Berebut Sepeda MTB dan Sepeda Lipat sampai Toko Kehabisan Stok

Konten dari Pengguna
5 Juli 2020 18:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang petugas toko sedang merakit sepeda lipat. Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petugas toko sedang merakit sepeda lipat. Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Setelah selesai dirakit, Muhammad Denta Fajar Saputra langsung menjajal sepeda barunya, yakni sepeda MTB Polygon Cascade 2 yang dibeli seharga Rp 2,2 juta. Sekilas, sepeda itu tampak terlalu tinggi bagi Denta yang masih duduk di bangku kelas satu SMP. Tapi jok tinggi dan lingkar roda besar itulah yang kata Denta membuat sepeda lebih enak dikayuh, apalagi gearnya bisa diatur sesuai medan yang dilalui.
ADVERTISEMENT
“Buat nanjak sama turun juga lebih enak,” kata Muhammad Denta, pekan lalu sembari menjajal sepeda barunya.
Selain karena mereknya sudah populer, harga juga menjadi pertimbangan Denta memilih sepeda itu. Sebenarnya sepeda yang benar-benar dia inginkan adalah Polygon Cascade 3, tapi bujet yang dia miliki hanya cukup untuk meminang sepeda yang tipenya satu level di bawahnya.
“Cascade 3 lebih besar bodynya, cuma harganya Rp 2,95 juta, uangnya enggak cukup.Tapi ini udah enak kok,” lanjutnya.
Selain faktor kenyamanan, terlebih untuk bersepeda dengan jarak yang cukup jauh, tampilan MTB, menurutnya, juga keren. Terlebih sepeda teman-teman yang biasa bersepeda bersamanya kebanyakan juga sepeda MTB, sehingga kurang afdhol rasanya jika tidak memakai sepeda MTB juga.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Denta, Vicky Praditya lebih memilih sepeda lipat jenis folding ketimbang jenis MTB. Di toko yang sama, Vicky membeli sepeda folding Pacific tipe Noris 2.8 dengan harga Rp 5,2 juta.
“Ini buat ibu saya sih, soalnya emang mau buat santai saja. Kalau saya udah punya MTB karena lumayan jauh juga kalau sepedaan,” kata Vicky.
Sepeda folding atau sepeda urban menurut Vicky memang didesain untuk bersepeda santai dengan jarak yang tidak terlalu jauh dan medan yang rata, misalnya di daerah perkotaan. Berbeda dengan MTB yang memang didesain untuk medan-medan yang lebih sulit.
Selain itu, harga juga jadi alasan tersendiri bagi dia. Menurutnya, dengan harga Rp 5 jutaan, spesifikasi yang dimiliki Noris 2.8 sudah cukup mumpuni. Sepeda ini sudah dilengkapi dengan front block pada frame-nya, rem hidrolik, 8 speed, serta fitur lapisan reflektif pada ban untuk memberikan keamanan bagi pengendaranya terutama ketika ada di jalan raya.
ADVERTISEMENT
“Sebenernya pengennya yang Ecosmo, tapi harganya juga lumayan, sekitar Rp 10 jutaan,” ujarnya.
Pertarungan Merek Sepeda
Etalase di sebuah toko sepeda di Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana.
Sepeda merek Polygon terutama jenis MTB kata Sugarjito, pemilik toko sepeda Utama Bike di Sleman, Yogyakarta, adalah yang paling banyak diburu. Sayangnya dalam beberapa pekan terakhir, stok sepeda Polygon-nya ludes. Karena stoknya ludes, sepeda merek Exotic menjadi alternatif pertama. Terlebih merek ini memiliki harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan merek dari Polygon.
“Misal kalau Polygon harganya Rp 2 juta spek masih biasa, kalau Exotic harga Rp 1,8 juta ada udah aluminium, udah 8 speed, jadi emang cocok buat pemula. Harga terjangkau tapi speknya udah lumayan,” kata Sugarjito.
Untuk merek Pacific, biasanya yang paling laku adalah jenis sepeda folding atau seli, bukan jenis MTB. Pembeli sepeda merek Pacific menurutnya kebanyakan juga merupakan kalangan menengah ke atas, mengingat kebanyakan harga sepeda Pacific memang cukup mahal.
ADVERTISEMENT
Saat ini, jenis sepeda yang paling banyak dicari adalah jenis MTB dan sepeda lipat terutama jenis sepeda seli atau folding. Sementara untuk sepeda CTB, sepeda mini, atau BMX pada musim sepeda kali ini kurang diminati.
“Mungkin kurang nyaman yah buat jarak jauh, sama kalau buat foto kurang keren,” lanjutnya terkekeh.
Rahman, pemilik toko sepeda Pedro’s Pitshop di Sleman yang khusus menjual sepeda merek Polygon menyatakan hal serupa, MTB dan sepeda lipat adalah yang paling banyak diburu. Dia juga mengatakan bahwa alasan Polygon menjadi salah satu yang paling banyak dicari karena harganya yang relatif terjangkau.
“Mereknya juga udah terkenal kan, terus kalau dijual lagi juga ndak begitu rugi kalau Polygon. Masih tinggi harganya walaupun bekas,” ujar Rahman.
ADVERTISEMENT
Untuk kisaran harga, yang paling laku adalah sepeda dengan kisaran harga antara Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. “Yang Rp 4 juta sampai Rp 10 juta juga laris, tapi paling laku yang Rp 2 juta sampai Rp3 juta,” lanjutnya.
Harga Naik dan Sulitnya Cari Stok
Etalase sepeda di sebuah toko sepeda di Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana.
Sejak lebih dari sepekan yang lalu, stok sepeda di toko milik Sugarjito maupun Rahman tinggal sisa-sisa saja seperti sepeda anak-anak atau sepeda CTB yang tidak begitu laku. Rahman mengatakan bahwa dia sangat kesulitan untuk mendapatkan stok sepeda dari pabriknya di Surabaya.
“Sudah pesan lumayan lama, tapi belum ada juga,” ujar Rahman.
Karena itu, sekarang dia lebih banyak menerima reparasi sepeda dan fokus menjual aksesoris sepeda. Kesulitan mencari stok sepeda juga dirasakan oleh Sugarjito. Selain karena langka, persoalan harga yang naik tajam juga menjadi pertimbangannya.
ADVERTISEMENT
“Naiknya sudah hampir Rp 1 juta, bahkan lebih. Saya kan kalau mau jual ke konsumen juga ndak enak, dengan harga segitu harusnya bisa dapat spek yang jauh lebih bagus. Masa sepeda sampai segitu harganya,” kata Sugarjito.
Mengambil stok banyak dengan harga yang sedang naik-naiknya juga cukup berisiko baginya. Sebab dia tidak bisa memprediksi tren sepeda ini akan berlangsung sampai kapan. Kenaikan harga sepeda yang sangat tajam menurutnya juga tidak wajar, sehingga dia curiga ada pihak yang sengaja sedang memainkan pasar.
“Kan saya juga ndak tahu, ini naiknya dari pabriknya atau dari distributornya. Tapi kalau dari pabriknya kayaknya masih wajar, ndak setajam ini. Takutnya kan ada yang mainin, sengaja memanfaatkan situasi pasar,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT