news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Anak-anak Zaman, Album Musik yang Berkisah Janin pun Dibuang di Kali Code, Jogja

Konten Media Partner
30 Maret 2021 14:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Grup band Anak-anak Zaman. Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Grup band Anak-anak Zaman. Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
“Apa kabar sungaimu? Malam ini di desaku terjadi hujan panjang. Tak berkesudahan. Di sungaiku tak hanya air yang mengalir. Sampah plastik, batu, dan janin!”
ADVERTISEMENT
Itu adalah sepenggal lagu karya sekelompok anak muda berjudul, 'Apa Kabar Sungaimu? Lagu tersebut merupakan salah satu lagu dalam mini album yang baru saja mereka luncurkan dengan judul sama dengan nama grup musik mereka: Anak-anak Zaman.
Melalui lagu tersebut, mereka menceritakan kondisi sungai Code, Jogja, saat ini, dimana tidak lagi hanya air yang mengalir di sana tapi banyak juga sampah plastik, bahkan janin yang dibuang.
Plong, malam itu Muhammad Rizal Abdillah atau lebih dikenal Gopek merasa sangat lega. Begitu juga yang dirasakan teman-temannya dalam Kelompok Belajar Musik Anak-anak Zaman. Setelah menggarap mini albumnya sejak 2016, akhirnya mereka berhasil meluncurkan album debut itu pada Sabtu (27/3) malam.
Melalui mini album yang berisi lima lagu itu, mereka menceritakan kehidupan di pinggiran kali Code, Yogyakarta. Selain lagu Apa Kabar Sungaimu? ada juga lagi Kemarau yang menceritakan kondisi kali Code ketika musim kemarau panjang.
ADVERTISEMENT
Selain menceritakan gersangnya tanah pada musim kemarau, lagu itu juga menceritakan kerinduan anak-anak di pinggiran kali Code terhadap pelangi yang tak pernah muncul lagi karena tak ada hujan.
“Kemarau terlalu panjang. Tanah-tanah gersang. Dan pelangi enggan membentang, sebab hujan tak datang. Dan bintang bersinar terang, bila lampu-lampu dimatikan,” bunyi lirik lagu Kemarau.
Kali Code dipilih sebagai latar utama di balik album tersebut karena selama beberapa tahun terakhir mereka banyak berinteraksi dengan masyarakat di pinggiran Kali Code. Sejak 2013, mereka mendirikan sebuah rumah belajar di pinggiran Kali Code, tepatnya di daerah Sendowo. Rumah belajar itu terletak di sebuah jalan yang menurun, karena itu diberi nama Rumah Belajar Turunan.
“Turunan juga ada kepanjangannya, Pitutur Aksara untuk Anak Negeri,” kata Gopek selepas acara peluncuran mini Anak-anak Zaman.
ADVERTISEMENT
Selama bertahun-tahun mereka bersinggungan dengan kehidupan masyarakat di pinggiran kali Code, terutama dengan anak-anaknya. Mereka juga banyak melihat fenomena-fenomena sosial, budaya, maupun ekologi yang terjadi di tempat tersebut.
“Terus kami berpikir, sayang banget kalau peristiwa-peristiwa yang kita temui hilang begitu saja, enggak diabadikan,” lanjutnya.
Melibatkan Anak-anak dan Ibu-ibu Pinggiran Kali
Dalam proses kreatifnya, Anak-anak Zaman banyak melibatkan anak-anak setempat. Mereka mengajak anak-anak setempat untuk mengisi vokal beberapa lagu. Sebab, mereka tak mau hanya sekadar mengeksploitasi anak-anak dan masyarakat pinggiran kali sebagai sumber inspirasi dalam berkesenian.
“Supaya ini benar-benar bisa jadi karya bersama, mereka juga merasa memiliki karya ini,” kata Manajer Anak-anak Bangsa, Muhammad Husein.
Anak-anak juga banyak menjadi sumber inspirasi untuk karya-karya mereka. Misalnya ketika anak-anak bercerita tentang adanya janin yang pernah hanyut di sungai mereka, atau ikan-ikan kecil yang mati mengambang di pinggiran kali.
ADVERTISEMENT
“Waktu itu ada yang menggambar ikan, ada ikan yang mati kemudian ada tulisannya ‘Jangan membunuh ikan kecil seperti membunuh rakyat kecil’, dan itu di luar ekspektasi kami,” lanjutnya.
Lukisan-lukisan karya anak-anak di pinggiran kali Code tersebut juga dijadikan cover belakang CD album mereka. Sehingga, hampir semua CD tidak ada yang covernya sama.
“Kenapa anak-anak? Karena anak-anak yang paling jujur, mereka tidak pernah mengada-ada,” ujarnya.
Mini album ini juga lahir salah satunya karena keresahan mereka melihat lagu anak-anak yang diajarkan di sekolah dari dulu sampai sekarang hampir tidak pernah berubah: kalau bukan Balonku, Bintang Kecil. Karena itu, lirik-lirik yang ditulis dalam album tersebut juga dibuat sesederhana mungkin supaya mudah dicerna anak-anak.
ADVERTISEMENT
Selain anak-anak, mereka juga melibatkan ibu-ibu kampung dalam membuat mini albumnya. Ada satu lagu dalam mini album tersebut yang melibatkan ibu-ibu setempat untuk mengisi vokalnya, lagu itu berjudul Salam dari Kami Orang-orang Pinggir Kali.
“Kami juga diskusi sama ibu-ibu di sana, liriknya seperti ini, kurangnya di mana, perlu di tambah apa, dan sebagainya,” kata Husein.
Hanya Tukang Cerita
Pentas saat peluncuran album. Foto: Widi Erha Pradana
Meski beberapa lagunya menyinggung isu lingkungan, tapi Anak-anak Zaman tak mau disebut sebagai pembawa pesan tertentu. Mereka tak mau jadi agitator yang menggurui orang-orang melalui lagu-lagunya. Sebab, saat ini sudah terlalu banyak orang yang berceramah atau berpidato, dan cerita menurut mereka memiliki kekuatan tersendiri jika disampaikan dengan indah.
“Kami hanya tukang cerita. Kita tidak harus membawa pesan tertentu untuk menjaga lingkungan, memangnya kita ini siapa. Kalaupun nanti ditangkap sebagai pesan kebaikan, ya itu bonus saja,” ujar Gopek.
ADVERTISEMENT
Anak-anak Zaman menurut Gopek hanya ingin membagikan atau menyampaikan cerita apa yang mereka lihat dan alami selama berinteraksi dengan masyarakat di pinggiran kali Code. Karena itu, tidak semua lagu dalam album mereka mengusung isu-isu tentang lingkungan.
Misalnya lagu Matahariku yang menceritakan harapan dan doa anak-anak di pinggiran kali Code supaya esok matahari tetap menemani hari-hari mereka supaya tidak selamanya gelap. Atau lagu Anak-anak Zaman, yang menceritakan mimpi dan optimisme anak-anak setempat melalui lirik ‘Mimpi kami seperti hujan, walaupun jatuh pasti menguap jadi awan’.
“Kami tidak fokus pada isu lingkungannya malah. Tapi kami ingin menyampaikan secara jujur, seperti ini lho kehidupan di sekitar kali Code,” kata dia.
Selain Gopek yang berperan sebagai vokalis, gitaris, dan terkadang memainkan alat musik tiup, Anak-anak Zaman juga diisi oleh Nata yang memainkan ukulele atau gitar sekaligus vokalis. Ada juga Krismon yang memainkan biola, Irwan John memainkan bass, serta Bara yang memainkan perkusi atau drum.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga orang-orang di balik panggung yang juga tergabung dalam Kelompok Belajar Musik Anak-anak Zaman seperti Ijat sebagai dokumentasi serta Dody pada tim lapangan. (Widi Erha Pradana / YK-1)