Cerita 'JogJamu', Merek Jamu Kekinian Oleh-oleh Khas Jogja

Konten dari Pengguna
26 November 2020 19:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
JogJamu saat mengikuti sebuah pameran di Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
JogJamu saat mengikuti sebuah pameran di Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi digital membuat profesi kian beragam. Dokter, pilot, arsitek, tidak lagi menjadi sedikit profesi yang dianggap paling keren.
ADVERTISEMENT
Dengan sentuhan teknologi, bidang-bidang yang sebelumnya dianggap kuno kini menjelma sebagai profesi yang keren. Misalnya bidang pertanian.
Itu ditunjukkan dari banyaknya startup-startup berbasis teknologi yang bergerak di bidang pertanian. Anak-anak muda, kini sudah mulai percaya diri mengenalkan dirinya sebagai petani.
Tidak hanya di bidang teknologi, dengan sentuhan kreativitas, profesi-profesi yang sebelumnya dianggap kuno dan ketinggalan zaman juga bisa bisa menjadi keren. Misalnya menjadi tukang jamu. Ya, kamu tidak salah dengar, tukang jamu.
Seperti yang dilakukan oleh Anindwitya Rizqi Monica, seorang sarjana muda dari Pariwisata UGM yang memilih terjun sebagai pengusaha jamu. Dia meneruskan resep jamu yang sudah diturunkan dari simbah buyutnya, lalu dia kemas menjadi lebih kekinian dengan merek ‘JogJamu’.
ADVERTISEMENT
Tidak ada paksaan dari orangtua untuk meneruskan usaha keluarga yang sudah turun temurun. Pilihan untuk merintis usaha jamu didasari atas kemauan sendiri karena melihat jamu memiliki potensi besar sebagai oleh-oleh khas Jogja.
“Sebagai lulusan Pariwisata, kami melihat jamu itu punya potensi untuk menjadi oleh-oleh khas Jogja,” ujar Monica ketika ditemui akhir pekan kemarin di Yogyakarta.
Selama setahun merintis usaha jamu ini, dia mengakui tantangan utama untuk memasyarakatkan kembali jamu adalah stigma kuno dan rasanya yang tak enak, terutama untuk kalangan anak-anak muda. Penerimaan masyarakat akan jamu menurutnya menjadi tantangan berat, bahkan sebelum mencoba, mereka sudah takut duluan dengan rasa jamu yang terkenal pahit.
Itu kenapa dia mengemas jamu supaya lebih terlihat kekinian, dan memodifikasi rasa supaya lebih bersahabat dengan lidah-lidah anak muda.
ADVERTISEMENT
“Kita pengin jamu ini bisa menjadi teman mereka mengerjakan tugas, buat beraktivitas, buat ngetrip, apapun itu. Karena jamu kita ini dikemas dengan menarik dan easy to drink,” lanjutnya.
Untuk mendongkrak pemasaran, dia menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan tour and travel serta sejumlah resort yang menjadikan jamunya sebagai welcome drink.
Menjaga Resep Sejak 1950
Anindwitya Rizqi Monica, pendiri merek JogJamu. Foto: dokumentasi JogJamu.
Meski ‘JogJamu’ baru didirikan setahun yang lalu, namun resepnya sudah ada sejak 1950, dibuat oleh Mbah Mantri sebagai generasi pertama. Tania, Owner Jogjamu mengatakan, mereka tidak rela jika warisan nenek moyang mereka punah karena tidak ada yang melestarikan.
“Bedanya sama jamunya eyang, kalau jamunya eyang kan masih tradisional, kalau kita lebih easy to drink dari rasa dan kemasan juga,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sudah banyak warisan-warisan berharga nenek moyang yang punah karena tidak ada yang mau meneruskan dan melestarikannya. Dan mereka, tidak mau apa yang sudah diwariskan keluarganya secara turun-temurun bernasib serupa.
Itu kenapa, meski memberikan beberapa modifikasi terhadap resep keluarga, namun mereka tetap mempertahankan resep asli di dalamnya yang masih serba tradisional. Modifikasi yang mereka lakukan, semata-mata supaya warisan leluhur yang sudah puluhan tahun itu tetap relevan dengan perkembangan zaman sehingga tidak punah.
“Daripada kita minum minuman yang mengandung pemanis buatan, kenapa kita enggak kembali lagi sama warisan nenek moyang kita, yaitu jamu. Dia sama-sama enak bahkan memberikan manfaat kesehatan juga,” lanjutnya.
Bagaimanapun, menurutnya kita tidak bisa menyalahkan preferensi orang-orang atas makanan dan minuman saat ini. Wajar saja ketika orang-orang menyukai makanan atau minuman yang menurut lidah mereka enak.
ADVERTISEMENT
Yang perlu dilakukan saat ini adalah bagaimana mengemas jamu sehingga tetap relevan dengan perkembangan zaman. Dengan begitu, jamu akan tetap lestari sebagai warisan kekayaan leluhur Nusantara.
“Harapannya akan lebih banyak orang yang kembali minum jamu sebagai wujud melestarikan apa yang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita,” ujar Tania.
Membangun Cerita di Balik Minum Jamu
Foto: Dokumentasi JogJamu.
Di usia yang sudah menginjak satu tahun, mereka ingin memasyarakatkan kembali jamu dengan cara membangun cerita di balik meminum jamu. Seperti halnya meminum kopi atau teh yang biasa diromantisir sedemikian rupa dengan berbagai cerita dan filosofi, jamu juga memiliki cerita dan filosofi yang tidak kalah keren.
Cerita-cerita dan filosofi tentang jamu yang sudah ada sejak nenek moyang, perlu dibuka dan dikampanyekan kembali untuk memasyarakatkan lagi jamu terutama kepada anak-anak muda sekarang.
ADVERTISEMENT
Jamu, adalah akronim dari jampi husada, yang artinya doa untuk kesehatan. Dan menurut Tania, setiap orang akan memiliki pengalaman yang berbeda-beda setiap minum jamu.
“Karena jamu itu filosofinya seperti apa yang kita alami di dalam hidup. Nah, kita ingin teman-teman bercerita ketika mereka meminum JogJamu itu seperti apa,” ujarnya.
Ketika setiap orang yang meminum jamu menceritakan pengalaman mereka ketika meminum jamu, entah dari segi rasa atau dampaknya untuk kesehatan, harapannya dapat mendorong lebih banyak orang lagi untuk mencoba jamu.
Saat ini, mereka memiliki beberapa produk unggulan, seperti kunir asem legit, beras kencur manjur yang dibuat dari 11 jenis rempah, serta gula asem seger. Tambahan nama di belakangnya menurutnya merupakan doa atau rasa dari jamu tersebut.
ADVERTISEMENT
“Misalnya beras kencur manjur, harapannya bisa manjur untuk mengobati berbagai keluhan kesehatan peminumnya. Atau gula asem seger, harapannya teman-teman yang minum akan merasa fresh atau seger,” ujar Tania. (Widi Erha Pradana / YK-1)