Konten Media Partner
Babak Akhir Sengketa Warga Lempuyangan-KAI: Sultan Serahkan Pengosongan ke KAI
19 Juni 2025 19:25 WIB
·
waktu baca 2 menitKonten Media Partner
Babak Akhir Sengketa Warga Lempuyangan-KAI: Sultan Serahkan Pengosongan ke KAI
Warga Tegal Lempuyangan, Yogya, mengaku akan mengikuti kebijakan Sultan HB X, termasuk jika mereka harus segera mengosongkan rumah yang ditinggali sekarang. #publisherstory #pandanganjogja
Pandangan Jogja



ADVERTISEMENT
Sengketa antara warga Tegal Lempuyangan dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) atas tanah milik Kasultanan Yogyakarta memasuki babak akhir. Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menyerahkan sepenuhnya keputusan tenggat waktu pengosongan rumah dinas kepada pihak KAI.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pada awal pekan ini, juru bicara warga, Antonius Fokki Ardiyanto, meminta perpanjangan waktu pengosongan rumah setelah warga menerima Surat Peringatan (SP) 3 dari KAI. Warga berharap masih dapat merayakan peringatan 17 Agustus terakhir kali di Tegal Lempuyangan.
Permintaan tersebut ditanggapi oleh Manajer Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih. Ia menyatakan bahwa tenggat pengosongan tetap mengacu pada keputusan awal, yakni hingga akhir Juli 2025.
Sementara itu, Sultan HB X pada Kamis pagi (19/6) menyatakan bahwa keputusan akhir mengenai waktu pengosongan sepenuhnya merupakan kewenangan KAI, mengingat rumah yang ditempati warga berstatus sebagai rumah dinas milik KAI.
“Itu kan rumah dinas. Rumah dinas itu kan statusnya punya KAI, sudah ada kesepakatan ganti ruginya, tinggal hanya waktu. Biar diselesaikan bulan ini tapi (warga) minta mundur ya terserah KAI setuju atau tidak,” kata Sultan di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kamis (19/6).
Menanggapi pernyataan tersebut, Fokki menyatakan bahwa warga akan mengikuti arahan Sultan.
ADVERTISEMENT
“Sebagai jubir warga ya kalau memang Ngarso Dalem sudah tidak menghendaki kami warga Tegal Lempuyangan sebagai kawulo dalem ya gak apa apa, kami nurut aja perintah Ngarso Dalem,” ujar Fokki.
Sengketa ini mencuat sejak awal April 2025, ketika warga membentangkan spanduk bertuliskan “Tanah Ini Milik Kasultanan” dan “Pejah Gesang Nderek Sultan” di beberapa titik akses masuk rumah. Konflik muncul karena warga mengantongi Surat Keterangan Tanah (SKT) dari BPN, sementara KAI mengantongi surat palilah dari Keraton Yogyakarta, yakni izin sementara penggunaan lahan.
Kedua dokumen tersebut merupakan prasyarat dalam proses pengajuan Serat Kekancingan, yakni surat resmi Kasultanan yang mengatur izin pemanfaatan tanah kepada masyarakat.