Bagaimana Pandemi Mungkin akan Mengubah Desain Rumah Kita di Masa Depan

Konten Media Partner
17 Juli 2021 14:22 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi desain perumahan rakyat. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi desain perumahan rakyat. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 telah memaksa manusia untuk beradaptasi dalam banyak aspek kehidupan terutama dalam hal kesehatan. Rumah, sebagai tempat tinggal dimana setiap orang paling banyak menghabiskan waktunya, menjadi aspek penting yang juga perlu berubah.
ADVERTISEMENT
Terbatasnya fasilitas kesehatan yang tersedia, membuat banyak pasien COVID-19 terpaksa menjalani isolasi mandiri di rumahnya masing-masing. Dan dengan desain rumah yang ada saat ini, isolasi mandiri membuat risiko penularan kepada anggota keluarga lainnya menjadi semakin besar.
Dosen Teknik Arsitektur dan Desain UGM, Adi Utomo Hatmoko, mengatakan bahwa pandemi telah memberikan pembelajaran penting terhadap desain rumah yang sehat. Dan desain rumah yang sehat menurutnya adalah desain yang bisa membuat rumah menyatu dengan alam.
“Kita harus lebih dekat dengan alam, rumah yang terbuka, tidak tergantung air conditioning, dengan pergerakan udara yang bagus, serta bersahabat dengan tanaman dan ruang terbuka,” kata Adi Utomo ketika dihubungi, Kamis (8/7).
Salah satu desain rumah tradisional di Sumatera. Foto: Pixabay
Di Indonesia, desain rumah juga mesti bisa bersahabat dengan iklim tropis basah yang panas. Karena itu, perlu disisakan ruang-ruang untuk tumbuh pepohonan dan tanaman untuk menjadi penyejuk, naungan, dan keteduhan. Selain itu, aspek pencahayaan juga mesti menjadi elemen penting dalam membangun sebuah rumah.
ADVERTISEMENT
“Bagaimana agar sinar matahari bisa bersahabat dengan kita, kita tapis, tapi tidak kita tolak sepenuhnya,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh seorang arsitek yang juga pendiri Akanoma Studio, Yu Sing. Menurutnya, pandemi telah membuat orang-orang sadar pentingnya cahaya matahari dalam aspek kesehatan. Karena itu, desain-desain rumah nantinya juga perlu memperhatikan aspek ini supaya penghuninya bisa berjemur setiap pagi. Lokasi untuk berjemur bisa dibuat di halaman, balkon, atau di rooftop.
Ventilasi juga harus sangat lancar, sehingga ruangan selalu mendapat udara segar, tidak ada udara yang diam karena itu akan meningkatkan risiko penularan virus. Pandemi juga membuat kita semakin sadar tentang pentingnya keran air di depan rumah untuk tempat cuci tangan dan kaki.
ADVERTISEMENT
Selain tempat cuci tangan, sebaiknya juga ada akses dari luar yang bisa langsung menuju kamar mandi. Atau bisa dibuat pintu khusus untuk menuju ke kamar mandi, sehingga ketika pulang bisa langsung menuju kamar mandi untuk bebersih badan sebelum masuk ke ruang-ruang utama yang biasa dijadikan tempat berinteraksi keluarga.
“Jadi kalau baru pulang dari luar bisa mandi dulu, ganti baju, baru masuk ke aktivitas yang lain. Sehingga ketika berinteraksi dengan anggota keluarga lain sudah dalam keadaan bersih,” ujarnya.
Pemisahan Ruang, Mencontoh Rumah Tradisional
Desain rumah Sunda, Julang Ngapak. Foto: Inspirilo.com
Menurut Yu Sing, hal fundamental yang akan berubah dari desain-desain rumah tempat tinggal setelah pandemi adalah adanya ruang-ruang yang bisa secara praktis dilakukan pemisahan. Ruang-ruang ini, nantinya bisa digunakan untuk isolasi mandiri jika ada anggota keluarga yang terinfeksi virus seperti corona sekarang.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya ruang-ruang pemisahan tersebut, nantinya semua anggota keluarga, baik yang terinfeksi maupun tidak, masih bisa menjalankan aktivitasnya masing-masing tanpa harus mengganggu aktivitas anggota keluarga yang lainnya.
“Aktivitas masing-masing kelompok masih bisa jalan, jadi yang isolasi tetap bisa beraktivitas, yang tidak terpapar virus juga bisa tetap beraktivitas di ruang terpisah,” kata Yu Sing.
