Soal Rumah Singgah Presiden Jokowi di Parigi Moutong, DPRD Akan Panggil BPKAD

Konten Media Partner
18 April 2021 20:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah warga menduduki Rumah singgah Presiden Jokowi yang terletak di lokasi Eks Kawasan Sail Tomini Pantai Kayu Bura, Desa Pelawa Baru, Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah warga menduduki Rumah singgah Presiden Jokowi yang terletak di lokasi Eks Kawasan Sail Tomini Pantai Kayu Bura, Desa Pelawa Baru, Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), rencananya akan memanggil dinas terkait untuk menanyakan persoalan pemindahan rumah singgah Presiden Jokowi di lokasi Eks Sail Tomini, Desa Pelawa Baru, Kecamatan Parigi Tengah.
ADVERTISEMENT
“Saya sampaikan kepada teman-teman, supaya satu pernyataan. Kita coba komunikasikan dulu dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD),” kata Wakil Ketua I DPRD Parigi Moutong, Faisan, Minggu (18/4).
Dijelaskannya, pemanggilan dinas terkait dilakukan agar pihaknya mengetahui persoalan yang sebenarnya. Ia juga termasuk pihak yang tidak setuju rumah itu dipindahkan karena masuk dalam aset Pemda.
Sehingga pihaknya sengaja akan mengundang dinas terkait supaya bisa mendapat penjelasan lagi. Adapun bila kabarnya aset itu dimiliki oleh pihak ketiga, menurutnya pembongkaran itu tidak perlu dilakukan.
“Menurut dr. Revi sudah ada suratnya (izin pembongkaran). Saya bilang kalau ada suratnya perlihatkan ke DPRD resminya. Katanya rumah itu didanai oleh Perusahaan Sawit,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Parigi Moutong, Zulfinasran Achmad menuturkan dirinya sudah bertemu dengan warga setempat yang mengaku keberatan dengan pemindahan rumah tersebut. Ia berjanji hari Senin, (19/4), akan mencari tahu kebenaran rumah singgah Presiden tersebut masuk dalam aset Pemda atau tidak.
ADVERTISEMENT
“Sepengetahuan saya, pembangunan rumah itu tidak masuk dalam aset Pemda. Itu bukan punya Pemda dan Pemda tidak pernah mengeluarkan biaya untuk pembangunan apakah dari pihak ketiga, bupati atas nama pribadi. Yang jelas sepengetahuan saya bukan aset Pemda,” katanya kepada media ini.
Namun, supaya lebih jelas, ia akan membuka data-data tersebut kembali pada hari Senin di Bagian Aset. Ia khawatir jangan sampai dugaannya salah.
Rumah singgah Presiden Jokowi di Eks Kawasan Sail Tomini Pantai Kayu Bura, Desa Pelawa Baru, Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng. Foto: Istimewa
Zulfinasran menyampaikan ke warga saat pertemuan, agar tidak selalu berburuk sangka. Jangan sampai tuduhan-tuduhan yang dialamatkan tersebut akhirnya berbalik dengan apa yang disangkakan.
“Kemarin mereka menahan kendaraan dinas. Saya kira bila kita menuntut sesuatu jangan sampai kita melakukan sesuatu yang tidak benar. Tapi warga bilang bukan mereka. Itu dilakukan kelompok lain,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut ia menjelaskan dari hasil pembicaraannya dengan warga yang menolak, telah diambil benang merahnya. Warga pada dasarnya tidak akan mempersoalkannya bila rumah tersebut bukan milik Pemda, namun warga meminta agar kawasan tersebut yang nantinya menjadi bekas rumah singgah Presiden, harus dibenahi.
“Jadi masalah ini tidak seheboh seperti yang diberitakan media,” tambahnya.
Di sisi lain, Sarfin salah satu warga Desa Pelawa Baru yang keberatan pembongkaran rumah singgah Presiden Joko Widodo itu mengatakan pada dasarnya mereka bukan protes terhadap pembongkaran rumah itu, tapi mereka menanyakan pembongkaran itu dilakukan atas dasar apa. Sebab selama ini rumah yang berada di lokasi Eks Sail Tomini tersebut menjadi ikon warga Desa Pelawa.
“Rumah itu berada di Eks Sail Tomini yang punya historis buat kami warga Desa Pelawa. Di tanah rumah itu berdiri, warga Pelawa membiarkan tanahnya dibeli dengan harga rendah, demi kepentingan pariwisata,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, rumah singgah tersebut turut memperindah lokasi Sail Tomini yang juga ikut mengundang wisatawan untuk berkunjung. Warga setempat pun memanfaatkannya dengan membuka lapak.
“Kalau itu dibuka, sama halnya pemerintah mematikan ekonomi masyarakat. Boleh dibongkar asalkan diganti dengan yang baru, bangunan lebih bisa mengundang wisatawan untuk berkunjung. Sehingga mata pencaharian masyarakat tetap berjalan,” kata Sarfin.