Derita Pasien Diabetes Tak Periksa ke RS Karena Takut Kena COVID-19

Konten Media Partner
26 Agustus 2021 16:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
“Kondisinya cukup mengkhawatirkan,” kata Dokter Spesialis Penyakit Dalam Endokrin Metabolik Diabetes Senior di RSUP Dr. Sardjito, Raden Bowo Pramono.
Ilustrasi pasien diabetes. Foto: Express
Pasien diabetes mellitus yang berobat di rumah sakit selama pandemi mengalami penurunan yang cukup signifikan, penurunan tersebut mulai dari 30 sampai 50 persen. Penurunan jumlah pasien yang berobat ke RS terutama disebabkan karena pasien takut terpapar COVID-19, sehingga tidak sedikit yang akhirnya terpaksa membeli obat sendiri ke apotek atau bahkan putus obat.
ADVERTISEMENT
Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang juga edukator diabetes mellitus nasional, Endang Yuniarti, mengatakan bahwa saat ini dalam sehari ada sekitar 30 sampai 40 pasien diabetes yang menjalani rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jumlah itu menurut dia telah mengalami penurunan sekitar 30 persen dari masa-masa sebelum pandemi.
“Itu semua jenis diabetes, ada diabetes dengan neuropati, diabetes dengan retinopati, diabetes dengan gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya,” kata Endang Yuniarti, Rabu (25/8).
Endang Yuniarti. Foto: Widi Erha Pradana
Sebagian yang takut untuk ke RS akhirnya terpaksa membeli sendiri obat ke apotek meski tanpa resep dokter. Hal ini cukup riskan, sebab dalam periode tertentu kondisi pasien mesti terus dievaluasi. Jika ada kondisi yang berubah, misalnya ada peningkatan kadar gula darah atau terjadi komplikasi, maka resepnya juga akan berbeda.
ADVERTISEMENT
“Jadi sangat mungkin obat yang dibeli itu sudah tidak sesuai dengan kebutuhannya karena kondisi penyakitnya sudah berubah,” ujarnya.
Beberapa bulan terakhir, terutama ketika kasus COVID-19 di DIY sedang tinggi-tingginya, sejumlah pasien diabetes mellitus di RS PKU Muhammadiyah terpaksa harus putus obat. Hal ini banyak terjadi karena sejumlah pasien tersebut ternyata terkonfirmasi COVID-19 dan harus menjalani isolasi mandiri.
Ketika menjalani isolasi mandiri, maka mereka tidak bisa mengakses obat karena harus datang ke rumah sakit. Sementara ketersediaan obat-obatan yang dimiliki oleh puskesmas juga terbatas. Sedangkan layanan telemedicine belum bisa dimanfaatkan optimal mengingat kebanyakan penderita diabetes adalah pasien-pasien yang sudah berumur tua.
“Misalnya insulin, puskesmas kan enggak bisa ngasih, jadi harus ke rumah sakit. Sementara kondisi mereka tidak memungkinkan untuk datang ke rumah sakit,” ujar Endang Yuniarti.
ADVERTISEMENT
Pasien Luar Kota Terkendala PPKM
Raden Bowo Pramono. Foto: Widi Erha Pradana
Di RSUP Dr. Sardjito, kondisi serupa juga terjadi. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Endokrin Metabolik Diabetes Senior di RSUP Dr. Sardjito, Raden Bowo Pramono, mengatakan bahwa pasien diabetes yang melakukan rawat jalan di RSUP Dr. Sardjito juga menurun bahkan hingga 50 persen, dari yang sebelumnya mencapai 50 sampai 60 pasien sehari, kini hanya sekitar 30 pasien.
Penurunan jumlah pasien diabetes ini bukanlah kabar menggembirakan, karena mereka memutuskan tidak ke RS bukan karena sudah sembuh melainkan karena masih takut terpapar COVID-19, terlebih beberapa tahun terakhir kasus COVID-19 di DIY masih tinggi. Hal itu bisa dipastikan karena diabetes merupakan penyakit yang tidak bisa sembuh, belum ada obat atau metode pengobatan diabetes yang benar-benar bisa menyembuhkan pasien hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
“Kondisinya cukup mengkhawatirkan,” ujar Bowo Pramono.
Selain takut terpapar COVID-19, kebijakan PPKM yang sudah berjalan dua bulan lebih juga jadi salah satu penurunan pasien diabetes di RSUP Dr. Sardjito. Pasien-pasien dari luar kota yang sebelumnya berobat ke RSUP Dr. Sardjito menjadi kesulitan untuk berobat karena pembatasan tersebut. Akhirnya, mereka memilih fasilitas kesehatan yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka.
“Karena mereka membutuhkan obat setiap hari, enggak boleh kehabisan obat jadi akhirnya pilih ke layanan yang terdekat,” lanjutnya.
Bowo Pramono juga tidak menyarankan pasien diabetes untuk menebus obat sendiri ke puskesmas tanpa resep dari dokter. Sebab, sangat mungkin pasien diabetes mengalami perubahan kondisi sehingga resep lama tak lagi bisa digunakan.
“Misal gula darahnya meningkat, kan harus ada perubahan dosis, harus ada penyesuaian dosis, itu kan harus kita yang memberikan,” kata Bowo.
ADVERTISEMENT
Beberapa pasien memang memungkinkan untuk diberikan guideline dalam pemberian dosis obat. Sehingga dia tahu berapa dosis yang harus dia minum dalam kondisi kadar gula tertentu. Namun lagi-lagi, tidak setiap pasien bisa memahami guideline tersebut.
Menderita Diabetes Karena COVID-19
Ilustrasi penderita diabetes. Foto: Pixabay
Pasien diabetes rawat jalan maupun rawat inap memang menurun, tapi itu adalah jumlah pasien diabetes mellitus yang tidak terkonfirmasi COVID-19. Sebaliknya, jumlah pasien diabetes yang juga terkonfirmasi COVID-19 justru mengalami peningkatan. Hal ini karena ada pasien COVID-19 yang sebelumnya tidak terkena diabetes namun setelah dirawat menjadi terkena diabetes.
Hal itu bisa terjadi karena efek dari obat steroid yang diberikan kepada mereka untuk mempertahankan paru-parunya dari serangan virus SARS-CoV-2. Di sisi lain, steroid ternyata juga meningkatkan gula darah sehingga bisa memicu diabetes mellitus.
ADVERTISEMENT
“Tapi nyawa kan yang utama, yang penting kita selamatkan dulu paru-parunya, kalau gula kan sudah banyak obatnya,” ujar Bowo Pramono.
Jika nantinya kadar gula darah naik karena pemberian steroid, biasanya pasien akan diberikan insulin untuk menurunkan kadar gulanya. Sehingga hal tersebut bisa diatasi, ketimbang jika paru-parunya semakin parah akibat COVID-19.
Bowo mengatakan supaya pasien diabetes tidak perlu takut untuk berobat dan memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Pasalnya, saat ini rumah sakit juga telah memiliki protokol kesehatan dan screening yang ketat untuk penanganan pasien. Sehingga pasien yang tidak terkonfirmasi COVID-19 tidak akan berbaur dengan pasien yang terkena COVID-19.
“Daripada nanti malah jadi komplikasi karena diabetes itu bisa ke arah stroke, serangan jantung, bisa sampai amputasi kaki, gangguan fungsi ginjal sehingga harus cuci darah. Hampir 50 sampai 60 persen orang yang cuci darah itu orang diabetes, jadi kita minta tolong berobat dan kontrol yang rutin,” kata Raden Bowo Pramono.
ADVERTISEMENT