
Perayaan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh setiap tanggal 23 Juli kembali diperingati. Dalam rangka semarak perayaan HAN 2019, Jejaring Mita Kemanusiaan (JMK)-Oxfam yang saat ini tengah melaksanakan misi kemanusiaan dalam bencana alam Palu, Sigi, Donggala (Pasigala) berinisiasi menggelar kegiatan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkan lingkungan ramah anak dimulai dari institusi keluarga.
ADVERTISEMENT
“Hal ini berkenaan dengan tema yang diusung dalam perayaan HAN 2019 kali ini yakni Peran Keluarga dalam Perlindungan Anak,” kata Direktur YLBH Apik Sulteng, Nining Rahayu, Rabu (24/7).
Nining menjelaskan pemahaman mengenai keluarga sebagai institusi untuk melindungi anak dengan memberikan pola asuh yang sesuai dengan prinsip konvensi hak anak yakni non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak menjadi hal yang substansi untuk dilaksanakan.
Ceriah anak-anak korban bencana Sulteng di peringatan Hari Anak Nasional (HAN) di Desa Langaleso, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi. Foto: JMK-Oxfam.
Terlebih, pascabencana alam Pasigala 28 September 2018, banyak korban yang mengalami perubahan secara signifikan, tidak terkecuali anak. Beberapa kasus melibatkan anak di bawah umur seperti perkawinan anak, ancaman rokok bagi anak, stunting, masih banyaknya anak-anak yang terpaksa memilih putus sekolah karena kekurangan biaya serta tingginya kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak.
ADVERTISEMENT
Hal ini menurutnya perlu adanya kesadaran untuk semua elemen termasuk juga keluarga dalam memiliki pengasuhan yang berkualitas, berwawasan, keterampilan dan pemahaman yang komprehensif dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak.
"Tema tahun ini diharap mampu mengajak masyarakat luas agar terlibat penuh dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak utamanya bagi masyarakat terdampak bencana alam. Tema ini juga diharap dapat menjadi bentuk edukasi dan menimbulkan kepekaan kepada keluarga dan masyarakat terhadap perlindungan anak dari potensi kekerasan, juga pentingnya menghadirkan ruang yang ramah dan aman untuk anak," ujar Nining.
Ceria anak-anak korban bencana Sulteng di malam peringatan Hari Anak Nasional 2019. Foto: JMK-Oxfam.
Dalam peringatan kali ini, JMK-Oxfam akan melaksanakan beberapa item kegiatan berupa literasi keliling dan sosialisasi kepada orang tua mengenai perlindungan anak merujuk pada Konvensi Hak Anak dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berlokasi di empat hunian sementara (Huntara), masing-masing terletak di Desa Langaleso dan Desa Kabobona Kabupaten Sigi, serta di Kelurahan Duyu dan Kelurahan Petobo Kota Palu.
ADVERTISEMENT
"Literasi keliling ini bertujuan untuk menghadirkan kembali budaya literasi kepada anak-anak yang dikemas dalam suasana bermain sambil belajar," kata Nining.
Selain literasi keliling, perayaan HAN juga akan diisi oleh kegiatan edukasi hak anak dalam hal pemahaman sentuhan yang boleh dan dan tidak boleh yang mereka terima dalam tubuh mereka. Kemudian penampilan teater oleh anak, pameran dan pertunjukan karya anak, juga pemutaran film inspiratif di Huntara Langaleso, Desa Sigi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
JMK-Oxfam merayakan Hari Anak Nasional 2019 bersama anak-anak pengungsi di Desa Langaleso, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (23/7). Foto: JMK-Oxfam.