Jadi Tren Selama Pandemi, Bagaimana Menggunakan Obat Tradisional Secara Aman?

Konten Media Partner
9 April 2021 18:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi obat tradisional. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi obat tradisional. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Selama pandemi, masyarakat Indonesia menjadi lebih sering mengonsumsi obat-obatan tradisional. Alasan utama meningkatnya konsumsi obat-obatan tradisional di Indonesia karena belum adanya obat mujarab dan keterbatasan vaksin COVID-19. Di sisi lain, masyarakat ingin menjaga imunnya supaya tidak gampang terserang virus dan berbagai penyakit.
ADVERTISEMENT
Di situasi seperti itu, Presiden Jokowi memberikan statemen di awal-awal pandemi bahwa empon-empon yang tidak lain adalah bahan obat-obatan tradisional dapat mencegah terkena COVID-19. Tak pelak, masyarakat berbondong-bondong untuk berburu empon-empon.
Namun obat tradisional juga tidak bisa digunakan sembarangan, jika penggunaannya tidak sesuai ketentuan, obat-obatan tradisional juga bisa menyebabkan pengaruh buruk untuk kesehatan.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM), Reri Indriani, mengatakan bahwa kriteria bahan alam yang bisa dikategorikan sebagai obat tradisional harus sudah digunakan secara empiris oleh tiga generasi atau telah melalui serangkaian pengujian ilmiah.
Obat tradisional yang sudah digunakan oleh tiga generasi atau lebih dikenal dengan jamu. Sementara untuk obat tradisional yang sudah melalui pengujian ilmiah dibagi dua, yakni Obat Herbal Terstandar (OHT) untuk yang sudah melalui pengujian praklinik serta fitofarmaka untuk yang sudah melalui uji klinik.
ADVERTISEMENT
“Kategorisasi ini terkait juga dengan manfaat dan keamanan,” kata Reri Indriani dalam diskusi daring yang diadakan Badan POM, Kamis (8/4).
Ilustrasi bahan jamu. Foto: Pixabay
Uji praklinik untuk OHT meliputi uji toksisitas dan farmakodinamik. Sedangkan uji klinik untuk fitofarmaka telah melalui uji klinik fase I, fase II, dan fase III. Saat ini, Badan POM telah menerbitkan sekitar 11.000 nomor izin edar jamu, OHT 63 izin edar, serta fitofarmaka berjumlah 23 izin edar.
“Tentu ini menjadi potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Sebelum menggunakan atau membeli obat tradisional, Reri juga menyarankan agar masyarakat memeriksa lebih dulu kemasan, label, izin edar, serta masa kedaluwarsa. Bacalah petunjuk penggunaan dan informasi yang ada sebelum menggunakan obat tradisional. Apabila sedang menggunakan obat kimia dari dokter, berikan tenggang waktu tiga sampai empat jam sebelum mengonsumsi obat tradisional.
ADVERTISEMENT
Untuk memaksimalkan efek yang diinginkan dari penggunaan obat tradisional, Reri juga menyarankan supaya masyarakat memeriksakan kesehatannya secara berkala. Apabila ternyata terjadi efek yang tidak diinginkan, maka segera hentikan penggunaan obat tradisional tersebut dan segera konsultasikan dengan dokter atau ahli medis.
Masyarakat juga mesti berhati-hati dengan hoaks yang banyak beredar di internet tentang khasiat obat herbal tertentu. Banyak obat-obat herbal yang menggunakan klaim bombastis seperti penangkal atau antivirus COVID-19.
“Sudah ada masyarakat yang menjadi korban, membeli suatu obat tradisional impor dengan harga yang cukup mahal, kemudian merasa dirinya sudah minum penangkal COVID,” kata Reri Indriani.
Momentum untuk Memperluas Penelitian
Ilustrasi penelitian. Foto: Pixabay
Belum ditemukannya obat COVID-19 membuat masyarakat mencari-cari sesuatu yang bisa membuat dirinya aman dari ancaman penyakit tersebut. Akhirnya jamu menjadi salah satu yang paling banyak digunakan, karena penggunaannya tidak perlu resep dokter, mudah didapat, murah, serta relatif aman.
ADVERTISEMENT
Pakar Obat Herbal dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Purwantyastuti, menambahkan bahwa sudah digunakannya jamu secara turun-temurun oleh nenek moyang dan terbukti aman membuat masyarakat semakin yakin memilih jamu untuk melindungi dirinya dari COVID-19.
“Nenek moyang Indonesia sudah melewati berbagai wabah di masa lalu. Dan mereka tidak mungkin menurunkan sesuatu yang tidak aman kepada anak cucunya,” kata Purwantyastuti.
Menurutnya, ada beberapa bahan obat tradisional yang selama pandemi paling banyak dipakai masyarakat, di antaranya kunyit, temulawak, sambiloto, meniran, dan jahe. Bahan-bahan itu juga merupakan obat tradisional yang disarankan oleh Badan POM untuk menghadapi COVID-19.
Selain telah melalui bukti empiris karena digunakan turun temurun selama tiga generasi lebih, secara ilmiah bahan-bahan tersebut juga terbukti memiliki manfaat untuk memelihara daya tahan tubuh sehingga bisa dijadikan sebagai pilihan selama pandemi.
ADVERTISEMENT
Momentum ini menurut dia harus dimanfaatkan oleh industri dan lembaga pendidikan serta penelitian untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap jamu-jamu Indonesia.
“Dan yang paling penting pada saat ini adalah melihat dampaknya terhadap kesehatan, terutama dalam kondisi kita menghadapi atau terpapar virus corona,” lanjutnya.
Dengan memilih keluaran yang penting, maka biaya penelitian bisa dimanfaatkan namun hasilnya bisa benar-benar bermanfaat dan diaplikasikan untuk kondisi saat ini. Selain itu, dengan adanya penelitian secara serius, harapannya setelah pandemi masyarakat juga akan tetap rutin mengonsumsi jamu. Masyarakat jadi lebih yakin dengan khasiatnya karena ada bukti-bukti ilmiah yang dihasilkan oleh para peneliti selama pandemi ini.
“Kita perlu melakukan studi observasi, melihat bagaimana penggunaannya dan apa dampaknya pada masyarakat luas, bisa kita lakukan kepada jutaan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Untuk semakin menguatkan posisi jamu, uji klinik juga bisa dilakukan. Apalagi Badan POM telah memberikan syarat yang lebih ringan untuk uji klinik jamu. Dengan catatan, mutunya memenuhi standar keamanan. (Widi Erha Pradana / YK-1)