news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Lockdown karena Pandemi Corona Membuat Getaran Bumi Bergerak Lebih Lambat

Konten dari Pengguna
3 April 2020 14:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengukuran getaran bumi. Foto : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengukuran getaran bumi. Foto : Pixabay
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 telah menyebabkan kekacauan nyaris di segala lini kehidupan manusia, terutama pada sektor ekonomi di seluruh dunia. Tapi di balik semua kekacauan itu, pandemi ini ternyata memberikan dampak yang baik bagi bumi kita.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, kita telah mendengar bagaimana virus corona dapat mengurangi polusi udara dari kendaraan bermotor maupun pabrik dengan sangat signifikan. Para peneliti yang mempelajari pergerakan Bumi juga hadir membawakan kabar gembira di tengah pandemi.
Seperti yang dilaporkan Nature, mereka mengatakan lockdown maupun pengurangan aktivitas manusia secara signifikan untuk menekan penyebaran virus telah membuat Bumi bergerak lebih lambat. Mereka melaporkan adanya penurunan kebisingan seismik, yakni dengungan getaran yang ada di kerak Bumi karena adanya penonaktifan jaringan transportasi dan pengurangan aktivitas manusia secara signifikan.
“Pengurangan kebisingan sebesar ini biasanya hanya terjadi secara singkat sekitar Natal,” kata Thomas Lecocq, seismolog Royal Observatory of Belgium di Brussels awal pekan ini dimuat Nature.
Mereka mengatakan, penurunan kebisingan seismik ini memungkinkan detector untuk melihat gempa bumi yang intensitasnya lebih kecil. Tak hanya itu, hal ini juga dapat meningkatkan upaya pemantauan aktivitas vulkanik dan peristiwa seismik lainnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Aktivitas Manusia Menggerakkan Kerak Bumi
Seperti halnya dengan gempa bumi yang menyebabkan kerak bumi bergerak, begitupun dengan getaran yang disebabkan oleh mesin industri dan kendaraan yang bergerak. Meskipun efek dari aktivitas tiap individu kecil, namun ketika diakumulasikan akan menghasilkan kebisingan yang cukup untuk mengganggu kemampuan seismolog dalam mendeteksi sinyal lain pada frekuensi yang sama.
Data dari seismometer di observatorium di Brussels menunjukkan bahwa langkah-langkah untuk menekan penyebaran COVID-19 menyebabkan kebisingan seismik akibat aktivitas manusia turun sekitar sepertiga. Seperti yang kita ketahui, di banyak negara sekolah-sekolah sudah ditutup, begitu juga dengan restoran dan tempat umum lainnya termasuk pelarangan semua perjalanan yang tidak penting membuat aktivitas manusia berkurang dengan signifikan.
Penurunan kebisingan seismik ini telah meningkatkan sensitivitas peralatan observatorium sehingga meningkatkan kemampuannya untuk mendeteksi gelombang dalam rentang frekuensi tinggi yang sama dengan kebisingan itu. Hasilnya, seismometer dapat mendeteksi gempa kecil dan ledakan tambang menggunakan detector yang terkubur dalam lubang bor 100 meter.
ADVERTISEMENT
“Di Belgia, ini benar-benar terasa tenang sekali,” ujar Lecocq.
Peningkatan Informasi
Andy Frassetto, seismolog di Lembaga Penelitian Seismologi Incorporated di Washington DC mengatakan, jika lockdown dan pembatasan aktivitas ini berlanjut hingga beberapa bulan ke depan, detektor berbasis kota di seluruh dunia memungkinkan untuk mendeteksi lokasi gempa susulan lebih baik dari biasanya.
“Anda akan mendapatkan sinyal dengan noise lebih sedikit di bagian atas, memungkinkan Anda untuk memeras informasi lebih banyak dari peristiwa itu,” ujar Frassetto.
Menurunnya kebisingan ini juga dapat menguntungkan seismolog yang menggunakan getaran latar yang terjadi secara alami, seperti yang berasal dari gelombang laut untuk menyelidiki kerak bumi. Karena aktivitas gunung berapi dan perubahan muka air memengaruhi seberapa cepat gelombang alami ini berjalan, para ilmuwan dapat mempelajari peristiwa ini dengan memantau berapa lama gelombang untuk mencapai detektor yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Penurunan kebisingan yang disebabkan oleh manusia juga dapat meningkatkan sensitivitas detektor terhadap gelombang alami pada frekuensi yang sama. Ke depan, Lecocq dan timnya berencana untuk mulai melakukan pengujian ini.
“Memang ada peluang besar itu bisa mengarah pada pengukuran yang lebih baik,” katanya.
Seismolog Belgia bukan satu-satunya yang memerhatikan efek dari pembatasan aktivitas manusia dalam pandemi ini. Celeste Labedz, seorang mahasiswa pascasarjana Geofisika di California Institute of Technology di Pasadena, juga mengatakan bahwa penurunan kebisingan seismik ini juga dialami oleh sebuah stasiun di Los Angeles.
“Penurunannya sangat signifikan,” ujarnya.
Meski begitu, Emily Wolin, seorang pakar geologi dari US Geological Survey di Albuquerque, New Mexico, mengatakan tidak semua stasiun pemantauan seismik akan melihat efek dari penurunan kebisingan ini. Pasalnya, banyak stasiun yang memang sengaja dipasang di daerah terpencil atau di dalam lubang bor yang dalam untuk menghindari kebisingan dari aktivitas manusia.
ADVERTISEMENT
“Sehingga, penurunan kebisingan yang mereka lihat lebih kecil atau tidak ada perubahan sama sekali pada tingkat kebisingan frekuensi tinggi yang mereka rekam,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)