Di Jogja, Srikaya Gunungkidul Dianggap Paling Enak dan Jadi Primadona

Konten dari Pengguna
14 Januari 2021 11:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Srikaya Gunungkidul. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Srikaya Gunungkidul. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
Bentuk dan ukurannya mungkin boleh kalah dengan srikaya dari daerah-daerah lain. Tapi soal rasa, srikaya asal Gunungkidul, Yogyakarta adalah juaranya. Itulah yang menjadi alasan srikaya asal Gunungkidul ini menjadi primadona di antara penikmat buah srikaya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
ADVERTISEMENT
Jumawan, 45 tahun, penjual buah di Pasar Induk Buah dan Sayur Giwangan, Yogyakarta, tak pernah absen menjual srikaya setiap musim panen. Dan srikaya asal Gunungkidul, adalah yang paling dia sukai.
Sebenarnya ada srikaya-srikaya dari daerah lain. Misalnya srikaya dari Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Menurut dia, secara tampilan srikaya Klaten jauh lebih menarik dengan ukuran yang lebih besar dan lebih bersih.
“Kalau srikaya dari Klaten memang ukurannya lebih besar, lebih bersih juga, tapi secara rasa kurang manis,” kata Jumawan ketika ditemui di lapaknya, Rabu (13/1).
Ada juga srikaya dari Pati, Jawa Tengah. Srikaya Pati memiliki bentuk yang nyaris sama dengan srikaya Gunungkidul, namun secara rasa, srikaya Gunungkidul jauh lebih manis.
“Srikaya dari Pati juga jarang sih masuk ke sini, kebanyakan dari Klaten sama Gunungkidul,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia buah-buahan, menurut dia srikaya termasuk buah yang langka. Sebab, srikaya termasuk buah musiman yang hanya berbuah setahun sekali. Masa panennya pun tak lama, hanya sekitar satu bulan dalam setahun. Dan Jumawan adalah salah satu pedagang yang selalu memasukkan srikaya ke dalam daftar yang dia jual setiap jatuh musim panen.
“Antara Januari sampai Februari lah puncaknya,” ujar Jumawan.
Komoditas yang Menjanjikan Tapi Kurang Diperhatikan
Srikaya Gunungkidul. Foto: Widi Erha Pradana.
Tidak banyak pedagang buah yang menjual srikaya di lapaknya, padahal menurut Jumawan komoditas ini cukup menguntungkan. Dia bisa meraup keuntungan dua kali lipat dari modal yang dia keluarkan. Harga buah ini juga termasuk terjangkau, sehingga tidak butuh modal besar untuk membelinya dari petani.
Harga srikaya dengan ukuran paling kecil, ada di kisaran antara Rp 3 ribu sampai Rp 5 ribu, ukuran sedang antara Rp 5 ribu sampai Rp 8 ribu, sedangkan srikaya dengan ukuran paling besar dan kualitas terbaik dijual dengan harga antara Rp 9 ribu sampai 10 ribu.
ADVERTISEMENT
“Cukup menguntungkan sebenarnya, karena keuntungannya bisa sampai dua kali lipat dari harga beli,” ujarnya.
Untuk saat ini, harga beli srikaya dari petani menurut dia juga tidak ada standard khusus. Bahkan, dia sendiri yang menentukan harga beli dari petani.
“Mereka (petani) enggak akan menolak,” katanya.
Hal ini dikarenakan srikaya bukanlah komoditas utama yang dibudidayakan oleh petani. Di Patuk, pusat srikaya terbesar di Gunungkidul, pohon srikaya dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa perawatan khusus. Bahkan bisa dikatakan pohon ini adalah pohon liar, tak butuh pupuk untuk berbuah. Petani juga tak perlu melakukan penyiraman, pohon srikaya hanya memanfaatkan hujan untuk merangsang proses berbuah.
“Makanya petani enggak matok harga, karena mereka juga enggak mengeluarkan biaya perawatan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan pohon-pohon srikaya juga tumbuh di kebun-kebun yang jauh dari rumah warga, bahkan sudah mendekati pesisir pantai. Justru ketika ditanam di dekat rumah, kualitasnya akan menurun. Kulit srikaya akan menjadi kehitaman seperti ada jamur atau rumah semutnya.
“Mungkin karena kurang cahaya atau apa, enggak tahu juga,” kata lelaki yang juga asli Gunungkidul itu.
Tapi kurangnya perawatan ini membuat srikaya asal Gunungkidul kurang optimal secara bentuk dan ukuran. Jika dirawat dengan sungguh-sungguh, dengan air dan pupuk yang cukup, menurutnya bukan tidak mungkin bentuk dan ukuran srikaya Gunungkidul menyamai srikaya Klaten.
“Kalau Klaten mungkin kan dirawat ya, disiram, dipupuk, disemprot, mungkin. Makanya ukuran sama bentuknya bisa bagus,” ujar Jumawan.
Butuh Penanganan Khusus
Tumpukan srikaya di pasar sentra buah Jogja. Foto: Widi Erha Pradana.
Meski menjanjikan dan menguntungkan, bukan berarti menjual srikaya tanpa risiko. Karena termasuk buah yang sangat cepat busuk, pedagang harus berpacu dengan waktu untuk menjual srikaya yang dia miliki.
ADVERTISEMENT
Cak Awan, 38 tahun, pedagang srikaya lain di Pasar Induk Buah dan Sayur Giwangan, memiliki tips khusus dalam menjual srikaya. Pertama, srikaya yang dibeli dari petani bukanlah srikaya yang sudah matang, namun sudah tua. Pasalnya, nantinya srikaya akan matang dengan sendirinya meskipun ketika dipetik belum benar-benar masak.
Dengan membeli srikaya yang belum masak, maka buah yang dia miliki bisa bertahan setidaknya tiga sampai lima hari sebelum sampai ke konsumen.
“Biar cepat kejualnya, ya manfaatin channel para pedagang,” ujar pria asal Banyuwangi, Jawa Timur itu.
Karena termasuk buah yang sensitif, proses pemindahan dari keranjang atau peti juga harus dilakukan dengan hati-hati. Sebisa mungkin hindari benturan atau gesekan buah srikaya yang satu dengan lainnya.
ADVERTISEMENT
Gesekan atau benturan pada buah srikaya akan menyebabkan kulitnya menghitam ketika masak, meskipun di awal-awal terlihat baik-baik saja.
“Jadi harus diambil dan ditata satu-satu, enggak boleh langsung ditumpahkan gitu aja,” ujarnya.
Untuk mengoptimalkan proses pemasakan, biasanya dia mengemas srikaya dalam peti dan dilapisi dengan daun jati. Ini bertujuan untuk mengoptimalkan proses pematangan buah, sehingga srikaya bisa masak dengan optimal.
Jika tidak ditutup dengan rapat, proses pematangan menurutnya menjadi kurang optimal dan tidak merata.
“Untuk menjaga kualitas juga, soalnya kalau kebuka kan nanti kena angin, debu, macem-macem, kualitasnya jadi menurun,” ujar Cak Awan. (Widi Erha Pradana / YK-1)