Kadin Sindir Impor Buah Setahun Rp 20 T: Indonesia Sia-siakan Anugerah Tuhan

Konten dari Pengguna
24 Agustus 2020 12:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Iustrasi buah tropis. Foto: Tinu Allen
zoom-in-whitePerbesar
Iustrasi buah tropis. Foto: Tinu Allen
ADVERTISEMENT
Sedikitnya, Indonesia memiliki 226 jenis buah asli yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Buah-buah tersebut sebagian besar tumbuh liar di hutan, dan hanya sebagian kecil saja yang sudah dibudidayakan seperti durian, pepaya, nanas, nangka, semangka, manggis, mangga, belimbing, salak, jambu, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
“226 jenis itu yang sudah teridentifikasi, yang belum masih banyak,” ujar Ketua Komite Tetap Pengembangan Hortikultura KADIN Indonesia, Karen Tambayong dalam seminar daring yang diadakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), beberapa waktu lalu.
Ratusan buah yang sama sekali belum dibudidayakan merupakan potensi besar apabila bisa dikelola dengan baik. Misalnya ada bisbul, kesemek, keledang, matoa, tampoi, lahung, lai, dan masih banyak lagi. Terlebih dengan adanya iklim tropis, mestinya Indonesia bisa menghasilkan berbagai jenis buah sepanjang tahun.
“Namun selama ini kita terlena, dan membiarkan buah impor mendominasi Indonesia, kita benar-benar telah menyia-nyiakan anugerah Tuhan,” lanjutnya.
Hal ini dibuktikan menurut Karen dari angka impor buah Indonesia pada 2019 yang mencapai Rp 20 triliun. Padahal di masa pandemi seperti sekarang peran buah-buahan sangat penting sebagai sumber vitamin, mineral, dan serat. Vitamin C yang terkandung di dalam buah-buahan juga sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh di tengah pandemi ini.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa hal yang menjadi tantangan pengembangan buah lokal, pertama adalah keterbatasan lahan. Wilayah Indonesia memang sangat luas, tetapi bentuknya kepulauan yang didomnasi oleh pegunungan sehingga hamparan lahan luasnya kurang. Selain itu, biaya logistik antarkota dan antarpulau juga masih sangat tinggi. Belum persoalan laju alih fungsi lahan yang sangat cepat dan tidak terbendung.
“Juga perubahan iklim yang sedang mengancam seperti kekurangan air,” ujar Karen.
Konsumsi Buah dan Sayur Masyarakat Indonesia Sangat Rendah
Foto: Istimewa
Sebagai negara dengan kekayaan buah dan sayur yang luar biasa, konsumsi buah dan sayur rata-rata masyarakat Indonesia ternyata masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah standar yang ditetapkan FAO. Standar minimum konsumsi buah dan sayur dari FAO adalah 146 kg/kapita/tahun. Sementara konsumsi buah rata-rata masyarakat Indonesia saat ini hanya 31 kg/kapita/tahun dan sayur hanya 52 kg/kapita/tahun.
ADVERTISEMENT
“Kalau dijumlahkan masih jauh dari target yang disarankan FAO,” ujar Karen.
Padahal rata-rata konsumsi buah masyarakat Eropa sudah mencapai 64 kg/kapita/tahun. Ini berimbas pada banyaknya permasalahan kesehatan yang dialami masyarakat Indonesia, seperti stunting dan gizi buruk.
Tapi di sisi lain, industri buah juga memiliki peluang besar, terutama karena tingginya permintaan buah di tengah pandemi. Hal ini menurut Karen harus dilihat sebagai peluang untuk melakukan investasi di bidang hortikultura, termasuk buah-buahan.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, pertama dengan cara menanam buah dan sayur di pekarangan rumah, termasuk menggalakan urban farming. Kemudian melakukan investasi skala orchard atau perkebunan untuk hortikultura termasuk buah di tempat yang strategis.
“Kemudian mengembangkan pasar-pasar domestik untuk memenuhi nutrisi 267 juta masyarakat Indonesia yang sebagian masih belum sehat,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agrbisnis Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud mengatakan sektor buah-buahan memegang peran penting dalam ekspor pertanian Indonesia. Pada 2019, ekspor buah Indonesia mencapai angka 22 juta ton lebih yang didominasi oleh pisang, mangga, jeruk siem, nanas, durian, salak, dan manggis.
“Diproyeksikan 2020 ekspor buah-buahan kita akan terus mengingat karena adanya permintaan pasar global yang meningkat tajam di tengah pandemi,” ujar Musdhalifah.
Beberapa negara menjadi pasar ekspor buah-buahan asli Indonesia, di antaranya Vietnam 27 persen, Malaysia 19 persen, China 17 persen, India 10 persen, Hong Kong 6 persen, Thailand 5 persen, dan Uni Emirat Arab 3 persen.
Mempercepat Sistem Pertanian Cerdas
Foto: Pixabay
Teknologi informasi (IT) merupakan elemen yang wajib diikutsertakan dalam pengembangan buah lokal nusantara. Untuk membangun teknologi yang tepat, big data merupakan komponen terpenting saat ini. Rektor IPB, Arif Satria, mengatakan bahwa dengan berbekal big data maka kita bisa tahu persis semua tentang dunia pertanian kita.
ADVERTISEMENT
Dengan big data, kita bisa tahu persis kualitas tanah kita, berapa potensi dan produksi, serta bagaimana peluang ke depan. Dengan big data, langkah-langkah dan inovasi teknologi pertanian dapat dilakukan secara tepat, efektif, dan efisien.
“Data-data ini adalah kekuatan kita, jangan sampai data-data ini malah tersedot dan dimiliki oleh orang luar,” ujar Arif Satria.
Menurut Arif, saat ini negara-negara di dunia sedang berlomba-lomba membangun smart farm dan smart village. Ini adalah momentum bagi Indonesia menurut Arif, bagaimana mengejar ketertinggalan teknologi pertanian dari negara-negara lain.
“Soal automatic, soal robotic, mereka memang sudah sangat canggih. Tapi begitu soal kecerdasan buatan, IoT, mereka juga sedang melakukan R&D,” lanjutnya.
Percepatan transformasi merupakan keniscayaan bagi Arif supaya Indonesia tidak tertinggal lagi di fase baru ini dari negara-negara lain. Misalnya pembangunan sistem pertanian cerdas yang terintegrasi, mulai dari deteksi penyakit daun untuk sistem peringatan dini, smart fertigation, pemantauan lingkungan greenhouse, identifikasi daun atau cabang untuk robot pruning.
ADVERTISEMENT
Kemudian di dalamnya juga harus ada deteksi tingkat kematangan untuk menentukan saat panen yang optimum, robot untuk pemilah buah yang sudah layak panen, robot untuk pemilah hasil panen, serta analisis pengaruh cuaca terhadap hasil panen.
“Jadi dari mulai pertumbuhan, kemudian pengendalian penyakit, serta proses pemanenan itu dilakukan secara terintegrasi,” ujarnya.
Pengembangan teknologi pertanian juga perlu didukung dengan regulasi yang detail, selagi penggunaan teknologi saat ini belum terlalu masif. Sehingga ketika teknologinya nanti sudah siap, semua langsung bisa berjalan berdampingan. Ini juga untuk menghindari permasalahan seperti ketika transportasi online masuk ke Indonesia namun belum ada regulasi yang mengatur sehingga melahirkan masalah baru.
“Memang kita itu sering terlambat, teknologi berkembang secara eksponensial, regulasi berjalan secara linier. Jika terlambat, bisa ada komplikasi lagi di lapangan,” ujar Arif menegaskan. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT