Alumni SMPN 1 Turi Mengenang Sosok Sang Guru yang Kini Jadi Tersangka

Konten dari Pengguna
26 Februari 2020 19:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tiga pembina pramuka (kiri ke kanan) Isfan Yoppy Andrian, Danang Dewo Subroto, dan Riyanto saat di Polres Sleman. Foto:  Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tiga pembina pramuka (kiri ke kanan) Isfan Yoppy Andrian, Danang Dewo Subroto, dan Riyanto saat di Polres Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Daffa Kurnianda sedang asik mengobrol dengan teman sebangkunya ketika Riyanto, guru Seni Budaya yang tengah memberikan materi di depan kelas tiba-tiba memarahinya. Daffa kaget, baru kali itu dia melihat Riyanto marah di depan kelas.
ADVERTISEMENT
“Cuma sekali itu saja saya lihat beliau marah di kelas seingat saya dan itu karena ulah saya, jadi masih ingat terus sampai sekarang,” kata Daffa, di Yogyakarta, Rabu (26/2).
Daffa Kurnianda adalah salah seorang alumni SMP Negeri 1 Turi tahun 2014 yang saat ini sudah bekerja. Saat sekolah dulu, dia mengaku cukup dekat dengan Riyanto, guru seni budaya sekaligus pembina pramuka di sekolahnya yang kini berstatus tersangka karena musibah di Sungai Sempor yang mengakibatkan 10 siswinya meninggal dunia.
Pengalaman lain dialami oleh Renika Sari, alumnus SMPN 1 Turi tahun 2012. Saat itu, dia sudah duduk di kelas IX, suatu pagi dia berangkat ke sekolah dengan perasaan takut dan khawatir. Pasalnya, tugas dari Riyanto untuk membuat karya seni lukis menggunakan cat air dengan teknik cipratan belum kelar.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, Reni tetap mengumpulkan tugas tersebut dengan bentuk alakadarnya, baru setengah jadi, ada bagian kertas yang sobek entah karena apa. Reni sudah bersiap menerima kemarahan dan hukuman dari Riyanto, tapi ternyata hal itu tidak terjadi.
“Ternyata ketika dicek, bapak tidak marah kepada saya meskipun tugas saya bisa dikatakan tidak layak. Kemudian beliau mengomentari hasil karya satu per satu dan beliau tetap memuji tugas saya meskipun ukurannya hanya kecil dan kertasnya sedikit sobek,” ujar Reni yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Jurusan Bimbimbang dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta.
Daffa dan Reni tidak begitu dekat dengan 2 guru yang jadi tersangka lainnya. Satu gurunya itu guru khusus pembina pramuka, sehingga tidak cukup dekat dan yang satu lagi guru baru.
ADVERTISEMENT
Sosok yang Sabar dan Humoris
Di mata Daffa dan teman-teman sekelasnya, Riyanto adalah guru yang sangat penyabar. Cara mengajarnya sangat santai, tidak kolot seperti yang kerap distigmakan kepada guru-guru berumur.
“Beliau bisa saya katakan enggak pernah marah dalam mengajar. Sangat enjoy lah, bisa dibilang seperti itu,” ujar Daffa.
Ketika menjadi pembina pramuka, Riyanto juga dikenal fleksibel, tidak ribet. Ketika hujan tiba-tiba turun saat kegiatan lapangan sedang berlangsung, kegiatan langsung dipindah ke dalam kelas. Senada dengan Daffa, di mata Reni, Riyanto adalah sosok guru yang sangat sabar. Selama tiga tahun dididik, tak pernah sekalipun Riyanto memarahinya.
“Beliau orangnya juga humoris, suka bercanda, dan dekat dengan siswa-siswanya,” kata Reni.
Bagi Reni, Riyanto juga sosok guru yang sangat ramah. Setiap kali ada pembagian rapor maupun rapat wali murid, Riyanto selalu ada di depan sekolah untuk menyambut dan menyalami para wali murid yang datang.
ADVERTISEMENT
Ketika Hati Teriris Melihat Kondisi Sang Guru
Karena selama ini mengenal Riyanto sebagai sosok guru yang sangat sabar, Daffa sangat kaget ketika mendengar kabar gurunya itu menjadi salah seorang tersangka atas kecelakaan di Sungai Sempor akhir pekan kemarin. Dia merasa sangat sedih dan tidak tega melihat gurunya dibuat gundul dan fotonya tersebar di mana-mana.
“Dilihat sih tidak tega mas, cuma mau gimana lagi, ini negara hukum juga sih. Walaupun tidak ada yang menginginkan kejadian itu, tapi ya memang harus ada yang bertanggung jawab. Dan mungkin ketiga bapak itulah yang dianggap paling bertanggung jawab,” ujar Daffa.
Reni juga sangat kaget ketika mendengar kabar Riyanto menjadi salah seorang tersangka atas insiden memilukan itu. Dia juga sangat sedih dan tidak tega ketika melihat foto Riyanto dan dua tersangka lain ketika dihadirkan dalam konferensi pers di Polres Sleman Selasa kemarin. Dalam foto itu terlihat ketiga tersangka digunduli dan tanpa alas kaki.
ADVERTISEMENT
“Saya selalu berpikir, apa harus sampai seperti itu? Tetapi banyak yang berkomentar, lebih kasihan orangtua yang kehilangan anaknya,” ujar Reni.
Reni juga tidak menampik kenyataan itu. Tapi menurutnya, tidak ada yang tahu seberapa besar rasa bersalah dan tersiksanya Riyanto dan kedua tersangka lain atas insiden yang terjadi. Perasaannya semakin teriris ketika melihat komentar-komentar warganet di media sosial yang begitu keras.
“Ya meskipun beliau ikut andil dalam insiden ini, saya merasa tidak seharusnya beliau dikata-katai kotor. Saya hanya berpikir, ini adalah nasib buruk untuk kita semua, korban, pak guru, dan semua. Karena ketika SMP, saya pramuka, tidak pernah ada susur sungai,” lanjutnya.
Daffa dan Reni tidak menampik atas kelalaian Riyanto dan pembina pramuka lainnya yang berakhir dengan meninggalnya 10 siswi SMPN 1 Turi. Namun, tidak ada yang menginginkan musibah memilukan itu terjadi. Terlebih ketiga tersangka adalah seorang guru, menurut mereka tidak pantas diperlakukan dan dihakimi secara kejam dan di luar hukum, oleh siapapun.
ADVERTISEMENT
“Karena beliau menjadi tersangka dalam kasus ini, bukan berarti beliau menjadi halal untuk diperlakukan secara tidak manusiawi. Tolong perlakukan mereka secara manusiwi juga, dan hukum sesuai dengan sistem hukum yang berlaku, yang adil bagi korban dan orang tua korban, dan jangan berlebihan, itu saja,” pinta Reni. (Widi Erha Pradana / YK-1)