Potret Pendidikan Anak barak

Konten Media Partner
16 September 2019 17:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Setahun bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Sulteng. Tapi duka masih terekam di jalan-jalan, barak-barak, sekolah dan bekas rumah yang porak poranda. Sepanjang September 2019, PaluPoso menyajikan laporan setahun bencana itu, tentang penyintas bertahan hidup, dan bangkit.
Ibu Ratna, penyintas bencana Tsunami Palu bersama keluarganya di huntara belakang Terminal Mamboro, Palu Utara, Kota Palu. Foto: PaluPoso
Meskipun hidup di bilik hunian sementara (huntara) yang hanya berukuran kecil, ditambah lagi jumlah anggota keluarga yang terbilang banyak menghuni bilik huntara yang sempit, tidak membuat orangtua yang memiliki anak usai sekolah patah semangat untuk mendorong anaknya menuntut ilmu.
ADVERTISEMENT
Menuntut ilmu tak harus selalu didukung fasilitas yang lengkap. Termasuk jarak tempuh ke sekolah yang terbilang cukup jauh setelah tinggal di huntara.
Misalnya yang dialami oleh Indrawati (47), penyintas bencana di Kota Palu, Sulawesi Tengah, yang tinggal di huntara belakang Terminal Mamboro, Kecamatan Palu Utara. Sebelumnya dia tinggal di sekitar perumahan Iradat Puri, Kelurahan Tondo.
Setelah tinggal di huntara, jarak tempuh ke sekolah masing-masing anaknya, tentu bertambah jauh. Sebab, lokasi huntara di belakang Terminal Mamboro, cukup terpencil dari pusat keramaian, termasuk sarana pendidikan.
Ia mengatakan, jarak antara huntara ke sekolah berjarak kurang lebih 2 kilometer. Bahkan, yang duduk di bangku SMA, jarak tempuh ke sekolahnya malah lebih jauh lagi. Terkadang mereka harus berjalan kaki saat pergi ataupun pulang sekolah. Namun hal itu tidak menghalangi niat anak-anaknya untuk menimba ilmu.
ADVERTISEMENT
" Tiga anak saya sekolah di SD, satu orang SMA dan seorang lagi sudah kuliah di Universitas Tadulako. Sementara anak bungsu saya baru berusia 2 tahun. Serta seorang anak keponakan saya juga tinggal bersama kami. Suami saya sebelum bekerja, bangun subuh untuk mengantarkan mereka," kata Indrawati, Senin (16/9).
Ibu Indrawati, penyintas bencana tsunami Palu bersama anaknya di huntara belakang Terminal Mamboro, Palu Utara, Kota Palu, Sulteng. Foto: PaluPoso
Menurut Indrawati, walaupun suaminya harus bolak balik mengantarkan anaknya ke sekolah, mereka itu tetap semangat untuk mengikuti proses belajar mengajar di sekolahnya masing-masing.
"Semua anak saya diantar suami ke sekolah. Namun saat pulang sekolah, jika ada kesempatan, suami juga menjemput. Namun jika tidak ada kesempatan, mereka pulang sama-sama bersama teman satu kompleks huntara," ujarnya.
Hal senada disampaikan Ratnawati (48 tahun) yang memiliki tiga orang anak. Menurutnya, dalam hal transportasi bagi anaknya yang bersekolah di salah satu Sekolah Menengah Pertama di Kota Palu, ia terpaksa menyewa ojek.
ADVERTISEMENT
"Saya sewa ojek untuk mengantarkan anak saya ke sekolah. Nanti dibayar perbulan," katanya.
Wanita yang telah berpisah dengan suaminya tersebut mengaku tidak memilik kendala dalam proses belajar anaknya. Meskipun dia harus mengeluarkan dana ekstra buat tranportasi anaknya ke sekolah.
"Kami tinggal di huntara bertiga. Selain anak saya yang duduk di SMP, dua orang keponakan saya yang korban bencana juga bersama saya. Kini mereka telah kuliah," ujarnya.
Suasana pengungsi bencana Palu di huntara belakang Terminal Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Senin (16/9). Foto: PaluPoso
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu, Ansyar Sutiadi mengatakan bahwa pascabencana alam, pihaknya telah memberikan bantuan perlengkapan sekolah kepada siswa yang tinggal di huntara maupun tenda pengungsian.
Selain itu, para siswa juga diberikan bantuan khusus berupa Program Indonesia Pintar (PIP) yang diperuntukan bagi masyarakat terdampak bencana.
ADVERTISEMENT
"Dalam hal ini, kami berupaya sekuat tenaga agar tidak ada anak usia sekolah yang tidak bersekolah karena beban dan bencana," ujarnya.
Dia juga mengimbau semua media bila dalam melakukan tugas jurnalis di lapangan, bila menemukan kasus anak-anak yang putus sekolah di Kota Palu, utamanya bagi anak penyintas bencana, untuk segera disampaikan ke pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat.
"Jika para sahabat wartawan menemukan ada anak-anak di Kota Palu yang putus sekolah, tolong sampaikan kepada kami untuk kami sekolahkan," ujarnya.
Tim PaluPoso