Bagaimana Menghitung Ribuan Burung Migran di Tengah Kota Jogja?

Konten dari Pengguna
11 Oktober 2020 11:22 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi burung layang asia. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi burung layang asia. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Memasuki bulan Oktober, Indonesia akan kedatangan tamu penting dari belahan bumi utara. Jumlahnya bisa ribuan, atau bahkan jutaan. Mereka adalah burung-burung migran, yang bermigrasi dari belahan bumi utara karena di kampung halamannya sedang memasuki musim dingin, sehingga dia harus bermigrasi ke selatan untuk mencari makan dan mempertahankan peradabannya. Dengan begitu banyaknya burung migran yang singgah bagaimana kita bisa menghitung jumlahnya?
ADVERTISEMENT
Yogyakarta menjadi salah satu daerah di Indonesia yang cukup beruntung, karena menjadi salah satu tempat yang dilewati bahkan disinggahi beberapa jenis burung migran tersebut. Beberapa jenis burung migran yang singgah di tengah kota Yogyakarta adalah burung layang-layang api atau layang-layang asia (Hirundo rustica) dan jalak china (Agropsar sturninus).
Burung layang-layang asia akan banyak sekali dijumpai di sepanjang jalan Mayor Suryotomo, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Burung-burung ini ketika sore sampai pagi akan bertengger di kabel, pohon, juga gedung-gedung di sepanjang jalan. Sementara jalak china, di Yogyakarta paling banyak ditemui di taman Hotel Ambarukmo di jalan Adi Sucipto dan di Hotel Melia, Gondomanan.
Hadirnya burung-burung migran selalu mendapat sambutan hangat dari para pecinta dan peneliti dalam beberapa tahun terakhir. Mereka akan melakukan pengamatan rutin yang seolah sudah menjadi hajatan tahunan mereka.
ADVERTISEMENT
Presiden Indonesia Ornithologist Union (IdOU) sekaligus peneliti burung dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Pramana Yuda dalam diskusi daring yang diadakan oleh UAJY dan Komunitas Burung Migrasi Indonesia mengatakan ada beberapa tujuan dari kegiatan pengamatan burung migran.
Tujuan pengamatan bisa diarahkan untuk melihat populasi, misal menghitung jumlah burung layang-layang yang sampai ke Yogyakarta.
“Itu pun fokus kita bisa melihat hanya berapa jumlah totalnya, atau mau melihat dinamika juga, dikaitkan dengan waktu misalnya. Apakah burung-burung ini datangnya bersamaan, atau bergelombang,” ujar Pramana Yuda, Sabtu (3/10).
Pengamatan juga bisa ditujukan untuk mencari tahu penyebaran lokalnya. Misalnya, apakah ketika pergi mencari makan mereka juga bergerombol banyak seperti saat tidur atau tidak.
Bisa juga pengamatan dilakukan untuk tujuan yang lebih dalam, misalnya untuk mengetahui penggunaan habitat, fenologi, atau perilaku seperti interaksi burung-burung migran ini dengan spesies lokal.
ADVERTISEMENT
“Seperti di Hotel Ambarukmo juga menarik karena di situ ada dua spesies jalak, ada jalak china dan jalak kerbau (Acridotheres javanicus) Jadi banyak sekali peluang-peluang yang bisa kita lakukan.
Setiap tujuan tersebut akan mempengaruhi desain yang perlu diterapkan. Beberapa hal yang perlu dilihat sebelum melakukan pengamatan di antaranya penentuan lokasi, waktu, dan metode pengamatan. Ketiga hal itu harus disesuaikan dengan tujuan dan apa yang ingin didapat dari kegiatan pengamatan.
Menghitung Populasi Burung Migran
Melakukan penghitungan populasi burung layang-layang asia memiliki tingkat kesulitan tersendiri dibandingkan dengan menghitung burung migran lainnya. Selain jumlahnya yang sangat banyak, gerakan terbang layang-layang asia dan jalak china juga sangat cepat dengan arah yang tidak teratur. Karena itu, dibutuhkan teknik-teknik khusus untuk menghitung populasi burung migran ini.
ADVERTISEMENT
Sebelum melakukan penghitungan di lapangan, pengamat harus menentukan lokasi dan waktu pengamatan lebih dulu. Untuk menentukan lokasi dan waktu pengamatan, tentunya perlu dilakukan survei awal untuk mencari di mana burung yang akan diamati biasa ditemukan.
