Percepatan Pertumbuhan 9 Kabupaten Tertinggal di Sulteng

Konten Media Partner
12 Agustus 2019 14:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Bappeda Sulawesi Tengah, DR. Ir. H. Hasanuddin Atjo, MP. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Bappeda Sulawesi Tengah, DR. Ir. H. Hasanuddin Atjo, MP. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sembilan kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah ditetapkan oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai daerah tertinggal pada 2015-2019, yakni Kabupaten Donggala, Tolitoli, Buol, Parigi Moutong, Tojo Una-Una, Sigi, Banggai Laut dan Morowali Utara.
ADVERTISEMENT
Penetapan daerah tertinggal di Sulteng tersebut bersamaan dengan 113 kabupaten tertinggal lainnya di Indonesia pada 2015-2019 yang dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015–2019. Perpres itu ditandatangani pada 4 November 2015 lalu, seperti tertuang dalam situs Setkab.
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah melalui Bappeda Sulteng menawarkan opsi perlakuan untuk menekan tingginya angka kabupaten yang tertinggal di Sulawesi Tengah.
Kepala Bappeda Sulawesi Tengah, Hasanuddin Atjo menjelaskan, ada 8 opsi untuk mengentaskan kabupaten tertinggal di Sulteng. Pertama, adalah memperjuangkan segera pembangunan Tol Tambu- Kasimbar sebagai simpul pertumbuhan dan pemerataan.
Hasanuddin Atjo menjelaskan alasannya sehingga pengentasan kabupaten tertinggal di Provinsi Sulawesi Tengah dipandang perlu dimasukkan Tol Tambu-Kasimbar. Menurutnya, posisi Tol Tambu-Kasimbar yang berada di “leher Pulau Sulawesi ini” sangat strategis. Keberadaan Tol Tambu-Kasimbar ini nantinya akan menghubungkan Ibukota baru di Kalimatan dengan wilayah di timur Indonesia seperti Papua, Maluku dan Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
“Dari ibukota Negara yang baru, kendaraan diangkut dengan fery menuju ke Kecamatan Tambu, Kabupaten Donggala dan selajutnya kendaraan turun dari fery dan bergerak ke Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong melalui Tol Tambu-Kasimbar yang panjangnya sekitar 20 kilometer. Dari Kasimbar kendaraan diangkut dengan fery menuju ke wilayah timur melalui Teluk Tomini. Demikian sebaliknya,” kata Atjo sapaan akrab Kepala Bappeda Sulawesi Tengah itu.
Menurut mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah itu, efesiensi diperkirakan akan meningkat hingga 40 persen dengan keberadaan Tol Tambu-Kasimbar tersebut. Sehingga daya saing kawasan timur termasuk komoditasnya akan meningkat. Dan ini tentunya juga akan mendorong percepatan pertumbuhan wilayah kabupaten tertinggal di Sulawesi Tengah karena posisi Tol Tambu-Kasimbar ini langsung bersentuhan dengan kawasan kabupaten tertinggal, seperti Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Buol, Tojo Ununa, Morowali Utara, dan Banggai Laut.
ADVERTISEMENT
Konsekwensi logis dengan dibangunnya jalan Tol tersebut kata Atjo, adalah keharusan membangun pelabuhan fery, baik di pesisir Tambu Selat Makassar maupun di Kasimbar yang berada di sekitar perairan Teluk Tomini. “Diharapkan nantinya, kawasan Tambu-Kasimbar akan menjadi salah satu simpul Interkoneksi di Sulawesi. Dengan demikian, pembangunan jalan dan kereta api lingkar Sulawesi bisa menjadi prioritas,” ujarnya.
Kedua, adalah pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu dengan fokus pengembangan industrialisasi pertanian , perikanan dan kehutanan dalam arti luas.
Ketiga, pengembangan industri pariwisata yang memanfaatkan keberadaan Manado dan Makassar, yang saat ini telah berperan sebagai pintu masuk wisatawan mancanegara. Harapannya, status bandara Mutiara Sis Al-Jufri dapat ditingkatkan menjadi bandara International agar sebahagian wisman yang masuk dari utara dan selatan, dapat keluar dari tengah yaitu Palu.
ADVERTISEMENT
“Selanjutnya, industri pracetak galian C untuk kebutuhan Ibukota baru karena diyakini ibukota baru membutuhkan banyak produk pracetak,” katanya.
Kelima, kata Atjo, kawasan Industri logam Morowali dan industry gas dan pupuk Sinoro Kabupaten Banggai, diperlukan regulasi yang lebih kuat terkait dengan penangangan dampak lingkungan, terutama regulasi bagi hasil.
Keenam, menurut Atjo, perlunya pendidikan vokasi terkait dengan industri pangan dan hutan, pra-cetak, nikel, gas serta industri Pariwisata.
“Dan yang tidak kalah pentingnya agar Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah diusulkan menjadi pusat kajian Kegempaan di Indonesia,” ujarnya.
Terakhir tambahnya, adalah pembangunan infrastruktur dasar lainnya di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah.