5 Komunitas Penyambung Nyawa Kucing Jalanan Jogja Selama Pandemi COVID-19

Konten dari Pengguna
9 Mei 2020 7:32 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kolase : ESP
zoom-in-whitePerbesar
Kolase : ESP
ADVERTISEMENT
Dampak pandemi tak hanya dirasakan oleh manusia. Ribuan kucing liar atau kucing jalanan di Yogyakarta (dan mungkin di seluruh dunia) juga harus menanggung sulitnya hidup di tengah pandemi. Kampus dan perkantoran yang libur, warung makan dan warung kaki lima yang tutup, serta pasar-pasar tradisional yang tak lagi beroperasi adalah petaka bagi ribuan kucing yang selama ini menggantungkan makanan di sana.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, tak jarang kucing-kucing liar itu kini jadi kurus karena tak ada lagi yang mengurusnya. Tak ada lagi tempat mangkal yang selalu menyediakan makanan untuk mereka, meski hanya sekadar sisa makanan.
Namun di tengah situasi sulit ini, masih ada orang-orang yang terketuk hatinya untuk menyelamatkan kucing-kucing tanpa majikan ini. Meski dampak pandemi kian pelik, mereka masih menyisihkan rezeki, baik materi maupun waktunya untuk mengurus kucing-kucing jalanan.
Di Yogyakarta, orang-orang seperti ini cukup banyak, baik mereka yang tergabung dalam komunitas pecinta kucing maupun mereka yang bergerak sendiri-sendiri. Berikut 5 komunitas pecinta satwa di Yogyakarta yang berkontribusi dalam menyelamatkan kucing-kucing jalanan di Yogyakarta selama masa pandemi.
1. Edupets Jogja
Edupets Jogja adalah komunitas para pecinta kucing di Yogyakarta yang bergerak dalam bidang menyejahterakan kucing dan edukasi kepada masyarakat terkait semua hal tentang kucing. Di masa pandemi ini, Edupets Jogja bergerak dalam memberi makanan atau street feeding kucing-kucing liar yang ada di sebuah kampus swasta di bagian barat Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Ary Rahayu, pendiri Edupets Jogja mengatakan, inisiatif itu muncul ketika mereka melihat banyak kucing-kucing yang berkeliaran di lingkungan kampus. Biasanya, mereka makan dari sisa-sisa makanan di kantin atau dari mahasiswa. “Tapi karena corona ini kampus libur, kantin otomatis tutup. Nah, kami berpikir, bagaimana nasib-nasib kucing ini? Enggak ada sumber makanan lagi buat mereka,” kata Ary akhir pekan lalu di sela melakukan street feeding.
Pemberian makan kepada kucing-kucing liar di kampus ini sudah dilakukan hampir sebulan ini. Selain melakukan pemberian makanan, Edupets juga memeriksa kesehatan kucing-kucing di kampus setiap hari.
Sebelum masa pandemi, Edupets telah melakukan program-program kesejahteraan kucing seperti Pos Pelayanan Kucing (Posyancing), semacam Posyandu untuk kucing serta sterilisasi kucing. Sterilisasi adalah pengangkatan organ reproduksi kucing yang bertujuan untuk menekan populasi kucing. Sebab, menurut Ary pembuangan kucing semakin marak dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Setelah disterilisasi, kucing juga akan lebih sehat, lebih bahagia. Karena dia jadi tidak stres birahi lagi, kalau dia stres birahi dia jadi gampang sakit, sistem imunnya akan sangat turun sehingga gampang diserang berbagai jenis virus dan penyakit,” jelas Ary.
2. Animal Friends Jogja
Animal Friends Jogja merupakan sebuah organisasi nirlaba berbadan hukum yang berbasis kerja relawan dan pergerakan akar rumput untuk meningkatkan kesejahteraan satwa. Di masa pandemi ini, kesibukan mereka makin menjadi. Ada sekitar 150an kucing dan 26 anjing yang harus mereka rawat di rumah singgah, selain juga sebisa mungkin tetap memonitor mereka yang masih berada di jalanan.
Salah seorang pendiri AFJ, Angelina, mengatakan ada beberapa program utama yang mereka lakukan secara rutin seperti edukasi, sterilisasi, kampanye, serta advokasi satwa dan bekerja sama dengan organisasi bermisi serupa.
ADVERTISEMENT
“Di awal tahun 2015, AFJ menginisasi pergerakan feeding dan TNR (trap-neuter-return) di salah satu pasar terbesar di DIY. Dari situ kami melihat banyaknya kasus pembuangan di pasar yang menjadi common dumping ground,” kata Angelina, pekan ini.
Singkat cerita, untuk memperluas pergerakan dan memperkuat sumber daya, mereka kemudian menggelar sebuah pertemuan yang mengundang para pecinta kucing di DIY untuk menggalang kepedulian dan berbagi gagasan untuk begerak bersama. “Dari pertemuan itulah cikal bakal terbentuknya komunitas Peduli Kucing Pasar yang hingga kini masih terus bergerak,” jelas Angel.
3. Peduli Kucing Pasar
Peduli Kucing Pasar (PKP) merupakan komunitas yang dibentuk oleh AFJ pada 2016 atas keprihatinan meeka melihat kondisi kucing-kucing liar yang ada di pasar. Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan PKP adalah memberi makan kucing-kucing di pasar yang sebenarnya sudah dilakukan sejak lama, sebelum adanya pandemi.
ADVERTISEMENT
Salah seorang relawan PKP, Sari Yuniati mengatakan saat ini mereka menangani kucing-kucing di 33 pasar yang tersebar di seluruh wilayah DIY dengan jumlah relawan aktif sekitar 40 sampai 50 orang. “Jumlah kucingnya berbeda-beda, kan ada pasar yang besar ada juga yang kecil,” kata Sari saat dihubungi melalui telefon pekan ini.
Selama pandemi ini, menurut Sari semakin banyak orang yang membuang kucing di pasar. Salah satu alasannya menurut Sari karena ketakutan masyarakat kalau kucing dapat menyebarkan virus corona kepada manusia. “Karena kurang pengetahuan, selain itu juga karena sudah kebanyakan kucing karena enggak disterilisasi,” jelasnya.
Selain memberi makan kucing-kucing pasar tiap hari, setiap bulan PKP juga melakukan sterilisasi terhadap kucing-kucing yang ada di pasar. Mereka juga aktif memberikan edukasi kepada masyarakat dan sekolah-sekolah terkait dengan pentingnya sterilisasi untuk mengontrol populasi, merawat kucing dan tidak membeda-bedakannya, serta mengadopsi kucing, bukan membelinya.
ADVERTISEMENT
4. Indonesian Street Cat
Indonesian Street Cat Community (ISCC) adalah komunitas pecinta kucing yang berbasis di Yogyakarta. Mereka menampung sekitar 80 kucing tak berpemilik di Yogyakarta untuk dirawat. Selain mengadopsi kucing-kucing tak berpemilik yang tak bisa hidup sendiri, mereka juga aktif melakukan street feeding untuk memberi makan kucing-kucing jalanan.
Selain memberi makan, ISCC juga merawat dan mengobati kucing-kucing yang sakit, entah karena penyakit, karena disiksa, atau korban kecelakaan. Untuk membantu operasional, ISCC juga membuka donasi bagi yang ingin berkontribusi dalam menyelamatkan kucing-kucing jalanan. “Together we can share and care” adalah slogan mereka.
5. Kucing UGM
Berawal dari mengunggah foto-foto kucing yang ada di lingkungan kampus UGM, Damar Paramananda dan teman-temannya kemudian membuat sebuah komunitas pecinta kucing yang dinamai Kucing UGM. Salah satu yang membuat mereka memutuskan membentuk komunitas Kucing UGM adalah keresahan melihat banyak kucing yang berkeliaran di lingkungan kampus namun tidak terurus. Saat ini, Kucing UGM telah memiliki 26 pengurus dan 32 relawan tetap.
ADVERTISEMENT
Di masa pandemi, mereka aktif keliling kampus untuk memberikan makanan kepada kucing-kucing tak berpemilik. “Semenjak kampus diliburkan, kucing-kucing kampus kehilangan manusia-manusia baik yang biasanya memberikan mereka makanan untuk tetap bisa bertahan hidup, entah itu sisa makanan yang diberikan oleh para mahasiswa ataupun makanan yang memang diberikan khusus untuk kucing-kucing tersebut,” kata Damar ketika dihubungi.
Menurut Damar, selama ini kucing-kucing di UGM bertahan hidup dengan mengandalkan para mahasiswa pecinta kucing yang biasa memberi mereka makanan. Banyak juga yang harus berburu tikus, mencari sisa-sisa makanan manusia, bahkan kadang mereka harus mengorek-ngorek tempat sampah untuk mendapatkan makanan.
Sementara pandemi, semakin membuat kucing-kucing kampus kelimpungan. Karena kampus libur, orang-orang baik yang biasanya memberi mereka makanan kini tak ada lagi. “Sebelum ada COVID-19 kondisinya sehat-sehat dan gendut-gendut, tapi semenjak pandemi ini ada beberapa yang kurus,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Biasanya, kucing-kucing yang kurus ini karena wilayah teritorinya jauh dari tempat yang sering dijangkau oleh petugas kampus yang biasa memberi mereka makanan juga. Atau bisa juga karena kucing-kucing ini tidak terbiasa berinteraksi dengan manusia, sehingga sulit untuk diberi makanan.
Saat ini, berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Kucing UGM ada sekitar 80 kucing yang berkeliaran di lingkungan UGM. Jika tidak dilakukan sterilisasi, maka jumlah ini akan terus meningkat dan sangat mungkin terjadi ledakan populasi. Karena itu, selain street feeding, Kucing UGM juga melakukan program sterilisasi kucing kampus sebulan sekali.
“Untuk kendala saat ini, kami kekurangan sumber daya untuk mendistribusikan makanan ke 19 fakultas yang ada di UGM karena banyak pengurus maupun volunteer tetap Kucing UGM pada mudik ke daerahnya masing-masing,” kata Damar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Kucing UGM juga aktif memeriksa kesehatan kucing-kucing kampus dan mengobati mereka yang sakit. Untuk kucing-kucing yang sekiranya tidak bisa hidup tanpa manusia juga akan dicarikan adopter untuk mengurus mereka. “Ada banyak kebaikan yang bisa kita lakukan. Salah satunya adalah berbagi dengan kucing-kucing jalanan di tengah situasi sulit begini,” jelasnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)