news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cara Baru Deteksi COVID-19 Hanya dalam Waktu 5 Menit

Konten dari Pengguna
14 Oktober 2020 13:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi deteksi COVID-19
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi deteksi COVID-19
ADVERTISEMENT
Para peneliti menemukan cara baru mendeteksi virus corona hanya dalam waktu 5 menit dengan bantuan teknologi pengeditan gen CRISPR. Untuk menjalankan diagnosis ini tidak memerlukan peralatan laboratorium yang mahal sehingga berpotensi digunakan di kantor dokter, sekolah, dan gedung perkantoran.
ADVERTISEMENT
“Sepertinya mereka memiliki tes yang sangat kuat. Ini sangat elegan,” kata Max Wilson, seorang ahli biologi molekuler di University of California dilansir Science, Jumat (9/10).
Diagnosis CRISPR hanyalah salah satu cara para peneliti mencoba mempercepat pengujian virus corona. Namun cara baru ini yang adalah diagnostik berbasis CRISPR adalah diagnosis tercepat yang pernah ada.
Pada Mei, dua tim peneliti melaporkan pembuatan alat tes virus corona berbasis CRISPR yang dapat mendeteksi virus dalam waktu sekitar satu jam. Ini jauh lebih cepat ketimbang waktu yang dibutuhkan untuk tes diagnostik virus corona konvensional yang membutuhkan waktu 24 jam.
Tes CRISPR bekerja dengan mengidentifikasi urutan RNA yang unik untuk SARS-CoV-2. Mereka melakukannya dengan membuat RNA ‘pemandu’ yang melengkapi urutan RNA target lalu mengikatnya dalam larutan.
ADVERTISEMENT
Ketika pemandu mengikat ke targetnya enzim ‘gunting’ pada alat CRISPR akan menyala dan memotong RNA untai tunggal di dekatnya. Pemotongan ini melepaskan partikel fluoresen yang dimasukkan secara terpisah dalam larutan uji. Ketika sampel kemudian dipukul dengan semburan sinar laser, partikel fluoresen yang dilepaskan akan menyala, hal itu menandakan keberadaan virus.
Namun, tes CRISPR awal ini mengharuskan para peneliti untuk lebih dulu memperkuat RNA virus yang potensial sebelum menjalankannya melalui diagnostik untuk meningkatkan peluang mereka menemukan sinyal. Itu menambah kompleksitas, biaya, waktu, serta membebani reagen kimiawi yang langka.
Saat ini, para peneliti yang dipimpin oleh Jennifer Doudna, melaporkan pembuatan diagnostik CRISPR baru tanpa harus memperkuat RNA virus corona. Sebaliknya, Doudna dan timnya menghabiskan waktu berbulan-bulan menguji ratusan RNA pemandu untuk menemukan beberapa pemandu yang bekerja bersama-sama untuk meningkatkan sensitivitas tes.
ADVERTISEMENT
Mereka melaporkan bahwa dengan RNA pemandu tunggal, mereka dapat mendeteksi sedikitnya 100.000 virus per mikroliter larutan. Dan jika mereka menambahkan RNA pemandu kedua, mereka dapat mendeteksi sedikitnya 100 virus per mikroliter.
Melanie Ott, ahli virus di University of California yang juga membantu memimpin proyek penelitian tersebut mengatakan bahwa itu masih belum sebaik pengaturan diagnostik virus corona konvensional dengan mesin berbasis lab yang mahal untuk melacak virus hingga satu virus per mikroliter.
Namun, menurut dia, pengaturan baru tersebut dapat secara akurat mengidentifikasi kumpulan lima sampel klinis positif dengan akurasi sempurna hanya dalam 5 menit per pengujian. Sementara pengujian standar dapat memerlukan waktu 1 hari atau lebih untuk memberikan hasil.
Tidak hanya soal kecepatan waktu pengujian saja, metode diagnostik baru ini juga dapat mengukur jumlah sampel virus. Ketika tes virus corona standar memperkuat materi genetik virus untuk mendeteksinya sehingga menghilangkan peluang untuk secara tepat mengukur berapa banyak virus dalam sampel.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, para peneliti ini menemukan bahwa kekuatan sinyal fluoresen sebanding dengan jumlah virus dalam sampel mereka. Sehingga, diagnostik ini tidak hanya mengungkap apakah sampel itu positif, tetapi juga berapa banyak virus yang dimiliki oleh pasien.
Informasi ini dapat membantu dokter atau tenaga medis untuk menyesuaikan keputusan pengobatan dengan kondisi setiap pasien. Saat ini, Doudna dan timnya sedang bekerja untuk memvalidasi pengujian mereka dan mencari cara untuk mengkomersialkannya. (Widi Erha Pradana / YK-1)