Penyintas Bencana di Sigi, Sulawesi Tengah, Kini Usaha Bawang Goreng

Konten Media Partner
21 Mei 2019 18:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Para penyintas bencana Sigi berkelompok mengerjakan bawang demi membuka usaha bawang goreng, Selasa, (21/5), Foto: Istimewa
Gempa bermagnitudo 7,4 yang disusul tsunami dan likuefaksi pada 28 september 2018 silam, tidak hanya menelan ribuan korban jiwa namun juga berdampak pada produksi pertanian di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
Warga yang bekerja sebagai petani, kini kehilangan pekerjaan. Ribuan hektar persawahan di wilayah itu kekeringan dan tidak bisa berproduksi akibat irigasi pertanian rusak berat pasca gempa bumi.
Sejumlah petani di wilayah itu, kini menjadi pekerja serabutan seperti menjadi buruh bangunan. Sementara petani lainnya mencoba menanam palawija yang hanya mengandalkan air hujan.
Ditengah himpitan ekonomi penyintas bencana, lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus berikhtiar untuk membantu memulihkan ekonomi warga pasca bencana alam, melalui program recovery ekonomi.
Guna membantu perekonomian keluarga, Selasa siang (21/5), sebanyak empat puluh ibu rumah tangga yang tinggal di kompleks Integrated Community Shelter (ICS) atau hunian nyaman terpadu di Desa Langaleso, Kabupaten Sigi memulai usaha mereka dengan memproduksi bawang goreng.
ADVERTISEMENT
Penyintas bencana Sigi sedang memasak bawang goreng yang akan di pasarkan. Foto: Istimewa
Tim pendamping ICS-ACT, Sisi Nursam Labaso mengungkapkan, usaha bawang goreng bagi penyintas ini adalah salah satu program pemberdayaan oleh Aksi Cepat Tanggap bagi ibu rumah tangga yang tinggal di hunian nyaman terpadu. Sehingga kedepannya mereka bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
“ Ibu rumah tangga yang terlibat sebanyak empat puluh orang, yang terbagi empat kelompok. Masing-masing kelompok memproduksi 40 kilogram bawang goreng,” kata Sisi Nursam, di ICS-ACT.
Bahan baku usaha bawang goreng ini juga dibeli ACT dari korban bencana alam di Kabupaten Sigi, seperti di Desa Watunonju dan Soulowe.
Ia mengatakan, hasil produksi bawang goreng ini akan dipasarkan di semua daerah di Sulawesi Tengah, bahkan luar Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
“ Saat ini sudah ada sejumlah pengepul yang akan membeli bawang goreng tersebut. Bahkan para pengepul itu berasal dari Sumatera Utara, Bali dan Jakarta. Bawang goreng hasil prduksi penyintas ini dijual seharga Rp 200.000 per kilogramnya,” kata Sisi.
Bawang goreng yang telah dimasak oleh penyintas bencana Sigi di lokasi huntara Sigi. Foto: Istimewa
Salah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di ICS Langaleso, Zufni (58) mengungkapkan apresiasinya terhadap ACT yang terus membersamai warga Kabupaten Sigi pasca bencana alam.
Menurutnya, pasca bencana alam, ekonomi warga di Sigi khususnya di Desa Langleso cukup lesuh, apalagi persawahan di wilayah itu tidak bisa berproduksi.
“ Kami sangat senang diberikan pekerjaan seperti ini yang dapat membantu ekonomi keluarga kami. Kami berharap kepada ACT agar program seperti ini terus jalan hingga kami bisa mandiri,” ujar Zufni.
ADVERTISEMENT
Di program recovery ini ACT tidak hanya melakukan pemberdayaan kelompok usaha bawang goreng, namun juga pemberdayaan kelompok tani dari peternakan.
Khusus pemberdayaan kelompok pertanian ACT saat ini sedang membangun sumur recovery yang tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Sigi. Sumur tersebut diharapkan dapat mengaliri persawahan warga.
Seperti diketahui Kabupaten Sigi merupakan salah satu Kabupaten penyangga produksi pertanian di Sulawesi Tengah. Bahkan sejumlah kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional di Kota Palu, diperoleh dari Kabupaten Sigi.
Suasana penyintas bencana Sigi saat mengerjakan usaha Bawang Goreng di lokasi huntara Sigi, yang menjadi lokasi tempat tinggal mereka. Foto: Istimewa
Kontributor: Ikram