Pemuda di Sulteng Ubah Lokasi Bekas Likuefaksi Jadi Taman Wisata

Konten Media Partner
15 November 2020 20:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Taman likuefaksi yang ada di Desa Lolu ini jadi destinasi wisata baru di Kabupaten Sigi, Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Taman likuefaksi yang ada di Desa Lolu ini jadi destinasi wisata baru di Kabupaten Sigi, Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
ADVERTISEMENT
Sejak sekitar dua bulan lalu, Taman Likuefaksi resmi dibuka untuk umum. Pengunjung sudah bisa masuk dan berswafoto di lokasi taman wisata yang diresmikan pada 28 September 2020 atau tepat pada peringatan 2 tahun bencana Sulteng.
ADVERTISEMENT
Taman yang berlokasi di RT 16, Dusun 4, Desa Lolu, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah ini merupakan hasil kreasi 60 pemuda di Desa Lolu. Mereka mengubah tanah geser bekas likuefaksi menjadi taman wisata destinasi baru di Kabupaten Sigi.
Ide ini pun muncul dari Ketua RT 16, Dusun 4, Qyqy Palurante yang mengajak semua pemuda di Desa Lolu untuk terlibat membuka tempat wisata di tengah pandemi COVID-19.
Alhasil ada 60 pemuda dan remaja di Desa Lolu yang membantu mulai dari pembersihan lokasi hingga pada penataan taman.
“Butuh tiga bulan untuk membersihkan hutan bekas tanah likuefaksi ini menjadi taman wisata seperti sekarang ini,” kata salah satu pemuda Desa Lolu, Mohammad Izmul Azam (27), kepada media ini, Minggu (15/11).
ADVERTISEMENT
Lokasi taman likuefaksi sebelumnya adalah hutan pohon jati yang sudah mati dan kering. Sisa sisa pohon pun tidak ditebang dan dijadikan sebagai ciri khas taman likuefaksi.
Di sekitar deretan pohon jati kering pun ditanami bunga dan jenis pohon lainnya, lantas diberi lampu hias dan dibuatkan tempat duduk untuk pengunjung.
Tidak hanya itu, di taman ini juga dipajang foto-foto dampak likuefaksi yang terjadi di Kabupaten Sigi. Foto-foto itu sengaja dipajang untuk membuka ingatan pengunjung sekaligus menjadikan perbandingan setelah peristiwa likuefaksi dan sesudah pembangunan dan pemulihan kembali.
“Ada bukti-bukti bencana 28 September 2018 yang dipajang, harapannya pengunjung bisa mengingat kembali kejadian itu dan tetap berdoa agar daerah ini tidak lagi mengalami bencana besar itu,” ujarnya.
Suasana malam di taman likuefaksi, Sigi, Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Taman likuefaksi biasanya ramai pada sore hari hingga malam. Pengunjung hanya akan dibebankan biaya masuk Rp 5.000 per orang.
ADVERTISEMENT
Taman ini memang sengaja dibuka di tengah pandemi COVID-19, mengingat banyak pemuda di Desa Lolu yang terdampak dari sisi penghasilan.
“Ya ada kegiatanlah pemuda di Desa Lolu ini, kalau penghasilan ya tidak seberapa tapi setidaknya kita bangun wisata ini pelan-pelan dan pasti akan berdampak juga sama teman-teman yang sudah membantu,” ujarnya.
Rencananya, untuk menarik pengunjung, di taman ini juga akan dibuatkan gazebo dan taman baca. Tentunya dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Pengunjung diwajibkan mencuci tangan, menggunakan masker selama berada di area taman dan menjaga jarak sesuai dengan posisi tempat duduk yang disediakan.
“Sudah beberapa kali taman ini disewa untuk kegiatan organisasi, ada live musik juga kita sediakan dan yang mau camping pun bisa karena ada areanya,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini pengelolaan taman likuefaksi ini masih mandiri dan belum mendapat bantuan dari pemerintah. Penerangannya pun masih diusahakan secara mandiri oleh pemuda di Desa Lolu.
“Belum ada bantuan, kami usaha sendiri mulai dari pembersihan hutan sampai sekarang,” jelasnya.
Taman likuefaksi yang ada di Desa Lolu ini jadi destinasi wisata baru di Kabupaten Sigi, Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso