Berkat Bercocok Tanam, Pesantren Ini Tak Perlu Tarik Biaya dari Santri

Konten dari Pengguna
18 Januari 2021 15:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Para pengurus pesantren memperlihatkan hasil panen kebun. Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Para pengurus pesantren memperlihatkan hasil panen kebun. Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
Stigma biaya pendidikan mahal tidak berlaku di Pondok Pesantren Al-Kirom, sebuah pesantren kecil yang ada di pelosok Pandeglang, Banten, tepatnya di Desa Perigi, Kecamatan Saketi. Berkat bercocok tanam berbagai jenis hortikultura, pesantren Al-Kirom tak perlu menarik biaya bagi para santri yang ingin menimba ilmu agama di sana.
ADVERTISEMENT
Jumlah santrinya memang tak sampai ratusan, apalagi ribuan, hanya sekitar 50 orang. Tapi bagi pengasuh Pondok Pesantren Al-Kirom, KH Salman Aljabali, yang terpenting adalah kualitas, bukan kuantitasnya.
Sebenarnya pesantren ini sudah didirikan sejak 2009, tapi gagasan untuk bercocok tanam baru dicetuskan pada 2015. Siapa sangka, dua tahun terakhir hasil dari bercocok tanam ternyata sangat menggembirakan. Luas lahan mereka terus bertambah, dari yang sebelumnya hanya 1.300 meter, kini sudah mencapai 4,5 hektar.
“Alhamdulillah pada 2019 sampai 2020 kemarin, hasil pertanian kami sangat luar biasa,” ujar Kiai Salman atau yang punya nama kondang Kiai Jurig Tong Tong itu pada seminar daring yang diadakan oleh Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Salman punya beberapa tujuan besar dari gagasan bercocok tanam di pesantren ini. Di antaranya, mencetak generasi muda santri yang mandiri di bidang pertanian. Dia merasa prihatin karena semakin sedikit anak muda yang mau bertani.
Dari 12 jam waktu belajar di pesantren, dua jam dialokasikan agar para santri ikut mengelola lahan pertanian tersebut. Harapannya, dengan bekal ilmu bertani yang diberikan pesantren, mereka sudah punya keterampilan setelah lulus sehingga tak perlu bingung mencari kerja lagi.
Selain itu, melalui bercocok tanam ini Salman juga bertekad mewujudkan kemandirian ekonomi pesantren. Artinya, pesantren tak perlu lagi mengharapkan bantuan dari pihak lain seperti donatur, yayasan, bahkan dari santri.
“Alhamdulillah santri Al-Kirom ini sekarang kurang lebih 50 santri, nah ini semua pembiayaannya itu dibiayai oleh pesantren,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Semua biaya hidup dan belajar santri ditanggung oleh pesantren, dari makanan, pakaian, dan berbagai peralatan untuk kegiatan pesantren, bahkan untuk menggaji tenaga pengajar. Menurutnya, ini termasuk upaya pesantren untuk menarik minat generasi muda belajar agama, karena menurut Salman, zaman sekarang sulit sekali mencari orang yang masih mau belajar agama dengan benar.
“Bahkan pernah ketika kami sedang bangun asrama, santri diliburkan. Mereka kami bekali setiap santri itu Rp 1,5 juta, dulu ada 30 orang. Karena itu juga hasil kerja mereka,” ujar Salman.
Menopang Ketahanan Pangan Masyarakat Sekitar
engasuh Pondok Pesantren Al-Kirom, KH Salman Aljabali. Foto: Widi Erha Pradana.
Awalnya, produk-produk pertanian yang dihasilkan hanya dijual di warung atau pasar-pasar tradisional kecil. Tapi sekarang, produk pertanian mereka sudah bisa menembus pasar induk, bukan hanya di Pandeglang, ada juga di Serang, Tangerang, bahkan Jakarta.
ADVERTISEMENT
Pesantren juga merangkul petani-petani di sekitar mereka untuk bekerja sama mebangun pertanian yang kuat. Sedikitnya ada enam kelompok tani yang terlibat dalam program bercocok tanam hortikultura yang diinisiasi oleh Pesantren Al-Kirom.
“Alhamdulillah setiap pemasaran hasil dari pertanian Al-Kirom digabungkan dengan para mitra tani, bisa memasok sayuran per dua hari sekali itu 1,5 ton sampai 2 ton,” ujar Salman Aljabali.
Selain bekerja sama dengan mitra tani, pesantren juga merekrut masyarakat sekitar termasuk wali santri untuk menjadi karyawan. Saat ini, ada 12 masyarakat sekitar yang bekerja di pesantren untuk mengurus lahan dengan upah harian Rp 50 ribu, jumlah yang besar untuk ukuran desa kecil seperti Perigi.
“Sehingga kehadiran pesantren juga bisa bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Sedikit-sedikit kami coba menjadi solusi dari masalah-masalah yang ada di tengah masyarakat seperti kemiskinan dan sulitnya lapangan kerja,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Bisa Mengonsumsi, Bisa Menjual, Bisa Sedekah
Hasil panen pesantren. Foto: Istimewa.
Kunci Pesantren Al-Kirom bisa mandiri melalui bercocok tanam hortikultura kata Kiai Salman Aljabali adalah 3B: bisa mengonsumsi, bisa menjual, dan bisa sedekah.
Bisa mengonsumsi adalah prinsip yang paling dasar. Dengan bercocok tanam, sebisa mungkin untuk urusan makan mereka tak perlu berpikir lagi. Semua sudah tersedia di kebun, dari padi, cabai, sawi, terong, mentimun, oyong, kacang panjang, dan masih banyak lagi.
“Ibaratnya sekarang yang kita beli cuman garam sama ikan buat lauk, itupun belinya dari hasil menjual sayur-sayur itu,” kata Salman.
Prinsip kedua adalah bisa menjual. Syarat supaya bisa menjual hasil pertaniannya kata Salman adalah dengan tidak nanggung. Kalau memang bertujuan untuk menjual, maka kapasitas tanamnya tidak hanya cukup untuk konsumsi sendiri saja.
ADVERTISEMENT
“Kita bertanamnya jangan tanggung. Kalau tanggung pasti nanti sedikit hasilnya, harus totalitas,” ujarnya.
Banyaknya komoditas yang ditanam juga merupakan upaya supaya mereka bisa menjual hasil panen terus menerus. Mereka menanam secara bergulir, sehingga setelah selesai musim panen komoditas tertentu, mereka bisa langsung panen komoditas lainnya, begitu secara terus menerus.
“Jadi nyambung terus, kurang lebih jarak antartanaman itu antara 15 hari sampai 30 hari. Kita sistemnya itu bergulir, jadi panennya itu tidak berhenti-berhenti,” lanjutnya.
Mereka juga percaya, supaya usaha mereka bisa terus lancar maka mereka harus bersedekah. Seperti hadits Nabi, bahwa sedekah bisa mencegah dari bala. Karena itu, prinsip terakhir yang dipegang oleh pesantren adalah bisa sedekah.
Setiap panen, mereka selalu menyisihkan sebagian hasilnya untuk dibagi-bagikan ke masyarakat sekitar. Tak hanya berbagi ke masyarakat sekitar, tidak jarang mereka juga memberikan hasil panen ke pesantren-pesantren yang ada di daerah sekitarnya.
ADVERTISEMENT
“Bahkan sebelum menjual kita shodaqoh dulu, biar nambah keberkahannya. Ini bisa memperpanjang waktu panen juga ternyata,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)