Analogi Vaksin dengan Api Unggun, Disiplin Prokes adalah Kunci

Konten Media Partner
24 Februari 2021 13:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi masker. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masker. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Jennie Lavine, seorang ahli biologi di Emory University memberikan analogi yang sangat bagus soal herd imunity, kayu basah di sebuah api unggun. Setiap kayu yang cukup basah akan sulit terbakar, setiap populasi yang cukup tervaksinasi akan mampu bertahan dari pandemi.
ADVERTISEMENT
Sebuah populasi mencapai tahapan herd imunity ketika jumlah rata-rata orang yang terinfeksi oleh orang yang sakit turun di bawah satu. Pasien nol mungkin bisa menginfeksi orang lain, tapi orang kedua itu tidak bisa menginfeksi orang ketiga. Vaksinasi akan melindungi kita seperti air yang membasahi kayu dan melindunginya dari terbakar api.
Untuk mencapai herd imunity, vaksinasi diperlukan. Saat semua orang sudah kebal; tidak tertular maupun menularkan, virus akan mati ketika tidak mendapatkan inang untuk hidup, pandemi berakhir. Ini adalah skenario yang pernah coba dimainkan beberapa negara (meskipun tidak seterus terang Swedia), dan saat ini menjadi sangat mungkin dengan bantuan vaksin.
Vaksin yang saat ini sudah beredar sangat baik, bahkan cenderung mengejutkan karena beberapa vaksin memiliki tingkat efikasi di atas 90% untuk melindungi dari penyakit gejala parah.
ADVERTISEMENT
Namun, vaksin terbaik yang dimiliki dunia saat ini masih berada di pintu pertama keampuhan vaksin; memberikan perlindungan terhadap gejala parah. Artinya hanya akan ada sedikit kematian akibat COVID-19. Sedangkan untuk kemampuan melindungi dari infeksi masih perlu pengujian lebih lanjut lagi.
Terdekat, April nanti kemungkinan besar Sinovac dan Gamaleya sudah dapat merilis hasilnya. Sayangnya, Sinovac memiliki tingkat efikasi yang tidak terlalu tinggi; hanya 50% menurut data WHO, sedangkan Gamaleya hanyalah studi kecil yang melibatkan 110 relawan. Demikian WHO COVID-19 candidate vaccine landscape database merilis data vaksin.
Mengetahui apakah orang yang divaksinasi masih dapat menularkan atau tertular COVID-19 dipandang sebagai kunci bagi dunia untuk mengambil langkah besar menuju keadaan normal.
Mengurangi Jumlah Virus yang Tersebar
Ilustrasi prokes. Foto: Pixabay
Tujuan standar dari penciptaan vaksin adalah untuk menghentikan infeksi dan juga penyakitnya, atau disebut sterilising immunity. Sayangnya, ini tidak selalu dapat dicapai. Ada empat ambang penting kemampuan vaksin, dari yang paling mudah hingga yang paling sulit dicapai: perlindungan terhadap gejala yang parah, perlindungan terhadap gejala apa pun, perlindungan terhadap penularan, dan perlindungan terhadap infeksi.
ADVERTISEMENT
Dengan ketiadaan perlindungan pada infeksi, seseorang yang bahkan sudah divaksin mungkin saja menularkannya kepada orang lain. Semakin sering SARS-CoV-2 bersirkulasi, semakin besar kesempatan virus untuk bermutasi dengan kemampuan untuk membuat sakit dan menyebar yang lebih baik, melampaui kemampuan kekebalan yang dimiliki orang yang sudah divaksin atau para penyintas.
Kekebalan kelompok masih bisa dicapai bahkan dengan vaksin-vaksin yang kita miliki saat ini. Vaksin yang sekarang dunia miliki sebenarnya dapat melakukannya bahkan tanpa memiliki kemampuan mencegah infeksi, karena sifat SARS-CoV-2 yang menyebar melalui partikel pernapasan dari tenggorokan dan hidung orang yang terinfeksi. Manfaat vaksin adalah mengurangi durasi infeksi serta jumlah virus di saluran pernapasan (viral load), atau seberapa sering orang yang terinfeksi mengalami batuk yang mengurangi kemungkinan virus ditularkan ke orang lain. Terutama, ini adalah terutama yang paling utama, jika praktik isolasi dan karantina serta prokes 3M dan 3T disiplin dilakukan.
ADVERTISEMENT
Data dari Israel, yang telah menginokulasi presentase populasinya yang lebih tinggi dari negara lain, memberikan petunjuk bahwa vaksin yang digunakan di sana, dari Pfizer Inc. dan BioNTech SE, dapat mengurangi penularan meskipun tidak melindungi dari infeksi.
Para peneliti di Israel telah mengektrak data setelah lebih dari 75% orang berusia 60 atau lebih menerima satu dosis vaksin dan hanya 25% dari mereka yang berusia antara 40-60 tahun yang mendapatkan vaksin. Bagi mereka yang dites positif SARS-CoV-2, ada perbedaan mencolok antara kedua kelompok usia tersebut dalam rata-rata virus yang ditemukan dalam tes usap.
Para peneliti memperkirakan bahwa vaksinasi mengurangi viral load sebanyak 1,6 hingga 20 kali lipat pada individu yang terinfeksi meskipun telah mendapat suntikan. Penelitian lain di Israel, mengikuti orang yang terinfeksi setelah inokulasi, menemukan vaksin mengurangi viral load mereka empat kali lipat. Selain itu, studi vaksin Covid Moderna pada monyet menunjukkan bahwa vaksin itu akan mengurangi, jika tidak sepenuhnya mencegah penularan virus selanjutnya. Bloomberg menyatakan hal itu dalam artikelnya yang berjudul ‘Can Vaccinated Person Still Spread the Coronavirus?’
ADVERTISEMENT
Vaksin cacar adalah kisah vaksin tersukses dalam sejarah dunia. Namun kisah ini tidak hanya berhasil diwujudkan oleh kehadiran vaksin semata, ada kerja keras para tenaga kesehatan, LSM dan organisasi di seluruh dunia yang membuat vaksin bekerja maksimal. Sebuah upaya global yang turun hingga tataran lokal, karena dunia tidak pernah aman jika masih ada tempat-tempat yang masih rentan. Pandemi COVID-19 mungkin belum memasuki fase akhirnya, namun dia hanya akan menjadi wabah lokal yang mudah ditangani.
Jika kita melihat kenyataan di dunia hari ini, analogi kayu di api unggun bisa kita kembangkan. Sepotong kayu adalah sebuah negara. Kita sama-sama tahu bahwa vaksin yang digunakan tidak selalu sama di setiap negara, juga soal tingkat efikasi tiap jenis vaksin, terutama kecepatan vaksinasinya juga kecepatan persebaran virusnya. Dan kita juga sama-sama tahu, bahwa api juga bisa mengeringkan air. Disiplin prokes, siap! (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)
ADVERTISEMENT