'Rakyat Bantu Rakyat' Masak Makan Siang untuk Buruh Gendong Pasar Beringharjo

Konten dari Pengguna
19 Oktober 2020 19:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sekitar 200 buruh gendong Pasar Beringharjo yang tergabung dalam paguyuban Sentong Endong-endong. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Sekitar 200 buruh gendong Pasar Beringharjo yang tergabung dalam paguyuban Sentong Endong-endong. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
Sejumlah relawan di Yogyakarta yang tergabung dalam gerakan Rakyat Bantu Rakyat saling bahu-membahu menyiapkan makan siang untuk para buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Pada Senin (19/10) pagi, belasan relawan sudah berkumpul di Warmindo Bakzoo di Jalan Veteran, Umbulharjo, Yogyakarta. Ada yang bertugas memasak, bersih-bersih, membungkus makanan, juga mengirimkan makanan ke Pasar Beringharjo.
“Jadi relawan milih, bisanya apa minatnya apa. Kita manfaatkan sesuai keahlian mereka,” kata M. Berkah Gamulya, Co-Inisiator Dapur Umum Bakzoo Jogja.
Sejauh ini, sudah ada sekitar 35 orang yang bergabung sebagai relawan dari berbagai elemen masyarakat. Ada mahasiswa, pelajar, buruh, ada juga pemilik seorang pengusaha katering yang usianya sudah 59 tahun.
Untuk sementara, pembagian makan siang kepada buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo ini akan dilaksanakan selama lima hari ke depan.
“Setelah itu kita akan evaluasi, kalau nanti saldo kita masih cukup, donasi masih berjalan, semoga kita akan terus melanjutkan gerakan ini,” ujar Mulya, sapaan akrab Berkah Gamulya.
Berkah Hamulya, kaos putih lengan reglan hitam, bersama sejumlah relawan sedang menyiapkan makan siang untuk para buruh gendong. Foto: Widi Erha Pradana.
Gerakan ini dilatarbelakangi oleh pandemi yang tak kunjung usai, yang membuat perekonomian masyarakat makin terpuruk. Mulya mengakui, sebenarnya masih sangat banyak kelompok-kelompok masyarakat rentan lain yang juga membutuhkan bantuan serupa.
ADVERTISEMENT
“Tapi kami mengukur kemampuan kami, kapasitas kami. Karena baru mulai, kapasitas kami juga masih terbatas, jadi kami sekarang fokus ke Beringharjo dulu, karena kebetulan kami juga punya jaringan di sana,” lanjutnya.
Di hari pertama, mereka menyiapkan 130 bungkus makan siang untuk dibagikan kepada para buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo. Ke depan, jika semuanya berjalan lancar, bukan tidak mungkin mereka akan meluaskan sasaran mereka ke kelompok-kelompok rentan lain di Jogja.
Menurut Mulya, antusiasme masyarakat Jogja sebenarnya sangat besar dalam gerakan gotong royong seperti itu. Tak hanya menyumbangkan tenaga, di awal gerakan juga banyak donatur dari Jogja maupun luar Jogja.
“Donatur dari dalam Jogja kebanyakan menyumbangkan beras, sayuran, dan logistik lain. Kalau dari luar kebanyakan mendonasikan uang,” ujar Mulya.
ADVERTISEMENT
Berbuat Baik Tak Memandang Umur
Dian Astuti, memakai faceshield, relawan paling senior. Foto: Widi Erha Pradana.
Diah Astuti adalah relawan paling senior di antara yang lain di Dapur Umum Bakzoo Jogja siang itu. Usianya sudah menginjak angka 59. Dia adalah kepala koki di dapur umum itu, yang menentukan apa menu makan siang yang akan disiapkan setiap hari. Dia juga yang mengontrol kualitas makan siang untuk para buruh gendong perempuan. Siang itu, menu utama makan siangnya adalah nasi putih, telur balado, dan capcay jawa.
Diah belum setahun tinggal di Jogja. Sebelumnya, Diah adalah pengusaha katering di Jakarta yang berencana pindah tempat usaha ke Jogja. Namun karena pandemi, rencana membuka katering di Jogja kandas.
“Anak saya ngasih tahu kalau ada kegiatan kayak gini, terus saya tertarik, sekalian ngisi waktu luang,” ujar Diah setelah selesai memasak siang itu.
ADVERTISEMENT
Sebagai pengusaha katering yang sudah istirahat setahun lebih, hasratnya untuk memasak sudah lama dipendam. Ada yang hilang dalam dirinya, karena tidak bisa menyalurkan hobinya memasak untuk orang banyak setiap hari. Sehingga ketika dipercaya sebagai kepala koki di dapur umum, Diah merasa sangat bahagia dan seperti menemukan dirinya yang sudah lama hilang.
“Sekalian menyalurkan hobi, karena sudah lama banget enggak masak-masak kayak gini,” ujarnya.
Kesibukan relawan. Foto: Widi Erha
Hari pertama bekerja sebagai relawan di dapur, Diah dibantu oleh tiga relawan lain yang jauh lebih muda yang berprofesi seorang pekerja rumah makan dan mantan karyawan di restoran yang dirumahkan. Mereka bersama-sama meracik makanan paling lezat untuk makan siang para buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo.
“Seneng lihat anak-anak muda pada semangat, berasa jadi muda lagi,” ujarnya berkelakar.
ADVERTISEMENT
Senyum Bungah Para Buruh Gendong
Kesibukan buruh gendong di Pasar Beringharjo, Jogja. Foto: Widi Erha.
Beberapa buruh gendong perempuan sudah menunggu di dekat tempat parkir ketika beberapa relawan tiba di Pasar Beringharjo. Dari kelopak mata yang menyempit, ada senyum bungah yang tak terlihat karena terhalang masker yang mereka kenakan.
Dulu, di awal-awal pandemi, berbagai jenis bantuan memang terus berdatangan dari mana-mana. Namun belakangan, bantuan itu makin jarang datang. Padahal, pandemi belum usai, dan penghasilan mereka sebagai buruh gendong tak makin seret karena pandemi.
Ada sekitar 200 lebih buruh gendong perempuan. Itu baru yang tergabung sebagai anggota paguyuban Sentong Endong-Endong, sebuah paguyuban para buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo.
“Kalau ditambah yang di luar paguyuban, lebih banyak lagi. Padahal pasar bisa dibilang masih sepi, kadang ada yang sehari enggak nggendong sama sekali,” kata Warsiati, 39 tahun, koordinator buruh gendong perempuan lantai 2 Pasar Beringharjo.
ADVERTISEMENT
Warsiati tergolong buruh gendong yang masih muda di Pasar Beringharjo. Dia juga tergolong sebagai buruh gendong yang masih baru, meski sudah menekuni pekerjaan itu selama 10 tahun. Menurutnya, sebagian besar buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo sudah berusia di atas 50 tahun dan sudah bekerja selama puluhan tahun.
“Jadi bantuan-bantuan kayak gini memang bermanfaat sekali untuk para buruh gendong di sini ya. Ya setidaknya mengurangi pengeluaran untuk makan siang,” ujar Warsiati. (Widi Erha Pradana / YK-1)