news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Duku dari Berbagai Daerah Bertemu di Jogja, Kabarnya dari Palembang Paling Enak

Konten dari Pengguna
6 Maret 2020 11:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi buah duku. Foto : instagram
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi buah duku. Foto : instagram
ADVERTISEMENT
Siapa bilang Indonesia hanya mengenal dua musim: kemarau dan penghujan? Hal itu tampaknya perlu direvisi, sebab Indonesia juga mengalami musim mangga, musim durian, musim rambutan, dan tentunya musim paceklik.
ADVERTISEMENT
Okey, enggak lucu.
“Sekarang mulai masuk musim duku mas, puncaknya nanti sampai akhir bulan April,” kata Sugimin, seorang pedagang buah di Pasar Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah Gamping, Sleman, Rabu (4/3).
Sugimin baru saja selesai menata peti-peti kayu berisi duku palembang, duku yang kata dia paling jadi idola ketimbang jenis duku dari daerah lain. Dari Palembang, sekitar 6 ton duku itu baru sampai di kiosnya siang tadi, setelah menempuh perjalanan sekitar tiga hari.
Selang beberapa los dari tempat Sugimin, Arif juga sedang sibuk dengan dukunya. Berbeda dengan duku di los Sugimin, duku di los Arif berasal dari Lebak, Banten. Asal daerah ternyata mempengaruhi perlakuan yang diberikan kepada duku. Jika duku palembang harus dibungkus peti kayu, duku banten cukup dengan karung beras.
ADVERTISEMENT
“Soalnya kalau dari Palembang kan jauh, kalau cuman pakai karung takutnya banyak yang hancur. Terus takut busuk juga karena ndak dapat angin. Kalau dari Banten kan paling sehari, jadi cukup pakai karung beras,” jelas Arif.
Sore itu, Arif masih sibuk melubangi karung-karung wadah duku menggunakan ujung obat nyamuk bakar yang membara. Tujuannya agar duku-duku di dalam karung itu bisa mendapat udara dari luar, sehingga bisa menghambat proses pembusukan.
“Kalau yang dari Kalimantan itu malah pakai pesawat mas,” lanjut Arif.
Duku Palembang Juaranya
Sugimin, seorang pedagang buah di Pasar Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah Gamping, Sleman. Foto : Widi Erha Pradana
Selain dari Palembang dan Banten, biasanya di Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping juga ada duku-duku dari daerah lain. Misalnya dari Purbalingga, Banjarnegara, dan Wonosobo. Bahkan kadang ada juga duku dari Kalimantan.
ADVERTISEMENT
Ari Sugiarto dan Hanifa Marisa dari Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, dalam bukunya menjelaskan bahwa duku merupakan jenis tanaman buah tropis bertipe iklim basah. Duku berasal dari China, Filipina, Kamboja, Malaysia, dan tentunya Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu, duku mulai menyebar ke wilayah Kuba, Honduras, India, Puerto Rico, Suriname, Thailand, Trinidad and Tobago, Amerika Serikat, serta Vietnam.
“Tapi yang juara tetep duku palembang, rasanya paling manis,” ujar Sugimin.
Satu peti yang berisi sekitar 15 kilogram duku palembang dijual dengan harga Rp 160 ribu dengan harga beli Rp 105 ribu. Sekali jalan, truk dari Palembang bisa mengangkut 350 sampai 400 peti dengan ongkos angkut Rp 8 juta sampai Rp 9 juta.
ADVERTISEMENT
Sampai di Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping, perjalanan duku-duku itu belum selesai. Pedagang-pedagang buah dari berbagai daerah di sekitar Yogyakarta akan datang ke Pasar Gamping dan mengangkutnya ke daerah mereka masing-masing. Ada yang dibawa ke Cilacap, Purwokerto, Magelang, Temanggung, Klaten, Solo, Sragen, bahkan ada yang sampai Tasikmalaya.
“Biasanya ndak sampai sehari sudah habis. Kan udah punya nomernya, langsung ngabarin ada stok baru, terus pelanggan langsung pesan. Tapi kalau hujan kayak gini ya agak susah,” lanjut Sugimin.
Hujan menurut Sugimin dan Arif memang menjadi kendala utama bagi seorang penjual buah seperti mereka. Bukan hanya duku, penjualan semua jenis buah akan tersendat ketika hujan turun.
“Distribusinya kan pasti jadi lambat, macet,” kata Arif.
ADVERTISEMENT
Waktu Jadi Harga Mati
Pedagang buah di Pasar Gamping Sleman sedang melubangi karung duku untuk jalan masuk udara. Foto : Widi Erha Pradana
Menjual buah juga harus bertaruh dengan waktu. Jika dalam dua atau tiga hari buah yang dijual belum laku, maka rugi sudah di depan mata. Karena itu, jaringan dengan pedagang dari berbagai daerah menjadi sangat penting supaya dagangannya cepat habis.
Kalau hanya telat dua atau tiga hari, sebenarnya duku masih enak untuk dimakan. Namun karena kulitnya sudah mulai menghitam, harganya pasti menjadi turun.
“Pembeli kan pinginnya pasti yang seger mas,” kata Sugimin.
Belum jika truk yang mengangkut dagangan mereka datang terlambat. Dari enam ton buah yang diangkut, buah yang busuk bisa mencapai satu ton jika truk-truk dari luar pulau itu terlambat sehari saja. Padahal, harga dari asalnya tetap sama, dan Sugimin tetap harus membayar penuh buah-buah yang telah dikirim.
ADVERTISEMENT
“Pernah waktu truknya itu rusak, yang busuk itu sampai tiga ton,” lanjutnya.
Lihat Warna Kulit
Sugimin sudah nyaris tiga dekade bekerja di toko buah itu. Dia sudah hafal benar bagaimana memilih buah dengan kualitas terbaik, termasuk duku.
Memilih duku terbaik, cara paling gampang bisa dilakukan dengan melihat warna kulitnya. Duku yang sudah masak akan memiliki kulit berwarna kuning pekat dengan sedikit bintik cokelat atau hitam.
“Tapi jangan yang udah hitam semua, sudah busuk itu,” kata Sugimin terkekeh.
Sebaliknya, jika buah duku yang kulitnya masih hijau dan masih banyak getahnya, artinya duku itu belum masak dan rasanya asam. Selain berwarna kuning cokelat, jika diraba permukaan kulit duku juga akan terasa mulus atau halus, tidak berkerut apalagi berongga.
ADVERTISEMENT
“Terus kalau dipegang, ditekan-tekan dikit, dia agak empuk, itu manis,” jelas Sugimin. (Widi Erha Pradana / YK-1)