Sebenarnya, hal ini sudah diterapkan di sejumlah rumah-rumah tradisional di Indonesia. Misalnya rumah tradisional Bali yang sudah menerapkan konsep pemisahan ruang, meskipun fungsinya berbeda-beda. Namun di situasi wabah seperti sekarang, ruang-ruang terpisah itu bisa dialihfungsikan sebagai tempat melakukan isolasi.
“Begitu juga rumah Jawa yang dulu punya pendopo, rumah Madura yang punya pavilion terpisah. Pada dasarnya, rumah tradisional itu memang rumah sehat,” ujar penulis buku Mimpi Rumah Murah itu.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Orang Miskin Bisa Punya Rumah Sehat?
Desain rumah mikro. Foto: Dokumen Yu Sing
Sebenarnya, sebelum pandemi COVID-19, manusia telah melalui beberapa wabah lain. Sebutlah flu spanyol, SARS, flu burung, kolera, ebola, dan sebagainya. Tapi wabah-wabah itu ternyata belum mampu menjadi pendorong yang kuat supaya manusia memperbaiki desain rumahnya menjadi rumah yang sehat.
“Yang pertama karena kita itu cepat lupa,” kata Yu Sing.
Masalah lain adalah karena persoalan ekonomi, dimana kelas ekonomi masyarakat Indonesia saat ini mayoritas masih menengah ke bawah. Sedangkan untuk membuat rumah yang memenuhi aspek kesehatan seperti ini membutuhkan anggaran yang cukup besar.
“Jangankan punya rumah yang sehat, zaman sekarang untuk punya rumah saja masih sangat susah. Itu terjadi karena adanya ketimpangan ekonomi yang sangat besar,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya ada beberapa cara yang bisa digunakan supaya kalangan menengah ke bawah bisa mendapatkan tempat tinggal yang sehat. Pertama, bisa rumah dengan desain rumah mikro yang ukurannya lebih kecil dari standar umum mengingat terbatasnya lahan.
Rumah tipe mikro ini nantinya dibangun dengan dua lantai yang masing-masing punya kamar mandi sendiri. Lantai dua nantinya bisa dijadikan tempat untuk isolasi mandiri jika ada anggota keluarga yang terinfeksi virus.
“Tentu diperhatikan juga pencahayaan, udara, dan aspek-aspek lain. Jadi masih ada kemungkinan untuk membuat rumah pribadi yang sehat,” ujarnya.
Foto: Dokumen Yu Sing
Untuk skala besar yang bisa digunakan bersama-sama, konsep kampung susun atau kampong vertikal juga bisa diadopsi. Bedanya dengan rumah susun, kampung susun bukan hanya sebagai tempat tinggal, tapi juga ada aktivitas-aktivitas penghuninya di dalamnya seperti membuka warung, potong rambut, konter pulsa, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Ruang-ruang di dalam bangunan tersebut bisa disewakan kepada masyarakat setempat baik sebagai tempat tinggal maupun tempat usaha. Atau, bisa juga dibeli oleh masyarakat untuk selanjutnya menjadi hak milik. Sehingga bangunan itu tak hanya menjadi tempat tinggal bagi masyarakat, tapi juga bisa menjadi tempat mereka untuk membuka usaha dan meningkatkan kesejahteraannya.
“Pemerintah sebenarnya punya anggaran untuk membangun kampung susun ini untuk memperbaiki perkampungan-perkampungan kumuh yang ada di kota,” ujarnya.
Misalnya untuk membangun satu unit rumah susun, anggaran yang diperlukan sekitar Rp 390 juta. Anggaran itu sebenarnya bisa dipakai untuk memperbaiki perkampungan-perkampungan yang ada di kota supaya rumah-rumah milik warga jadi lebih sehat dan menambah satu unit hunian semacam rumah susun dengan ukurang yang lebih kecil dengan ventilasi, pencahayaan, dan sanitasi yang baik.
ADVERTISEMENT
“Kalau dalam konteks pandemi mungkin perlu dipikirkan bangunan rumah-rumah susun yang kecil-kecil namun terpisah-pisah, bukan di blok yang besar. Nanti bisa terkoneksi dengan jembatan sehingga kalau diperlukan untuk isolasi kalau ada yang sakit, bisa gunakan satu blok,” kata Yu Sing.