Logika di Balik Untung BPJS Kala Pandemi: Iuran Naik tapi Rumah Sakit Malah Sepi

Konten Media Partner
18 Februari 2021 17:56 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas yang mengurus kepesertaan BPJS Kesehatan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas yang mengurus kepesertaan BPJS Kesehatan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah enam tahun lamanya selalu mengalami defisit, BPJS Kesehatan akhirnya bisa untung atau surplus sebesar Rp 18,7 triliun pada tahun 2020. Surplus yang dialami oleh BPJS Kesehatan ini tidak lepas dari dua faktor, yakni kenaikan iuran dan pandemi yang mengakibatkan penurunan utilitas atau pemanfaatan peserta BPJS.
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah diketahui, BPJS Kesehatan secara resmi telah menaikkan besaran iuran kepesertaan sejak 1 Juli 2020 silam. Muhammad Faozi Kurniawan, Peneliti di Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM, mengatakan bahwa kenaikan iuran ini memberikan dampak yang signifikan terhadap pendapatan iuran.
Kenaikan ini tidak hanya dilakukan di segmen-segmen tertentu yang selama ini mengalami defisit seperti segmen PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah), tapi juga segmen-segmen positif seperti PBI (Penerima Bantuan Iuran) APBN dan PPU (Peserta Penerima Upah) ASN.
“Kenaikan iuran ini berdampak sangat besar pada surplus penyelenggaraan JKN yang terjadi pada 2020,” kata Faozi dalam diskusi daring yang diadakan PKMK UGM, Kamis (18/2).
Muhammad Faozi Kurniawan, Peneliti di Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM
Selain kenaikan iuran, surplus BPJS Kesehatan juga disebabkan oleh penurunan biaya manfaat atau utilisasi. Hal ini disebabkan karena selama pandemi COVID-19 membuat banyak peserta BPJS yang menunda kunjungan ke rumah sakit. Hal ini berbeda dengan dengan situasi sepanjang 2014 sampai 2020, dimana tingkat kunjungan di fasilitas kesehatan selalu mengalami kenaikan.
ADVERTISEMENT
Pada 2020, kunjungan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) memang mengalami kenaikan dari 180 juta menjadi 284 juta. Tapi jumlah kunjungan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar 84,7 juta menjadi 69,6 juta. Begitu juga dengan jumlah Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL), mengalami penurunan dari yang sebelumnya 11 juta menjadi 9 juta saja.
Tak hanya jumlah kunjungan, pada 2020 jumlah kepesertaan juga turun dari yang semula 224,1 juta menjadi 222,4 juta saja.
“Ini berdampak juga bagi penurunan utilisasi di tahun 2020,” lanjutnya.
Surplus BPJS Kesehatan tidak Mengagetkan
Kepala Bidang Program Analis Kebijakan Pusat Sektor Keuangan BKF Kemenkeu, Ronald Yusuf.
Surplus yang dialami BPJS Kesehatan tahun 2020 sebenarnya bukan hal yang mengagetkan. Menurut Kepala Bidang Program Analisis Kebijakan Pusat Sektor Keuangan BKF Kemenkeu, Ronald Yusuf, ketika BPJS Kesehatan menaikkan iuran baik pada 2019 maupun 2020, sudah diprediksi bahwa akhir 2020 BPJS Kesehatan akan mengalami surplus kas.
ADVERTISEMENT
Di awal rencana menaikkan iuran, beberapa skema menurutnya telah memprediksi bahwa surplus BPJS Kesehatan pada akhir 2020 mencapai Rp 2 triliun sampai Rp 7 triliun.
“Jadi kalau di akhir tahun 2020 ini ada surplus kas buat kami pribadi ini bukan isu yang baru atau tanda kutip mengagetkan. Memang yang jadi menarik adalah ketika surplus kasnya menjadi sekitar Rp 18 triliun,” kata Ronald Yusuf.
Ronald juga mengungkapkan, tingginya surplus yang dialami BPJS tidak lepas dari pengaruh pandemi karena masyarakat menjadi sangat berhati-hati untuk datang ke fasilitas kesehatan.
“Jadinya surplusnya lebih tinggi dari yang semestinya,” lanjutnya.
Berdasarkan proyeksi awal, menurutnya nantinya pada 2022 dan 2023, arus kas akan mulai turun bahkan bisa defisit sehingga mengurangi akumulasi surplus, baru siklusnya akan mulai imbang lagi pada 2024 dan 2025.
Yuli Farianti, Kepala Bidang Pembiayaan Kesehatan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes.
Yuli Farianti, Kepala Bidang Pembiayaan Kesehatan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, juga mengatakan bahwa kondisi defisit dapat terjadi lagi jika kolektibilitas dari segmen PBPU yang selama ini selalu defisit tidak dibenahi.
ADVERTISEMENT
“Kalau pemerintah daerah belum berkontribusi, kemungkinan defisit akan terjadi lagi,” ujar Yuli Farianti.
Selain itu, menurut dia juga masih banyak klaim yang belum dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Hal ini menurutnya harus menjadi perhatian serius karena berpotensi juga menimbulkan adanya defisit.
Mempertahankan Kelanjutan Surplus
Elsa Noveli, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan.
Elsa Noveli, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, mengatakan bahwa kualitas klaim yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan sudah mengalami peningkatan secara signifikan. Saat ini, pada bulan kedua setelah RS melakukan pelayanan, BPJS Kesehatan telah membayarkan klaim sekitar 80 persen.
“Jadi terdapat peningkatan yang cukup signifikan apabila kita bandingkan dengan dulu,” ujar Elsa Noveli.
Kualitas klaim ini menurutnya semakin didukung dengan adanya ketentuan kedaluwarsa klaim. Jika sebelumnya masa kedaluwarsa klaim mencapai dua tahun, sekarang hanya enam bulan sehingga bisa memangkas proses pembayaran.
ADVERTISEMENT
Elsa juga mengatakan bahwa penurunan utilitas secara signifikan yang terjadi selama pandemi adalah di sektor rawat jalan. Sementara kasus rawat inap, penurunannya tidak terjadi secara signifikan.
Sementara itu jenis penyakit yang menurun drastis selama pandemi, menurut dia adalah penyakit-penyakit non katastropik yang selama ini selalu menyedot sekitar 25 persen dari total pembiayaan jaminan kesehatan.
“Jadi kunjungan-kunjungan akut yang pasien merasa tidak perlu berkunjung, atau pelayanan-pelayanan yang bisa difasilitasi secara tidak langsung tatap muka,” lanjutnya.
Yuli Farianti mengatakan bahwa ke depan harus segera dipikirkan bagaimana suaya situasi surplus ini bisa tetap dipertahankan. Karena itu, celah-celah yang berpotensi menyebabkan defisit harus segera ditutup.
“Dengan surplus ini apa yang harus menjadi penguatan kita? Ini yang perlu kita pikirkan,” kata Yuli Farianti. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT