Daur Hidup Sampah Plastik Sebagai Karya Seni

Konten dari Pengguna
7 Desember 2019 18:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Karya berbahan sampah plastik yang dipamerkan di proyek bernama Plastic Unfantastic di Yogyakarta. Foto oleh : Widi Erha
zoom-in-whitePerbesar
Karya berbahan sampah plastik yang dipamerkan di proyek bernama Plastic Unfantastic di Yogyakarta. Foto oleh : Widi Erha
ADVERTISEMENT
Banyak cara orang merespons sampah plastik yang semakin meresahkan keberadaannya. Misalnya para mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Melalui sebuah proyek bernama Plastic Unfantastic, mereka mengubah sampah-sampah plastik di sekitar mereka menjadi sebuah karya seni.
ADVERTISEMENT
Karya-karya yang mereka hasilkan dipamerkan di Balakosa Coffee & Co pada 5 sampai 6 Desember 2019. Ayu Ardianti, Ketua Divisi Pameran Plastic Unfantastic mengatakan, pameran tersebut bertujuan mengkampanyekan penggunaan sampah plastik kepada masyarakat.
"Makanya dalam pameran ini kita mencari karya-karya dari seniman yang mengolah sampah plastik menjadi karya seni," ujar Ayu, Kamis (5/12).
Sampah plastik menjadi perhatian mereka karena keberadaannya yang semakin sulit ditangani. Selain jumlahnya semakin banyak, plastik merupakan salah satu jenis sampah yang paling sulit terurai oleh alam.
"Makanya penting untuk membuat plastik bisa didayagunakan lagi menjadi produk lain termasuk karya seni," lanjut Ayu.
Mengingat Kematian
Ada lima seniman yang memamerkan karyanya di Plastic Unfantastic. Salah seorangnya adalah Della Chyntia dengan karyanya berjudul "Pulang".
ADVERTISEMENT
"Maksudnya, di mana setiap insan berbeda-beda di dunia, saat mencapai “kesempurnaan” atau kematian manusia akan kembali kepada titik yang sama kedudukannya," kaya Della menjelaskan maksud karyanya.
Ketika kematian itu tiba, manusia hanya mampu menyerahkannya keduniawiannya pada orang lain. Benda-benda seperti harta kekayaan dan sebagainya tak akan dibawa ketika manusia mati; kecuali amal kebaikannya.
"Maka perbanyaklah kebersamaan bersama sesama di dunia sebelum saat ‘pulang’ telah menghampiri," lanjut Della.
Namun pada intinya, melalui karyanya Della ingin mengingatkan kepada kita bahwa penggunaan plastik sekali pakai akhirnya juga akan menyusahkan kita suatu saat nanti.
"Karena nanti lambat laun pasti akan merusak lingkungan, dan kita juga yang akan menanggungnya," ujarnya.
Keberagaman Sampah Plastik
Selain "Pulang" karya Della Chyntia, ada juga "Green Grenade, Cemeng, Iron, Bonsai" karya Wahyu Nugroho. Melalui karyanya, Wahyu ingin menyampaikan bahwa alam selalu terbangun dengan sendirinya meski tanpa campur tangan manusia.
ADVERTISEMENT
"Sehingga tidak sepantasnya manusia menciptakan alat penghancur dan menggunakannya sampai merusak alam," tulis Wahyu di karyanya.
Karya Wahyu ini menggunakan pohon asli sehingga identik dengan alam. Pohon itu ditempatkan di dalam granat sebagai simbol alat hasil kreasi manusia yang nantinya membuat alam pepohonan mendominasi seisi dunia.
"Bukan hanya mengeksploitasi dan menghilangkan apa yang alam bangun, namun manusia juga harus mengubah sistem dan kreasi yang tadinya hanya merusak. Makna granat menjadi dasar pemikiran atas pembalasan kepada alam, yang tadinya negatif kemudian dikembalikan menjadi positif," lanjut Wahyu.
Misbahul Akrom mencoba menyindir kita melalui karyanya "Beragam Sampah Kantong Plastik". Karyanya menampilkannya berbagai macam jenis kantong plastik mulai dari yang merah, ungu, putih, biru, sampai hitam.
ADVERTISEMENT
Wahyu ingin menunjukkan bahwa kantong plastik memiliki kandungan dan fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya.
"Warna merah dan ungu digunakan untuk wadah limbah medis, hitam digunakannya untuk limbah nonmedis," kata Akrom.
Menurutnya, sudah saatnya manusia mulai membuka diri terhadap jenis-jenis sampah plastik serta cara penanggulangannya.
"Sehingga, tidak semakin banyak lagi sampah yang saling bercengkrama hingga akhirnya memenuhi seisi dunia," kata dia. (Widi Erha Pradana)