Jika kita bisa menemukan tempat tidur atau berkumpul burung-burung yang berkoloni, itu akan memudahkan kita dalam melakukan penghitungan. Di Yogyakarta, burung layang-layang asia pada sore hari menjelang maghrib akan berkumpul di beberapa tempat, salah satu yang paling banyak adalah di simpang empat Gondomanan.
“Jadi pengamatan dilakukan sore saja sampai jam tujuh misalnya, kalau agak terang mau ngamatin malam juga bisa,” ujar Pramana Yuda.
Karena populasinya yang besar, sehingga tidak memungkinkan melakukan penghitungan satu per satu tiap individu. Untuk menghitung populasi layang-layang asia atau jalak china, biasanya menggunakan metode sampling dengan block atau cluster atau framing. Jumlah burung tiap block akan dihitung kemudian dikalikan dengan jumlah blok yang ada.
ADVERTISEMENT
Jika burung yang diamati dalam keadaan bergerak, diperlukan juga teknik time counts, yakni menghitung jumlah burung yang lewat dalam selang waktu tertentu.
Dengan adanya teknologi kamera yang semakin canggih, tugas pengamat burung untuk menghitung populasi semakin terbantu. Dari hasil dokumentasi berupa foto atau video, pengamat menjadi semakin mudah untuk menghitung populasi burung dengan teknik-teknik penghitungan manual.
“Foto yang ada bisa kita tampilkan di layar yang besar untuk dihitung, atau dicetak juga bisa,” ujarnya.
Saat ini, di kalangan pengamat burung juga sedang dikembangkan aplikasi untuk menghitung populasi burung. Sehingga, pengamat tinggal memasukkan foto yang dia miliki ke dalam aplikasi, dan aplikasi tersebut akan memberikan estimasi jumlah individu yang ada di dalam foto.
ADVERTISEMENT
Persoalannya, bagaimana ketika tidak menemukan tempat berkumpulnya? Tidak ada cara lain selain keliling kawasan untuk mengidentifikasi di mana saja burung itu berada dari pagi sampai sore. Data yang diperoleh di setiap kawasan nantinya tinggal diakumulasikan.
Metode pengamatan lain menurut Pramana Yuda juga sedang dikembangkan, yakni memanfaatkan bio akustik untuk merekam suara mereka di daerah pengamatan. Nantinya, di tempat-tempat tertentu bisa dipasang alat perekam yang bisa merekam secara kontinyu.
“Jadi ini salah satu peluang menggunakan pendekatan bioakustik untuk merekam fenologinya, kapan dia datang, kapan dia pergi. Ketika sepi berarti sudah tidak ada lagi di situ berarti mereka sudah pulang semua,” ujar Pramana Yuda.
Bagaimana Layang-layang Asia Beradaptasi dengan Kondisi Kota
Ilustrasi burung layang asia. Foto: Pixabay
Burung layang-layang asia ternyata sudah beradaptasi untuk tinggal di dekat manusia sudah sangat lama, bahkan sebelum era modern. Menurut Pramana Yuda, di daerah berkembangbiaknya, mereka juga membuat sarang di sekitar perumahan manusia.
ADVERTISEMENT
“Jadi mereka sudah beradaptasi dengan kehadiran manusia, awalnya ini kan juga di tebing-tebing atau gua mereka membuat sarang, tapi sekarang banyak ditemukan di rumah-rumah,” ujar Pramana Yuda.
Karena di kampung halamannya juga sudah terbiasa hidup berdampingan dengan manusia, maka ketika migrasi mereka sudah tidak kaget dengan hiruk pikuknya kehidupan perkotaan seperti di Jogja.
“Jadi ini memang sudah menjadi sejarah panjang, bukan karena perubahan di daerah tujuannya,” lanjutnya.
Sementara itu, kajian tentang jalak china tentang cara adaptasinya menurut Pramana Yudha belum banyak dilakukan. Tapi beberapa spesies jalak lokal seperti jalak kerbau, memang sudah terbiasa tinggal di daerah perkotaan bahkan di hotel berbintang. Hal ini memungkinkan juga bahwa di tempat asalnya jalak china memang sudah terbiasa tinggal di kawasan perkotaan padat penduduk.
ADVERTISEMENT
“Bisa jadi juga karena habitat alaminya untuk tidur berkoloni sudah tidak ada dan tidak aman, maka mereka bergeser. Sama juga yang sekarang kasus di Jogja atau tempat lain terjadi pergeseran atau perpindahan karena faktor gangguan,” ujar Pramana Yuda. (Widi Erha Pradana / YK-1)