Merawat Sendang Pengantin, Mata Air Kehidupan Masyarakat Tlogoadi, Mlati, Sleman

Konten dari Pengguna
8 Januari 2021 18:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sendang Pengantin di antara rimbunnya pohon bambu. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Sendang Pengantin di antara rimbunnya pohon bambu. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
Tempatnya cukup tersembunyi. Dari jalan raya Selokan Mataram, Mlati, harus masuk gang sempit di antara permukiman padat sejauh beberapa ratus meter untuk menjangkaunya. Papan nama yang terpasang di tepi jalan juga terlalu kecil. Jika tidak jeli, sulit untuk menemukan papan bertuliskan: Sendang Pengantin.
ADVERTISEMENT
Ya, namanya Sendang Pengantin. Sebuah mata air yang berada di antara rimbunnya pohon-pohon bambu di Dusun Nambongan, Desa Tlogoadi, Mlati, Sleman.
Siang itu, tidak kurang dari sepuluh orang sedang mandi di Sendang Pengantin. Ada dua sendang utama yang saling bersebelahan, sendang putri di utara dan di selatannya persis sendang kakung. Seperti namanya, sendang putri khusus digunakan untuk orang perempuan, sedangkan sendang kakung untuk laki-laki.
Sendang kakung maupun putri, sama-sama ramai. Sebagian besar mandi, ada juga yang sedang mencuci pakaian.
“Punya (kamar mandi) di rumah, tapi enak di sini (sendang Pengantin),” kata Murni Sejati, 6o tahun, yang datang dari Kecamatan Sleman, Senin (28/12).
Murni Sejati, 60 tahun, rutin mandi di sendang. Foto: Widi Erha Pradana.
Siang itu, dia datang bersama anak-anak dan cucu-cucunya, sengaja untuk mandi dan bermain di sendang Pengantin. Dia mengaku sangat sering datang ke sendang itu, minimal sepekan sekali.
ADVERTISEMENT
Meski di rumahnya dia juga menggunakan air sumur untuk keperluan sehari-hari, tapi rasanya tetap berbeda mandi di sendang dengan mandi di kamar mandi sendiri. Rasanya lebih segar, namun tidak terlalu dingin. Ketika sudah mandi di sendang, dia bisa betah hingga berjam-jam.
“Enggak pernah pilek atau masuk angin walaupun berendam lama. Rasanya lebih enak aja di badan setiap selesai mandi di sini,” kata dia.
Dibandingkan dengan kolam renang, menurut dia juga jauh lebih enak mandi dan berenang di sendang. Sebab yang pasti, di sendang tidak ada kaporit.
Walaupun dasar sendang bukan lantai seperti di kolam renang, tapi airnya sama sekali tidak menjadi keruh ketika dipakai mandi oleh banyak orang. Tetap jernih, bahkan dasarnya yang terdiri atas batu-batu sungai kecil bisa terlihat jelas.
ADVERTISEMENT
“Enggak tahu juga ya, mungkin karena di sini lebih alami, jadi di badan pun rasanya enak,” ujarnya.
Sejarah yang Terputus
Beberapa bocah mandi di aliran sendang. Foto: Widi Erha
Saat ini, sudah tak ada yang tahu persis bagaimana awal mula mata air sendang Pengantin terbentuk. Tak ada sejarah, bahkan cerita-cerita nenek moyang terdahulu yang tersisa.
Kepala Dukuh Nambongan, Semianto, mengatakan cerita sejarah sendang Pengantin sudah terputus sejak beberapa generasi silam.
“Awal mulanya saya sendiri enggak tahu. Cuma yang kata orang-orang di sana itu istilahnya mata air penghidupan dari zaman dahulu. Yang pasti itu sudah ratusan tahun,” ujar Semianto.
Ketika masih kecil, dia mengaku sering menonton tradisi mitoni di sendang Pengantin. Tradisi itu adalah memandikan calon ibu yang usia kehamilannya sudah mencapai tujuh bulan untuk memohon kesehatan dan keselamatan jabang bayi maupun orangtuanya. Tapi sekarang tradisi itu sudah lama ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
“Mungkin karena yang selatan itu untuk laki-laki, terus yang utara untuk perempuan, terus pada waktu itu untuk mitoni itu, makanya dinamai sendang Pengantin. Tapi itu cuma tebakan, pastinya enggak tahu,” ujarnya.
