12 Ribu Remaja Anggota Pramuka AS Diduga Alami Pelecehan Seksual dan Pedofili

Konten dari Pengguna
20 Februari 2020 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Boy Scout of America. Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Boy Scout of America. Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
Berita menggemparkan mengguncang dunia pramuka dunia beberapa hari ini. Boy Scouts of America (BSA) atau Pramuka khusus untuk anggota laki-laki (mayoritas siswa sekolah) mengajukan pailit ke pengadilan pada Selasa (18/2) lalu.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, organisasi pramuka yang telah berusia lebih dari 1 abad itu kesulitan untuk membayar kompensasi pada anak laki-laki yang dilecehkan selama aktif di organisasi kepramukaan.
Menurut laporan NPR tahun lalu, ada hingga 12 ribu korban pelecehan seksual di BSA sejak 1940-an hingga 2016. Untuk diketahui, di Amerika, siswa laki-laki dan perempuan memiliki organisasinya sendiri, laki-laki ke Boys Scouts of America, sedangkan anak perempuan ke Girls Scouts of America.
“Orang tua harus diberi tahu pada saat mereka datang untuk mendaftarkan anak mereka, bahwa para anggota Pramuka sedang menangani dampak skandal pelecehan seksual yang dapat membuat kasus gereja (Katolik Roma) tampak kerdil,” kata komedian dan kritikus sosial gereja Lee Camp, kepada Russian Today pada hari Selasa (18/2).
ADVERTISEMENT
Sejumlah pemerhati pramuka mengemukakan bahaya besar selanjutnya sebab orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk mengikuti kegiatan kepramukaan belum mendengar kejadian ini, atau tidak memahami besarnya kasus dari jumlah dan cakupan kasus ini.
Salah satu pengacara korban pelecehan menduga bahwa skandal bisa lebih parah daripada yang dihadapi Gereja Katolik. BSA dituduh menutupi pelecehan seksual yang telah terjadi bertahun-tahun terhadap ribuan anggota muda dan di bawah umur. Organisasi juga gagal melindungi anak-anak dari pedofil.
Pola Berulang Pengajuan Bangkrut
Boy Scout of America. Foto : Fort George G. Meade Public Affairs Office / CC BY 2.0 / (MGN)
Dalam permohonan kebangkrutan kepada pengadilan, Boy Scout of America (BSA) mengkalim memiliki aset sebesar $1 miliar hingga $10 miliar dan kewajiban sebesar $500 juta hingga $1 miliar.
Para ahli mengatakan adanya pola yang sama antara Pramuka dan institusi lainnya untuk menggunakan kebangkrutan guna menangani tuntutan hukum yang mahal atas tuduhan pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Sejumlah keuskupan Katolik mengajukan kebangkrutan setelah pendeta dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak. US Gymnastic mengajukan kebangkrutan pada tahun 2018 karena menghadapi 100 tuntutan hukum untuk dokter tim Larry Nassar yang datang dari 350 korban pelecehan seksual.
Permohonan kebangkrutan BSA dinilai akan menjadi salah satu kasus kebangkrutan paling rumit di Amerika dalam sejarah, kata pengacara korban kepada Washington Post, dan menimbulkan pertanyaan tentang dampak yang mungkin terjadi pada dewan Pramuka di 50 negara federal yang sebenarnya independen dari BSA.
Para pengacara yang membawa perkara hukum melawan BSA mengatakan bahwa mereka skeptis tentang kemampuan organisasi tersebut dalam melindungi dewan pramuka lokal secara keseluruhan.
Pertanyaan kuncinya akan menjadi entah BSA akan dapat melindungi aset dewan lokal, yang memiliki markas dan properti terkait pramuka di seluruh negara. Dewan lokal memiliki 70% dari kekayaan BSA, menurut analisis Wall Street Journal.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, selama dekade terakhir, tuntutan hukum, investigasi dan laporan media telah mengungkapkan dokumen-dokumen internal Pramuka yang merinci generasi-generasi yang diduga pelaku pelecehan. Seorang penyelidik yang disewa oleh Pramuka mengatakan tahun lalu bahwa timnya telah mengidentifikasi 12.254 korban dan 7.819 pelaku dalam dokumen internal dari tahun 1946 hingga 2016.
Keanggotaan baru terus menurun hingga 26% dalam dekade terakhir. Penurunan dramatis jumlah ini, ditambah dengan kehilangan kemitraan kunci dengan Church of Jesus Christ of Latter-day Saints, meninggalkan Pramuka bertarung menemukan ‘relevansinya’ di tengah dunia yang sibuk. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)