Bagaimana Penjual Tanaman Hias Memahami Tren Janda Bolong?

Konten dari Pengguna
28 Oktober 2020 8:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pekerja merawat Monstera adansonii Variegata atau Janda Bolong di areal tanaman hias Desa Blang Weu, Kuta Makmur, Aceh Utara, Aceh, Jumat (9/10). Foto: Rahmad/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja merawat Monstera adansonii Variegata atau Janda Bolong di areal tanaman hias Desa Blang Weu, Kuta Makmur, Aceh Utara, Aceh, Jumat (9/10). Foto: Rahmad/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Tren tanaman hias selalu berubah dari waktu ke waktu. Sebelum fenomena janda bolong, gelombang cinta dan jemani juga sempat bernasib sama: diburu pecinta tanaman hias dan harganya meroket. Bagaimana penjual tanaman hias memahami perubahan tren dari waktu ke waktu ini?
ADVERTISEMENT
Dua bulan terakhir, Deni Utama, salah seorang penjual tanaman hias di kompleks Pasar Tlagareja, Sleman, Yogyakarta selalu dibuat kewalahan memenuhi permintaan janda bolong dari para pelanggannya. Tak seperti tanaman hias lain, stok janda bolong selalu ludes hanya dalam hitungan hari.
“Sehari bisa 10 pot kalau lagi ramai,” ujar Deni, Selasa (27/10).
Hari itu, dia juga sedang kehabisan stok janda bolong di lapaknya. Deni mengatakan, jenis tanaman hias yang saat ini sedang banyak dicari memang jenis tanaman indoor atau dalam ruangan. Tanaman-tanaman ini kebanyakan memiliki ciri tidak berbunga, sehingga meskipun diletakkan di dalam rumah tidak akan mengganggu dengan aromanya yang menyengat.
Janda bolong yang menjadi tren di kalangan pecinta tanaman hias beberapa bulan terakhir menurutnya tidak lepas dari kuatnya pengaruh dunia digital. Foto-foto rumah desain minimalis dengan hiasan berbagai tanaman hias di dalamnya sangat sering lalu lalang di media sosial.
ADVERTISEMENT
“Kan jadi nular, pada kepingin punya tata rumah kayak gitu, karena kelihatan elegan dan istilahnya instagramable,” lanjutnya.
Selain membuat ruangan di dalam rumah terlihat elegan, tanaman-tanaman hias daun ini menurutnya juga menghasilkan kesan sejuk. Hal ini menurutnya akan membuat orang yang tinggal di dalamnya merasa lebih nyaman dan betah tinggal di dalam rumah, cocok dengan anjuran di masa pandemi ini.
Ada banyak jenis tanaman janda bolong yang biasa dia jual, dan semuanya memiliki peminat yang besar. Dari yang harganya Rp 75 ribu, ratusan ribu, sampai jutaan rupiah. Nyaris semuanya mengalami kenaikan harga rata-rata dua kali lipat dari sebelum janda bolong menjadi tren.
“Bagi pecinta tanaman hias biasanya enggak ada masalah sama harga ya, malah biasanya kan ada kebanggaan tersendiri kalau dia memajang tanaman mahal di rumahnya,” ujar Deni.
ADVERTISEMENT
Hal serupa dikatakan oleh Puji Lestari, penjual tanaman hias di lapak lain. Dia juga kehabisan stok janda bolong di tokonya. Biasanya, ada beberapa jenis janda bolong yang ada di lapaknya, dari yang harganya puluhan sampai ratusan ribu.
Harga janda bolong sangat tergantung pada jenis, ukuran, dan jumlah daun. Misalnya janda bolong acuminanta, dengan jumlah daun lima lembar bisa dijual dengan harga Rp 250 ribu.
“Kemarin banyak sih, tapi kan yang minat banyak, jadi cepat juga habisnya,” ujar Puji Lestari.
Tren Terus Berubah
Aglonema atau sri rejeki. Foto: ANTARA/Meutia Kharisma
Tren tanaman hias memang selalu berubah dari waktu ke waktu. Sebelum fenomena janda bolong, gelombang cinta dan jemani juga sempat bernasib sama: diburu pecinta tanaman hias dan harganya meroket.
ADVERTISEMENT
Menurut Deni Utama, tren semacam ini sangat wajar di dunia tanaman hias. Akan selalu ada jenis tanaman hias yang menjadi tren dan primadona secara tiba-tiba.
Terlepas dari pengaruh media sosial, kelangkaan jenis tanaman tertentu juga berpengaruh besar terhadap harga tanaman. Semakin langka, niscaya harganya akan semakin tinggi.
“Sekarang kan masih langka janda bolong. Biasanya juga begitu, yang nge-tren pasti awalnya jumlahnya sedikit,” lanjutnya.
Mengetahui bahwa harga tanaman tersebut sedang tinggi, orang kemudian ramai-ramai memperbanyak dan membudidayakannya. Di sini hukum pasar berlaku, jumlah yang melimpah akan diikuti dengan harga yang merosot. Setelah itu, akan muncul tanaman lain sebagai tren baru di kalangan pecinta tanaman hias.
“Polanya hampir selalu begitu,” ujarnya.
Terlepas dari siapa yang paling diuntungkan dari tren-tren sesaat ini, menurut Deni bagaimanapun tren tanaman hias memberikan sebuah dampak yang positif. Setidaknya, ketika mengoleksi sebuah tanaman menjadi tren, kebiasaan menanam dan merawat tanaman di tengah masyarakat akan semakin kuat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, yang pastinya petani atau pembudidaya tanaman hias juga akan diuntungkan dengan naiknya harga tanaman hias.
“Kalau ada yang bilang cuman latah ya biarin, kan enggak salah juga beli tanaman mahal, yang penting mampu. Lagian kan banyak juga jenis tanaman hias yang lebih murah, yang bisa dibeli siapa saja,” ujar Deni. (Widi Erha Pradana / YK-1)