Kadar Gula Tinggi Kacaukan Sistem Imun Tubuh, Ini Penjelasan Pakar

Konten Media Partner
26 Agustus 2021 16:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Jantung dan ginjal kalau bisa ngomong akan teriak ini kemanisan, aku enggak doyan. Kalau kandungan dalam darah susah diserap karena kemanisan, bagaimana obat mau diserap?
Luka pada kaki pada penderita diabetes. Foto: Istimewa
Diabetes meningkatkan risiko kematian pada pasien COVID-19. Sebuah penelitian di Prancis menyebutkan satu dari 10 pasien COVID-19 meninggal dunia pada tujuh hari pertama rawat inap, sedangkan satu dari lima pasien membutuhkan ventilator untuk membantu bernapas. Di Amerika Serikat, dilaporkan 40 persen dari pasien COVID-19 yang meninggal dunia mengidap diabetes tipe 1 dan 2.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana sebenarnya diabetes mellitus dapat memperparah gejala pada pasien COVID-19 bahkan meningkatkan risiko kematian?
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Endokrin Metabolik Diabetes Senior di RSUP Dr. Sardjito, Raden Bowo Pramono, mengatakan bahwa proses penyembuhan dan pemulihan pasien COVID-19 dengan komorbid diabetes mellitus memang lebih buruk. Hal ini disebabkan karena kadar gula darah yang tinggi membuat sistem imun dalam tubuh manusia tidak dapat bekerja dengan baik.
“Contohnya saja kalau orang diabetes mengalami luka kan lebih sulit sembuh, karena kadar gula yang tinggi akan mengacaukan sistem imun kita,” kata Raden Bowo Pramono, Rabu (25/8).
Sehingga, walaupun pasien COVID-19 dengan komorbid diabetes diberikan obat yang sama dengan pasien COVID-19 tanpa komorbid diabetes, namun tingkat kesembuhannya akan berbeda. Pasien COVID-19 tanpa diabetes akan lebih cepat sembuh dibandingkan pasien COVID-19 dengan diabetes mellitus.
ADVERTISEMENT
Analoginya, jika seseorang biasa meminum teh manis dengan gula satu sendok, maka ketika diberi teh manis dengan jumlah gula tiga sendok dia tidak akan meminumnya karena akan menjadi terlalu manis. Begitu juga dengan sel-sel tubuh yang tidak akan memakan makanan yang ada di dalam darah dengan kadar gula yang tinggi.
“Kalau dia bisa ngomong, dia akan teriak kemanisan, saya enggak doyan. Jantung bilang begitu, ginjal bilang begitu, dan yang lainnya juga begitu,” lanjutnya.
Padahal, di dalam darah mengandung zat-zat obat yang diberikan kepada pasien untuk mengobati penyakit tertentu, dalam kasus ini adalah COVID-19. Otomatis, zat-zat obat dalam darah tersebut tidak akan terserap dengan baik oleh tubuh dan hanya dibuang begitu saja. Obat-obat tersebut akan sulit untuk sampai pada organ yang dituju seperti paru-paru, jantung, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
“Itu yang bikin pasien dengan diabetes enggak sembuh-sembuh,” ujarnya.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Endokrin Metabolik Diabetes Senior di RSUP Dr. Sardjito, Raden Bowo Pramono. Foto: Widi Erha Pradana
Risiko ini akan lebih tinggi jika pasien COVID-19 dengan komorbid diabetes mellitus tidak mendapatkan perawatan di RS. Jika pasien tersebut dirawat di RS, maka dia bisa mendapatkan penanganan yang tepat misalnya dengan diberikannya injeksi insulin untuk menurunkan kadar gula darahnya.
Namun jika pasien tersebut hanya menjalani isolasi mandiri di rumah, maka akan sulit bagi dia untuk mendapatkan penanganan medis yang memadai. Sebab, untuk injeksi insulin yang biasanya diberikan kepada pasien diabetes mellitus saat ini hanya tersedia di RS, belum dapat dilakukan oleh puskesmas.
“Ditambah lagi dengan akses obat yang sulit karena dia harus menjalani isolasi mandiri sehingga tidak bisa ke rumah sakit,” kata Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang juga edukator diabetes mellitus nasional, Endang Yuniarti.
ADVERTISEMENT
Kasus-kasus seperti ini menurutnya cukup banyak terjadi, terutama pada beberapa bulan terakhir ketika kasus COVID-19 meningkat tajam di DIY. Sejumlah pasien diabetes terpaksa harus putus obat karena dia harus menjalani isolasi mandiri di rumah. Hal ini sangat mungkin membuat kondisi kesehatannya semakin buruk, karena selain harus berjuang melawan COVID-19, dia juga mesti harus melawan penyakit lamanya, yakni diabetes mellitus.
“Padahal, pasien diabetes itu harus mendapatkan obat secara rutin setiap hari. Ketika dia tidak mendapatkan obat, maka besar kemungkinan kondisi kesehatannya akan semakin buruk,” ujarnya.