Kepala Dukuh Nambongan, Semianto. Foto: Widi Erha
Sampai beberapa dekade silam, sendang Pengantin memegang peran yang sangat vital bagi masyarakat di sekitarnya. Karena jarang yang memiliki kamar mandi sendiri, sebagian besar masyarakat menggunakan sendang Pengantin untuk keperluan sehari-hari: konsumsi, mandi, dan mencuci.
“Karena itu, makanya disebut mata air penghidupan,” ujarnya.
Sekarang, meski sebagian besar masyarakat sudah memiliki kamar mandi sendiri di rumahnya, tapi masih cukup banyak yang mandi dan mencuci di sana. Pukul sepuluh malam sampai subuh, biasanya ada orang-orang dari luar yang datang dan mandi di sendang.
ADVERTISEMENT
Pengunjung dari luar akan semakin ramai ketika malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Di antara yang datang, menurutnya banyak yang dari kalangan Keraton Yogyakarta.
Ketika malam hari digunakan untuk mandi orang dari luar, sejak subuh gantian, masyarakat setempat yang menggunakan sendang untuk mandi dan keperluan lain.
“Kalau pagi malah hangat itu airnya. Justru kalau sudah siang atau sore, airnya jadi lebih dingin,” ujarnya.
Masyarakat juga memanfaatkan air sendang untuk budidaya ikan, ada sekitar 20 kolam ikan nila di sekitar sendang.
Mata air sendang Pengantin kata Semiyanto sempat mengecil beberapa tahun lalu, ketika pohon-pohon sukun besar di sekitarnya ditebangi. Sekarang, pohon-pohon itu tidak tersisa lagi. Menyisakan pohon-pohon bambu yang menjadi satu-satunya penumpu mata air tetap hidup.
ADVERTISEMENT
“Tapi walaupun begitu tidak pernah kering mata airnya, walaupun musim kemarau panjang. Apalagi musim penghujan kayak gini, makin besar biasanya,” ujar Semiyanto.
Menjadi Tempat Wisata Religi dan Wahana Mengenalkan Alam pada Anak
Daruki Kartini, ketua pengelola sendang Pengantin. Foto: Widi Erha Pradana.
1991, selepas ada musibah puting beliung, sendang Pengantin dipugar untuk pertama kalinya. Memanfaatkan bantuan material dari pemerintah, dibangunlah tembok yang mengelilingi sendang putri dan sendang kakung.
Namun beberapa lama, sendang itu kurang terawat. Akses menuju sendang banyak tertutup pohon-pohon bambu dan semak belukar. Tahun ini, mereka mendapatkan lagi bantuan dana sebesar Rp 55 juta dari Dinas Pariwisata setempat untuk membangun fasilitas yang ada di sendang.
“Ini sedang proses pemasangan konblok, biar aksesnya mudah dan lebih bersih. Nanti juga akan dipasang beberapa kursi kayak yang di Malioboro itu,” kata Daruki Kartini, ketua pengelola sendang Pengantin.
ADVERTISEMENT
Konsep pengembangannya menurut dia tidak akan banyak mengubah bentuk asli, hanya akan menambah fasilitas-fasilitas penunjang saja seperti jalan, penerangan, tempat duduk, dan tempat sampah.
Untuk menunjang perekonomian masyarakat, di sekitar sendang akan dibangun kedai sederhana yang menjual makanan-makanan tradisional.
“Saya maunya yang natural saja, karena sekalian mengenalkan alam kepada anak-anak,” ujar perempuan yang juga dokter hewan itu.
Selain sebagai wisata religi, edukasi ekologi kepada anak-anak juga menjadi salah satu poin utama yang dia jadikan dasar dalam pembangunan sendang. Sebab, merekalah yang di masa depan akan meneruskan tugas untuk menjaga mata air dan lingkugan mereka. Jika tidak ditanamkan sejak dini, maka akan sulit membuat mereka merasa memiliki semua itu ketika sudah besar.
ADVERTISEMENT
“Ya pelan-pelan kita ajarkan, sambil main. Enggak mungkin kan kalau langsung didoktrin macam-macam,” ujarnya.
Pembangunan pariwisata di sendang ini bukan tanpa kendala. Daruki mengeluhkan sedikitnya orang yang mau terlibat dalam pembangunan pariwisata tersebut. Anak-anak muda yang dia harapkan dapat memberi sumbangsih, setidaknya berupa ide-ide kreatif dan inovatif juga tidak mau bergerak.
“Sama dana, kita masih kesulitan dana. Karena untuk ini saja kita juga masih nombok. Jadi ini kita juga masih sambil berusaha terus untuk cari bantuan-bantuan lain,” ujar Daruki Kartini. (Widi Erha Pradana / YK-1)