Konten Media Partner

Gara-gara Danais Dalang di DIY Jadi 500 Orang, tapi Ada Dampak Negatifnya

7 November 2022 18:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dalang cilik sedang melakukan pementasan wayang kulit. Foto: Dok. UNY
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dalang cilik sedang melakukan pementasan wayang kulit. Foto: Dok. UNY
ADVERTISEMENT
Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ki Edi Suwondo, mengatakan bahwa dunia pewayangan di DIY mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan. Jumlah seniman yang terlibat dalam dunia pewayangan, mulai dari dalang, sinden, wiyaga, hingga para penikmat kesenian wayang menurut Edi semakin meningkat dari tahun ke tahun.
ADVERTISEMENT
“Ini menjadi kabar yang menggembirakan di saat hari wayang nasional yang jatuh tiap tanggal 7 November,” kata Ki Edi Suwondo saat dihubungi, Senin (7/11).
Dia mengungkapkan bahwa saat ini ada sekitar 500 dalang di DIY yang terdata oleh Pepadi yang tersebar hampir merata di seluruh kabupaten dan kota di DIY. Jumlah itu terdiri atas dalang-dalang remaja yang masih hijau hingga dalang-dalang senior yang sudah memiliki jam terbang tinggi.
Kenaikan jumlah dalang di DIY menurutnya terutama disebabkan karena adanya dana keistimewaan yang menyokong kegiatan-kegiatan budaya di DIY, termasuk wayang, sejak tahun 2013. Bahkan, dalam kurun waktu 5 tahun, DIY berhasil melahirkan 20 dalang wayang golek.
“Sejak ada danais peningkatannya sekitar 10 persen, jadi sekitar 50-an orang. Mungkin lebih, tapi yang pasti ada 10 persen, karena sampai sekarang belum ada data yang mutakhir,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain digunakan untuk menggelar pementasan wayang, dana keistimewaan juga digunakan untuk menghidupi sanggar-sanggar wayang di DIY. Hal itu membuat sanggar-sanggar wayang di DIY semakin banyak dan terus melahirkan dalang-dalang baru dari tahun ke tahun.
“Jadi danais itu tidak hanya digunakan untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit, tapi juga untuk menghidupi sanggar-sanggar wayang yang jumlahnya ada puluhan di DIY,” lanjutnya.
Ketua Pepadi DIY, Ki Edi Suwondo. Foto: Dok. Pemerintah Kota Magelang
Banyaknya sanggar-sanggar yang aktif membuat proses kaderisasi dalang semakin cepat. Tak seperti sebelum adanya dana keistimewaan, dimana proses kaderisasi menurutnya cukup lambat.
Sebelum ada dana keistimewaan, gelaran wayang juga hanya mengandalkan dana dari masyarakat. Misalnya ada tokoh masyarakat yang menggelar pentas wayang karena memiliki hajat tertentu, atau event rutin tahunan dibiayai dengan iuran warga.
ADVERTISEMENT
“Sering juga dalang-dalang itu tiap pentas nombok, karena dana yang terkumpul kurang,” ujarnya.
Kini, setelah beberapa tahun kucuran dana keistimewaan mulai terlihat hasilnya. Event-event pertunjukan wayang semakin sering digelar, sanggar-sanggar mulai banyak yang aktif, dan dalang-dalang perlahan mulai bertambah dari tahun ke tahun.
Meski begitu, pertumbuhan wayang di DIY karena dana keistimewaan menurut Ki Edi juga tidak datang tanpa efek negatif. Karena untuk mendapatkan dana keistimewaan, setiap sanggar mesti mengajukan proposal. Hal ini juga mengikis nilai gotong-royong masyarakat dalam menggelar setiap pertunjukan wayang.
Sebelum adanya dana keistimewaan, Ki Edi mengatakan bahwa swadaya masyarakat sangat kuat. Setiap masyarakat memiliki ikatan emosional dan rasa memiliki yang kuat terhadap wayang kulit.
“Sekarang karena pakai proposal itu, rasa memiliki terhadap wayang justru menurun. Dalang juga banyak fokus untuk bikin proposal dan seringkali melakukan mark-up untuk dapat dana lebih, bahkan anak juga sudah ngerti proposal, itu sesuatu yang kurang kita harapkan sebenarnya,” kata Ki Edi Suwondo.
ADVERTISEMENT
Danais juga membuat pelaku seni di dunia pewayangan menjadi sangat bergantung pada bantuan pemerintah. Hal itu terlihat dari gelaran wayang di DIY, yang hampir semuanya dibiayai oleh pemerintah.
“Sekarang sudah tidak ada lagi pertunjukan wayang yang dibiayai masyarakat sendiri,” ujarnya.
Namun, menurutnya ini tetap jalan terbaik yang mungkin untuk dilakukan jika ingin melestarikan wayang kulit. Dengan adanya dana keistimewaan yang membiayai kegiatan-kegiatan budaya di Yogya, membuat pertumbuhan wayang kulit di DIY jadi lebih maju dan terurus ketimbang daerah lain.
“Bagaimanapun dana keistimewaan itu memberikan optimisme, sehingga wayang di DIY saya pikir tidak akan punah. Karena tidak bisa dipungkiri, kalau tidak ada uang yang saya lihat pada melempem,” pungkasnya.