Akademisi Yogya Soal Citayam Fashion Week: Brilian dan Patut Diapresiasi

Konten Media Partner
20 Juli 2022 14:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Remaja berpose di area sekitar taman Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis (7/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Remaja berpose di area sekitar taman Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis (7/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Derajad Sulistyo Widhyarto, mengatakan bahwa event Citayam Fashion Week merupakan fenomena pembentukan budaya baru oleh anak-anak muda dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang brilian. Karena itu, alih-alih dihina, mestinya apa yang dilakukan oleh anak-anak muda itu justru diapresiasi.
ADVERTISEMENT
“Kemunculan mereka yang menggunakan area publik di pusat kota sebagai lokasi unjuk ekspresi serta memilih gaya busana sebagai pilihan budaya baru sangat brilian,” kata Derajad seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Pandangan Jogja @Kumparan, Rabu (20/7).
Menurutnya, salah satu karakter kaum muda adalah menciptakan kebudayaan youth culture (kebudayaan kaum muda). Fesyen atau gaya busana adalah pilihan yang tepat untuk membentuk suatu budaya baru karena dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
Apalagi, para anak muda yang melakukan peragaan busana di jalanan ibu kota ini umumnya berasal dari kota-kota penyangga Jakarta. Bahkan, mereka berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah, sehingga seakan-akan sedang menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan adalah upaya untuk melawan arus fenomena budaya konsumerisme dan pamer kemewahan yang ditunjukkan para pegiat media sosial dan influencer.
ADVERTISEMENT
Kehadiran anak-anak muda itu, menurutnya telah menjadi pengisi baru ruang publik kota yang sebelumnya dipenuhi oleh budaya masyarakat menengah ke atas ala ibukota.
“Mereka memang kalah bertarung dengan kaum muda menengah ke atas yang sudah masuk ruang bisnis kota. Maka, Citayam adalah representasi kaum muda menengah ke bawah dan menjadi bagian dari eksistensi baru mereka dalam mengisi ruang kota dan sekaligus pembentuk budaya muda kota,” lanjutnya.
Derajad Sulistyo Widhyharto. Foto: Fisipol UGM
Derajad juga menyoroti gaya busana yang dipilih anak-anak muda Citayam. Ketimbang membeli busana-busana bermerek dengan harga yang mahal, mereka lebih memilih menggunakan baju pinjaman atau membeli pakaian bekas dengan harga yang jauh lebih murah.
“Hal inilah yang membentuk kritik konsumsi fesyen kaum muda kota yang terjebak memakai produk industri,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sisi brilian lain yang dilakukan oleh anak-anak muda Citayam itu menurut Derajad adalah bagaimana mereka menggaungkan ruang ekspresi budaya barunya melalui media digital. Anak-anak muda itu menurutnya sangat brilian dalam memanfaatkan media sosial, hingga apa yang mereka lakukan kemudian menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia, termasuk pejabat publik.
Selain itu, pilihan Jakarta sebagai tempat untuk mengekspresikan budayanya juga dinilai sangat tepat.
“Kaum muda di sana paham betul jika Jakarta adalah ruang yang bisa mewakili daya tarik dan meningkatkan audiens. Maka mereka dengan sadar menjadikan Jakarta sebagai ruang penciptaan budaya,” kata Derajad.