Ramadhan Kedua di Pengungsian, Korban Gempa Palu Akui Makin Terhimpit Ekonomi

Konten Media Partner
9 Mei 2020 20:05 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana terkini di tenda pengungsian Balaroa, Palu Barat, Kota Palu, di tahun kedua menjalani bulan puasa, Sabtu (9/5). Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Suasana terkini di tenda pengungsian Balaroa, Palu Barat, Kota Palu, di tahun kedua menjalani bulan puasa, Sabtu (9/5). Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
ADVERTISEMENT
Suasana tak biasa di hari ke-16 bulan Ramadhan, Sabtu (9/5), tampak di tenda pengungsian Balaroa yang berlokasi di Jalan Sumur Yuga, Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
Para korban gempa dan likuefaksi sore itu berkumpul menantikan waktu berbuka puasa. Tak ada yang spesial yang disajikan di atas meja, hanya se ceret teh hangat yang disiapkan untuk menghilangkan dahaga setelah seharian berpuasa.
Obrolan ringan seakan menghantar di waktu berbuka puasa.
Duduk di samping tenda lapuk, Irfan dan keluarganya duduk bersama sembari menunggu azan berkumandang.
Irfan merupakan korban likuefaksi yang menghuni pengungsian pertama di Balaroa.
Pria berusia 38 tahun ini hidup di sebuah tenda pengungsian dengan istri dan dua anaknya yang masih balita.
Kondisi tenda Irfan pun sudah tak layak lagi, tampak tenda birunya sudah lapuk dan bocor.
Bagi Irfan hujan pun kini jadi seakan bukan berkat lagi bagi dia tapi justeru sebaliknya. Pasalnya, jika hujan mengguyur maka air akan masuk ke dalam tenda.
ADVERTISEMENT
“Air masuk ke dalam tenda, apalagi bocor tenda. Yah, tidak tidur sudah anak-anak,” kata Irfan lirih.
Irfan, korban gempa dan likuefaksi Balaroa Palu yang masih bertahan di tenda pengungsian. Tahun 2020 ini merupakan tahun kedua irfan bersama keluarganya menjalani bulan puasa, Sabtu (9/5). Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Hanya sikap pasrah yang bisa dilakukan Irfan dan keluarganya. Ia tinggal di pengungsian Balaroa bersama beberapa keluarga terdekatnya.
Mereka jadi korban gempa dan likuefaksi pada 28 September 2018. Tahun ini merupakan tahun ke dua bagi Irfan dan keluarganya menjalani bulan Ramadhan.
“Tahun lalu dengan tahun ini beda rasanya bulan puasa. Tahun lalu masih ada pekerjaan, nah tahun ini sudah tidak ada lagi karena Corona ini,” ujarnya dengan mimik sedih.
Tahun ini terasa semakin berat dijalani oleh Irfan dan keluarganya. Sudah tak berpenghasilan, kini lebaran tidak bisa lagi berkumpul dengan keuarga. Irfan dan keluarga harus menahan rindu di tengah pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
“Mau diapa lagi, yah tidak bisa ke mana-mana sekarang. Keluarga tidak bisa datang berkunjung dan kita juga tidak pergi ke rumah keluarga,” kata Irfan.
Kini Irfan tinggal bergantung dengan bantuan dari pemerintah yang diakuinya masih lambat dan jauh dari harapan. Irfan dan keluarga berharap mendapat bantuan hunian tetap dari pemerintah.
“Kalau demo sudah sering, kata-kata yang paling sering kami dengar sabar dan tunggu,” terang Irfan.
Nasib ini yang harus dijalani Irfan dan keluarga menunggu harapan dan janji dari pemerintah untuk membantu kehidupan keluarga.
“Apalagi Corona begini, kami semakin kesulitan dapat penghasilan, biasanya jadi buruh tetapi sekarang sama sekali sudah tidak ada pekerjaan,” kata Irfan.
Kini Irfan tinggal bersama dengan korban likuefaksi lainnya. Sekitar 135 KK kini bernasib sama dengan Irfan dan punya harapan yang sama untuk hidup yang lebih layak.
Kondisi terkini di tenda pengungsian gempa Palu dan Likuefaksi di Balaroa, Palu Barat, Kota Palu, Sabtu (9/5). Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
ADVERTISEMENT