Kalau Pademi di Indonesia Jadi Endemi, Apakah Kita sudah Benar-benar Aman?

Konten Media Partner
14 Mei 2022 12:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga yang menggunakan masker melintasi mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Warga yang menggunakan masker melintasi mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan terakhir, Indonesia mulai melakukan pelonggaran dalam penanganan pandemi. Bahkan, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 sudah mengumumkan bahwa Indonesia sedang dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi. Artinya, penyebaran COVID-19 dan tingkat penularannya dapat diprediksi dan ditangani.
ADVERTISEMENT
Tapi, apakah ketika sudah berstatus endemi maka kita akan benar-benar terbebas dari COVID-19? Apakah ketika sudah berstatus endemi, maka tidak akan terjadi lagi lonjakan kasus seperti yang pernah terjadi sebelumnya?
Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad, mengatakan bahwa meski sudah berstatus endemi, bukan berarti tidak akan pernah terjadi lonjakan kasus lagi. Apalagi saat ini penularan COVID-19 masih terjadi di seluruh dunia, China bahkan kembali memberlakukan lockdown total karena ledakan kasus di Shanghai dan Beijing.
“Selama ada penularan, itu mutasi terus terjadi. Sekarang mutasi Omicron pun tidak hanya B2, tapi ada juga B3 dan B4,” ujar Doni, sapaan Riris Andono Ahmad saat dihubungi, Jumat (13/5).
Koordinator Tim Respons Covid-19 Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Penularan yang terus terjadi ini berpotensi memicu kemunculan varian baru, dan bukan tidak mungkin akan muncul varian yang mampu menembus kekebalan atau imunitas seseorang meski dia sudah mendapatkan vaksinasi atau sudah pernah tertular.
ADVERTISEMENT
Apalagi imunitas COVID-19 tidak bertahan lama, hanya sekitar 4 sampai 6 bulan setelah tertular atau mendapat vaksinasi. Jadi setelah 6 bulan terinfeksi atau mendapat vaksinasi, seseorang sangat mungkin tertular kembali karena imunitasnya yang sudah menurun.
“Kalau transmisinya masih terjadi secara global, ya bisa jadi penularannya akan meningkat lagi,” ujarnya.
Istilah endemi menurut Doni juga jadi problematik saat ini. Sebab, secara umum kita masih berada dalam situasi pandemi, sebab penularan masih terus terjadi di seluruh dunia. Sedangkan dalam istilah epidemiologi, endemi itu digunakan ketika penyakit tertentu sudah menetap di suatu wilayah dan tidak terjadi dalam skala yang sangat luas.
Namun, jika nantinya pemerintah menetapkan status COVID-19 di Indonesia sebagai endemi, Doni menyarankan supaya cara penanganan penyakit ini juga berubah. Selama ini, COVID-19 masih ditangani dengan respons pendekatan penanganan bencana. Penanganan COVID-19 ini menurutnya sudah harus menggunakan respons yang sistemik atau programatik.
ADVERTISEMENT
“Kayak kita kenal ada program Dengue, ada program malaria, dan sebagainya. Selama ini kan belum, kita masih menggunakan respons bencana,” ujarnya.
Respons programatik ini diperlukan karena selama dua tahun lebih menangani pandemi tentu pemerintah sudah memahami berapa sebenarnya biaya yang diperlukan dalam menangani penyakit ini, kemudian jika ada peningkatan kasus atau varian baru langkah apa yang perlu dilakukan, dan sebagainya. Apalagi dalam beberapa bulan terakhir situasi COVID-19 di Indonesia sudah cukup tenang dan terkendali.
“Sehingga mestinya sudah pakai respons programatik. Tapi nanti kalau ada gelombang baru lagi yang melebihi kapasitas sistem kesehatan, kita bisa switch ke respons bencana atau krisis lagi,” kata Riris Andono Ahmad.